Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEOLAH tak pernah kehabisan napas, Amien Rais, 59 tahun, terus bergerak mengais dukungan. Buku agendanya pun dijejali jadwal berbagai pertemuan, mulai bertamu ke rumah kiai sampai bersilaturahmi dengan artis. Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini tidak mencemaskan kesehatannya, karena gampang beristirahat. "Saya diberi anugerah Allah, mudah tidur," katanya.
Jabatannya sebagai Ketua MPR juga tak menghalangi manuvernya sebagai calon presiden. Terakhir, dia ingin merangkul tokoh TNI menjadi calon wakil presiden. Ini memercikkan kontroversi, karena dulu Amien dikenal sebagai penggerak reformasi yang tidak setuju dengan peran politik TNI.
Dua pekan lalu wartawan TEMPO Sudrajat, dan Fajar W.H. dari Koran Tempo, mewawancarai suami Kusnasriyati itu di rumah dinasnya di Jakarta. Berikut petikannya.
Dulu Anda menyerukan agar TNI mundur dari politik. Kenapa sekarang Anda mau menggandeng figur TNI sebagai calon wakil presiden?
Kalau Anda bongkar kembali file-file semasa gerakan reformasi, saya tidak pernah mengkritik total dan telak TNI. Mengatakan TNI itu tidak prodemokrasi, menjadi beban nasional, dan sebagainya. Tidak, itu berlebihan!
Setelah lama berkecimpung di dunia politik, saya berkesimpulan, untuk mempertahankan negara kesatuan yang demikian luas, diperlukan tangan yang kuat tapi tetap arif dan demokratis. Seorang tokoh militer juga bisa menjadi pejuang demokrasi. Lihatlah Dwight D. Eisenhower, pahlawan Perang Dunia II. Di bawah dia, demokrasi Amerika Serikat berkembang dengan pesat.
Saya yakin, lebih baik militer itu ada di dalam lingkaran kekuasaan daripada di luar sepenuhnya. Kalau di dalam, asal bukan orang pertama, saya yakin bisa diajak bicara, bermusyawarah, berkompromi untuk menegakkan demokrasi.
Siapa figur dari TNI yang Anda gandeng?
He-he-he..., sampai sekarang terpaksa menjadi rahasia dapur saya dulu. Toh, tidak lama lagi akan diumumkan. Yang jelas, saya sudah menggali beberapa nama, ada yang masih aktif, hampir pensiun, dan sudah pensiun.
Bukankah isu federalisme yang dulu Anda usung dinilai telah melukai TNI?
Ya, saya mendengar PAN dianggap melanggar tabu politik karena bicara negara federal. Sebetulnya, apa yang saya dan teman-teman pernah gagas itu jauh lebih lunak, sehingga Christianto Wibisono (pengamat sosial-ekonomi) pernah menelepon saya, "Gimana ini, Mas Amien? Dulu ada tokoh-tokoh yang apriori menolak sistem federal, sementara otonomi ini sudah lebih jauh."
Apakah kini Anda sudah diterima baik oleh kalangan TNI?
Saya sering berceramah di Lemhannas, Wanhankamnas, Sesko TNI. Hampir tiap tahun saya juga berceramah pada para perwira yang baru lulus. Tanpa gembar-gembor, kita membina hubungan sebaik-baiknya.
Ngomong-ngomong, berapa dana yang Anda siapkan untuk meraih kursi presiden?
Dari pemerintah, PAN mendapat Rp 7,3 miliar karena pemilih PAN ada 7,3 juta orang. Separuh diberikan ke saya untuk road show ke berbagai daerah, sebagian untuk administrasi partai. Tapi alhamdulillah, selalu ada teman-teman yang memberi sangu. Misalnya, ketika mau umrah, ada yang memberi 3.000 dolar, 5.000, 7.500 dolar. Semua itu lantas saya kumpulkan untuk kampanye nanti.
Mobilitas Anda tinggi sekali. Ada resep khusus untuk menjaga kebugaran fisik?
Saya diberi anugerah Allah, mudah tidur. Begitu naik pesawat, langsung tertidur, satu jam, setengah jam, lantas fresh lagi. Lantas, pramugari bilang, "Pak Amien, tadi sudah tidur lelap. Sekarang mau minum apa?" He-he-he....
Dulu saya masih suka lari di treadmill setengah jam. Sekarang olahraga saya itu, ya, lari naik-turun pesawat, mengejar taksi. Sesekali saja saya pingpong dengan istri saya.
Bagaimana jika harapan Anda kelak tak tercapai?
Kemarin saya umrah bersama istri. Suatu malam, pukul 3 pagi, saya tawaf sendirian, dan di depan Multazam itu "berdialog" dengan Allah dalam bahasa Jawa. Intinya, saya hanya meminta apa kontribusi terbaik yang dapat saya lakukan untuk bangsa ini. Jadi, kalau Allah punya rencana lain dan ada tokoh lain dari bangsa ini yang akan melanjutkan reformasi, tentu saya akan kembali ke kampus.
Saya kan sudah tahulah asam-garamnya menjadi pejabat di negeri ini. Sebagai Ketua MPR, andai mau kaya juga bisa, karena bisa menekan sana-sini, menyalahgunakan jabatan. Tapi saya bersyukur, so far I'm not corrupt.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo