Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

'Sumpah Palapa' Sang Dokter

Ia melawan kemiskinan dengan menciptakan pasar sendiri. Warga diajaknya membeli produk unggulan lokal hingga berinovasi membangun pabrik air mineral kemasan. Populer dengan kebijakan Gentong Rembes.

30 Januari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIANG itu Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo menjadi pembicara dalam sebuah seminar di Yogyakarta. Sebotol air mineral merek terkenal tersaji di depannya. Tapi, sejak ia duduk di kursi pembicara hingga beringsut pulang, air itu tak berkurang sedikit pun. "Saya lupa kalau beliau tidak akan minum air pabrikan asing itu," kata Ketua Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta Sutrisnowati, penyelenggara seminar tersebut.

Hasto memang "alergi" terhadap air mineral semacam itu. "Saya terganggu betul dengan air mineral produksi asing. Padahal kita ini punya perusahaan daerah air minum, bukan air mandi," ucap Hasto, awal Januari lalu.

Itu sebabnya, sejak terpilih sebagai Bupati Kulon Progo pada 2011, Hasto langsung memerintahkan Direktur PDAM Kulon Progo Jumantoro mulai mempelajari, mengurus perizinan, dan mengupayakan pendirian pabrik air mineral lokal. Lokasi mata air yang dipilih adalah Clereng, tak jauh dari Waduk Sermo, Kecamatan Kokap. Adapun pengolahan airnya agar langsung layak minum berada di Desa Sendangsari, Kecamatan Pengasih.

Pada 2012, air mineral bermerek AirKU mulai dipasarkan ke seluruh Kulon Progo serta di pinggiran Kabupaten Bantul dan Sleman. "Target kami mencukupi pasar Kulon Progo dulu. Kalau kabupaten lain mau bikin serupa, kami senang berbagi ilmu," ujar Jumantoro.

Jumantoro menuturkan, dengan mempekerjakan 12 karyawan tetap, tiap bulan pabrik AirKU mampu memproduksi 2 juta air mineral kemasan gelas, 800 kotak kemasan botol 600 mililiter, dan 8.000 ukuran galon. "Setidaknya kami mengambil sepersepuluh pasar air mineral merek ternama di sini," kata Jumantoro. Harga yang lebih murah menjadi daya tarik pembeli. Untuk menjamin serapan produksi AirKU, Hasto mewajibkan air mineral ini dikonsumsi di kantor-kantor pemerintah dan menjadi minuman wajib acara resmi.

AirKU kini menjadi salah satu program andalan Bela Beli Kulon Progo, yang dicanangkan Hasto pada 2013. "Kalau ingin membela daerah, ya, belilah barang-barang produksi Kulon Progo," ujar Hasto. "Itu cara saya melawan kemiskinan: dengan menciptakan pasar sendiri dari barang-barang produksi kita sendiri."

TIGA bulan sejak dilantik menjadi Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo mengangkat "sumpah palapa". "Saya belum akan makan nasi selama masih ada orang miskin di Kulon Progo," katanya.

Janji ini dia terapkan hingga sekarang. Hasto hanya makan tiwul, growol, dan singkong rebus. Di meja makan yang tiap hari juga dihidangkan untuk para tamu, ada menu khusus dari singkong spesial buat si pemilik rumah. "Ini spirit saya saja agar hidup seadanya," ujar Hasto.

Menurut dia, sikap ini merupakan laku yang diyakininya sejak kecil. Sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara, hanya Hasto yang merasakan bangku kuliah. Ia lahir di tengah hutan di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulon Progo, 30 Juli 1964. Ayahnya mantri hutan golongan II-A.

Saat Hasto berumur enam tahun, ayahnya dipindahtugaskan ke Kabupaten Gunungkidul. Semua kakaknya mengikuti sang ayah, tapi Hasto memilih bertahan di rumah lama dengan pengawasan mandor hutan teman ayahnya. Pada usia sekecil itu, Hasto mulai beternak sepasang ayam, yang dirawatnya hingga berkembang biak mencapai puluhan. Ayam-ayam tersebut lalu digantinya dengan kambing. Kemudian hewan itu ditukar Hasto dengan dua ekor sapi saat ia berusia 14 tahun.

Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini sebetulnya sudah hidup nyaman sebagai dokter spesialis kebidanan, dosen di almamaternya, dan pengusaha jasa kesehatan. Jabatan terakhir Hasto adalah Kepala Instansi Kesehatan Reproduksi dan Bayi Tabung di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito. Namun, ketika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan meminang dia agar mau mencalonkan diri sebagai Bupati Kulon Progo, Hasto tak menolak. "Menjadi bupati adalah juga bentuk pengabdian saya kepada Kulon Progo," ucapnya.

Sebagai bupati, Hasto bergerak cepat. Dia langsung menggagas Tomira-kependekan dari Toko Milik Rakyat-sebagai program untuk melindungi pasar tradisional dari gempuran toko waralaba. Tomira adalah minimarket yang mengakuisisi Alfamart dan Indomaret. Menurut aturan, kata Hasto, toko waralaba yang berdiri kurang dari satu kilometer dari pasar tradisional harus bersedia ditutup dan berganti kepemilikan menjadi milik koperasi.

Hasto perlu dua tahun untuk berbicara dengan pemilik waralaba. Ia meyakinkan bahwa mereka tetap bisa memasok barang dan desain toko ditata masih menyerupai merek waralaba itu, hanya namanya yang berubah menjadi Tomira.

Berbeda dengan toko waralaba biasa, Tomira wajib menjual barang-barang produksi daerah Kulon Progo, seperti beras yang dipasok dari gabungan kelompok tani, air mineral AirKU, serta makanan kecil produksi usaha kecil dan menengah yang didistribusikan oleh badan usaha milik daerah, Aneka Usaha. Setidaknya, menurut Hasto, selama dua tahun ini sudah ada sembilan unit Tomira yang dikuasai koperasi.

Salah satu toko waralaba yang diakuisisi Tomira itu terletak di Dusun Jombokan, Desa Tawang Sari, Kecamatan Pengasih. Toko yang menjadi percontohan pertama Tomira itu akan sah berganti pemilik mulai bulan depan. "Bulan ini pembayaran cicilan terakhir akuisisi Tomira," ujar Manajer Koperasi Serba Usaha Bima, Siwi Dwi Lestari, awal Januari lalu.

Hasto terus melangkah. Dia ingin agar Bela Beli Kulon Progo bisa diterapkan di tiap lini. Di daerah surplus beras ini, alokasi beras untuk rakyat miskin (raskin) hanya 7.740 ton per tahun. "Padahal surplus beras kami 40 ribu ton," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Bambang Tri Budi.

Hasto mulai melobi Badan Urusan Logistik agar mengganti raskin produksi Vietnam dan Thailand dengan beras daerah Kulon Progo. "Bulog datang bawa uang saja, beli beras yang diproduksi gabungan kelompok tani," ujar Hasto. "Masak, daerah surplus kok beras raskin didrop dari luar?"

Agar produksi beras lokal terserap, setiap pegawai negeri diwajibkan membeli 10 kilogram beras daerah. "Jika 8.000 orang PNS di Kulon Progo membeli beras daerah 10 kilogram sebulan, setidaknya sudah 80 ton beras terserap," kata Hasto.

Hasto pun memberikan pancingan menarik bagi tiap gabungan kelompok tani yang memasok beras ke Bulog dengan memberi mesin pemanen, penggiling, dan pengering padi. "Kami bebas memakai. Cuma membayar biaya perawatan," ucap Sarno, petani di Kecamatan Panjatan.

Peralihan dari raskin ke beras daerah ini mendongkrak pendapatan gabungan kelompok tani. Pada 2014, mereka menerima Rp 13,16 miliar dari penjualan 1.995 ton beras. Setahun kemudian, pendapatan mereka naik menjadi Rp 30,48 miliar dan tahun lalu menerima Rp 35,14 miliar.

"Peningkatan ini mendorong pertumbuhan perekonomian di perdesaan," kata Bambang Tri. Dampak lainnya, jumlah desa rawan pangan berkurang. Sementara pada 2012 kabupaten itu memiliki 36 desa yang rawan pangan, pada 2015 tinggal 8 desa.

Sejak program Bela Beli Kulon Progo digalakkan, nilai pendapatan asli daerah itu melonjak hampir tiga kali lipat, dari Rp 62 miliar pada 2012 menjadi Rp 170 miliar pada 2016. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kulon Progo, angka kemiskinan menurun, dari 26 persen pada 2011 menjadi 16 persen pada 2015.

Besarnya pendapatan ini memudahkan Hasto menjalankan program kesehatan gratis. Pemerintah kabupaten menggratiskan biaya pengobatan kepada warga dengan plafon Rp 5 juta per jiwa per tahun. "Tinggal menunjukkan KTP Kulon Progo, mereka bisa berobat gratis," katanya. Total dana yang dialokasikan untuk Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di luar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial itu sebesar Rp 18 miliar.

Sebagian dana juga digunakan untuk mendatangkan dokter spesialis, "Sehingga warga tak perlu ke Yogya untuk berobat jantung atau ke Solo kalau sakit tulang," ujar Hasto.

Sebagian pendapatan daerah juga digunakan untuk mendukung program pendidikan gratis sembilan tahun. "Di beberapa sekolah menengah atas di daerah yang sulit juga sudah gratis," katanya.

Di luar program Bela Beli Kulon Progo, Hasto bisa menjadi contoh pemimpin daerah yang bisa membuktikan hidup tanpa sokongan rokok. Sejak 2014, ia mengeluarkan Peraturan Daerah Kawasan tanpa Rokok. Isinya, antara lain, larangan iklan rokok di semua jalanan di Kulon Progo serta tidak ada sponsor rokok untuk kegiatan olahraga dan musik.

Menurut Hasto, aturan itu mendesak dikeluarkan setelah mencermati belanja rokok penduduk dalam setahun yang mencapai total Rp 96 miliar. "Padahal Jamkesda yang kami tanggung hanya Rp 18 miliar," ujarnya.

Hasto juga membuat program bedah rumah setiap pekan. Rumah yang dianggap tak layak huni dan hampir roboh didirikan kembali dengan dana Rp 10 juta per rumah. "Tiap minggu ada tiga-lima rumah yang dibedah tanpa APBD atau APBN," kata ayah empat anak ini.

Caranya, pemerintah kabupaten memanfaatkan dana sedekah, infak, dan persembahan dari tiap pegawai negeri. "Saya katakan APBD kita ini 50 persen untuk menggaji PNS, yang jumlahnya cuma 2 persen, sehingga bersyukurlah dengan menyisihkan dari gaji untuk bersedekah."

Rayuan Hasto manjur. Dana sedekah, infak, dan persembahan yang terkumpul dari 8.000 pegawai ini mencapai Rp 350 juta per bulan atau sekitar Rp 4 miliar per tahun. "Idealnya Rp 1 miliar per bulan," ucapnya. Dana itu dijadikan satu dalam program Gentong Rembes, kependekan dari Gerakan Gotong Royong Rakyat Bersatu.

Gentong Rembes kemudian memancing donatur dan perusahaan untuk ikut menyumbang dalam jumlah besar. Menurut Hasto, filosofi dari Gentong Rembes adalah kepedulian orang kepada lingkungan sekitar. Menurut dia, dari dana Gentong Rembes, sudah ada 3.050 rumah yang dibedah sejak empat tahun lalu. Tapi, "Masih ada 7.000 rumah lagi yang harus dibedah."


Kabupaten Kulon Progo

luas: 586,3 kilometer persegi
jumlah penduduk: 412.198 (2015)
kecamatan: 12
desa: 88


Angka Kemiskinan(Persen)
20112012201320142015
23.6223.3121.3920.6421.40

Indeks Pembangunan Manusia (Persen)
20112012201320142015
68.8369.5369.7470.1470.68

Angka Harapan Hidup* (Persen)
20112012201320142015
74.8674.8774.8774.9075.00

*) Kulon Progo tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta

Desa Wawan Pangan
20122015
36 Desa8 Desa

Pendapatan Asli Daerah (Rp. Miliar)
20112012201320142015
6462.396158.8170

Realisasi APBD (Rp. Miliar)
201120122013201420152016
700800.8964.51.1T1.06T1.38T

Nilai Investasi Daerah (Rp. Miliar)
20112016
- Rp 300 MRp 1.14 T

SUMBER: DATA BADAN PUSAT STATISTIK DAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KULON PROGO/DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


Terobosan
1. Program Bela Beli Kulon Progo, yang mengajak masyarakat membeli produk lokal. Program ini menciptakan pasar serta memancing masyarakat dan perusahaan daerah memproduksi produk unggulan, seperti air mineral AirKU, batik, beras daerah, dan gula semut (gula merah yang dikristalkan).
2. Memproduksi AirKU dengan jelajah seluruh Kulon Progo dan pinggiran Sleman, Bantul.
3. Mengubah beras untuk rakyat miskin menjadi beras daerah produksi gabungan kelompok tani.
4. Menghidupkan geblek renteng, motif batik khas Kulon Progo.
5. Mengakuisisi toko waralaba seperti Alfamart dan Indomaret menjadi milik koperasi bernama Tomira (Toko Milik Rakyat).
6. Mengikutkan petani gula merah mendapatkan sertifikasi agar bisa bersaing dan menjadi pemain utama pelaku perdagangan gula semut internasional.
7. Program kesehatan gratis bagi penduduk dengan plafon Rp 5 juta per orang per tahun.
8. Program Gentong Rembes, pengumpulan dana zakat, infak, sedekah, dan persembahan dari masyarakat untuk memperbaiki rumah penduduk yang rusak.
9. Menerbitkan Peraturan Daerah Kawasan tanpa Rokok. Isinya termasuk melarang iklan rokok di jalanan serta melarang produsen rokok menjadi sponsor acara olahraga dan musik.
10. Menggelar Kamisan, dialog dengan warga tiap Kamis pukul 06.00-09.00.


Bupati Kulon Progo
Hasto Wardoyo

Tempat dan tanggal lahir:
Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, 30 Juli 1964

Partai pengusung:
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura, Partai NasDem

Riwayat pendidikan:

  • S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (lulus 1989)
  • Spesialis Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (lulus 2000)
  • Subspesialis Infertilitas dan Bayi Tabung Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (lulus 2006)

    Penghargaan:

  • Dokter Teladan 1992 dari Presiden Republik Indonesia
  • Satyalancana Bidang KB dari Presiden Republik Indonesia (2010)
  • Lembaga Ombudsman Swasta Award Kategori Kepala Daerah atas upaya menegakkan etika usaha sektor swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta (2012 dan 2013)
  • Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia (2013), Ksatria Bakti Husada Arutala dari Kementerian Kesehatan (2013)
  • Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama dari Presiden Republik Indonesia (2016)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus