Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANGGILAN telepon Raudatul Jannah masuk ke telepon seluler Ratna Ellyani pada pertengahan Agustus tahun lalu. Istri Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor itu bertanya kepada Ratna tentang pelaksanaan imunisasi campak yang hanya mencapai 45 persen di Kabupaten Tapin. "Angka itu terendah di seluruh Kalimantan Selatan," kata Ratna, istri Bupati Tapin, Arifin Arpan, Rabu dua pekan lalu.
Raudatul meminta Ratna memperbaiki pencapaian itu. Tujuannya mengejar target imunisasi campak hingga 95 persen dalam waktu setengah bulan. Ratna, yang juga Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Tapin, langsung menelepon Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin, Errani Martin. Ia meminta peta pelaksanaan imunisasi.
Errani bergerak cepat. Ia mengumpulkan kepala pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) untuk mendata anak-anak yang sudah dan belum diimunisasi. Hasilnya, Errani menemukan rendahnya pelaksanaan imunisasi campak di Desa Buas-buas, Kecamatan Candi Laras Utara; dan Desa Gunung Batu, Kecamatan Binuang. "Mayoritas penduduk di dua desa ini menolak imunisasi campak," ujar Errani.
Penolakan terhadap imunisasi karena masyarakat di sana khawatir anaknya menderita demam setelah disuntik vaksin campak. Errani menyampaikan temuan itu kepada Ratna.
Ratna mencari jalan keluar. Ia menghubungi suaminya, Arifin Arpan, agar membantu memecahkan persoalan ini. Arifin lalu menyarankan agar pelaksanaan imunisasi mengerahkan semua potensi pimpinan daerah, dari kepolisian sektor hingga komando rayon militer. "Kami terjun bersama-sama," kata Errani.
Di sejumlah tempat, Ratna getol berkampanye mengenai pentingnya imunisasi. Pejabat dinas kesehatan juga menjemput bola. Walhasil, target imunisasi campak di Tapin menembus angka 95 persen dalam waktu setengah bulan. Errani mengklaim meroketnya jumlah imunisasi campak di Tapin merupakan yang tertinggi di Kalimantan Selatan, selain Kota Banjarbaru.
Gencarnya pelaksanaan imunisasi merupakan salah satu upaya Arifin menekan angka gizi buruk di sana. Kekurangan pangan, ancaman asap kebakaran hutan, dan malaria merupakan faktor utama penyebab gizi buruk di Kalimantan Selatan.
Memastikan pasokan pangan merupakan langkah lain Arifin mengurangi angka gizi buruk. Kabupaten Tapin membuat sejumlah kategori, yaitu kawasan rawan pangan dan kawasan dengan pasokan cukup pangan. Ini untuk mengetahui daerah mana yang rawan pangan.
Daerah dengan pasokan cukup pangan berada di sekitar sentra pertanian. Adapun daerah rawan pangan berada di daerah kaki Gunung Meratus. Arifin mengatakan produksi padi di Tapin sebenarnya melimpah dan melebihi kebutuhan domestik masyarakat di sana. Surplus padi bahkan dikirim ke luar daerah. Ia memastikan desa dan kecamatan yang rawan pangan akan mendapatkan pasokan pangan sebelum surplus dikirim ke luar Tapin.
Jurus Arifin itu meningkatkan konsumsi pangan dari 1.553 menjadi 1.946 kilo kalori per kapita di tingkat desa sejak 2013. Angka status gizi buruk juga mulai menurun sejak 2012. Jumlah anak di bawah lima tahun yang berstatus gizi buruk tiga tahun lalu sebanyak 182 atau setara dengan 2,4 persen dari 7.460 balita yang ditimbang.
Tak cuma menekan angka gizi buruk, Dinas Kesehatan Tapin juga berhasil mengurangi jumlah kematian ibu melahirkan. Caranya dengan menempatkan satu bidan per desa. Pada 2013, angka kematian ibu melahirkan mencapai 328 orang. Dua tahun berikutnya, angka itu turun menjadi 166 dan 151.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo