Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERINTAH pertama Mohammad Ramdhan Pomanto setelah dilantik menjadi Wali Kota Makassar pada Mei 2014 kepada anak buahnya terbilang aneh. Wali Kota baru tak mewajibkan anak buahnya segera menerjemahkan visi dan misi kampanye dia dalam rincian program. Wali Kota malah memerintahkan semua pegawai pemerintah, termasuk ketua rukun warga dan rukun tetangga, memasang aplikasi WhatsApp di telepon masing-masing.
Dhannysapaan akrab Wali Kotabukan duta layanan percakapan WhatsApp. Ia juga tak sedang mempromosikan aplikasi pesan instan ciptaan Jan Koum yang berkantor di Mountain View, California, Amerika Serikat, itu. Saya hanya mencari jalur komunikasi cepat dan efektif, kata Dhanny ketika berbincang dengan Tempo di rumah dinasnya di dekat Pantai Losari, awal Januari lalu.
Tiga tahun lalu, WhatsApp masih merupakan barang "asing" di kalangan pegawai Pemerintah Kota Makassar. Camat Rappocini, Hamri Haiya, misalnya, bercerita bahwa waktu itu layanan pesan pendek alias SMS masih menjadi andalan. Awalnya Hamri mengaku kagok dengan aplikasi baru tersebut. "Saya akhirnya pakai karena RT-RT sudah mulai instal," ujar Hamri.
Dhanny terpilih menjadi wali kota pada September 2013. Dalam pemilihan kepala daerah langsung tersebut, dosen arsitektur Universitas Hasanuddin, Makassar, ini maju bersama Syamsu Rizal, yang merupakan kader Partai Demokrat. Pasangan ini menang dalam satu putaran pemilihan, menyisihkan sembilan pasangan calon pesaingnya.
Sepekan setelah pelantikan, Dhanny meminta anggota stafnya membuat berbagai grup percakapan WhatsApp, dari grup kepala dinas sampai ketua RT se-Makassar. Ada sekitar 500 grup yang diikuti Dhanny. "Saya sengaja bergabung agar lebih memahami masalah di lapangan," kata Dhanny.
Melalui forum obrolan itu, Dhanny meminta masyarakat menyampaikan keluhan apa pun atas layanan pemerintah di lingkungan mereka. Hasilnya, hampir saban hari telepon seluler Dhanny penuh dengan aduan yang masuk, dari laporan berupa teks sampai video. "IPhone lama saya sampai jebol," ujar lelaki 52 tahun ini.
Mengenalkan WhatsApp sebagai media pengaduan adalah langkah awal Dhanny untuk membangun Makassar sebagai kota cerdas (smart city). Pria berijazah sarjana arsitek ini memang mengidam-idamkan Makassar, kota kelahirannya, menjadi kota dengan pelayanan yang mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dhanny menyebut aplikasi WhatsApp sebagai teknologi yang sombere. "Dalam bahasa Makassar, artinya suka ngobrol dan bergaul dengan ramah," kata Dhanny.
Smart city sebenarnya bukan "jualan" Dhanny semasa kampanye. Ide ini baru muncul setelah Dhanny terpilih, tapi sebelum dilantik menjadi wali kota. Ia terilhami ide kota pintar ketika berkunjung ke Osaka, Jepang, pada Oktober 2013. Di sana Dhanny menghadiri acara "Smart City Forum" bersama Ilham Arief Sirajuddin, Wali Kota Makassar sebelum dia. Sebelum terpilih sebagai wali kota, Dhanny konsultan tata ruang Pemerintah Kota Makassar. "Ada jeda delapan bulan sebelum dilantik untuk merancang konsep kota pintar," ucapnya.
Menurut Dhanny, smart city bukan sekadar kota dengan sebagian besar penghuninya melek teknologi atau kota dengan seluruh layanan pemerintahnya berbasis online. "Smart city itu antara aplikasi yang diterapkan dan permasalahan warga harus nyambung," ujarnya.
Dhanny biasanya tidak langsung menanggapi semua aduan yang masuk. Ia meminta beberapa anggota stafnya di Balai Kota membuat tabulasi masalah. Mereka mengurutkan aduan dari yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat. Daftar permasalahan itu ia kumpulkan dalam satu server bank data khusus.
Butuh waktu sekitar enam bulan bagi Dhanny untuk memetakan aduan yang masuk lewat saluran WhatsApp. Berdasarkan hasil tabulasi, tiga besar masalah yang dikeluhkan masyarakat adalah layanan kesehatan, sampah, dan permukiman kumuh.
Dhanny memprioritaskan perbaikan layanan kesehatan. Ia meluncurkan program bernama Dottorot'ta pada awal Januari 2015. Nama program diambil dari ungkapan Makassar yang berarti "dokter kita". Dengan program ini, pasien yang kepayahan tidak perlu datang ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). "Cukup telepon call center. Nanti dokter akan datang ke rumah," kata Dhanny. Semua layanan ini gratis.
Untuk mengembangkan program Dottorot'ta, akhir tahun lalu Pemerintah Kota Makassar menguji aplikasi rekam medis online yang ditanam ke perangkat dalam mobil layanan kesehatan puskesmas (baca: "Jemput Bola Dottorot'ta").
Setelah layanan kesehatan membaik, Dhanny menyentuh urusan sampah. Menurut dia, ada dua akar masalah buruknya pengelolaan sampah. Pertama, jadwal pengangkutan yang tidak tertib sehingga banyak sampah menumpuk di permukiman. Kedua, masyarakat belum melihat nilai lebih dari sampah.
Pemerintah Kota Makassar mengatasi masalah pengangkutan dengan menambahkan 42 unit truk sampah pada akhir 2014. Armada baru itu dilengkapi alat pelacak (Global Positioning System/GPS). Dengan begitu, setiap saat Dhanny bisa memantau pergerakan armada sampah. Truk khusus itu juga dirancang agar tak mudah keropos karena bolak-balik mengangkut sampah. Kini total ada 150 truk semacam itu di Makassar.
Seiring dengan pembenahan angkutan sampah, Dhanny memperkenalkan bank sampah kepada masyarakat pada Mei 2015. Masyarakat diminta memisahkan jenis sampah basah (organik) dan sampah yang bisa didaur ulang (non-organik). Pemerintah kota membeli sampah daur ulang tersebut.
Program bank sampah, menurut Dhanny, di samping menyadarkan akan kebersihan, menambah penghasilan masyarakat. Sampai awal tahun ini, di Kota Makassar tercatat 351 unit bank sampah. Omzet nasabah pada Desember 2016 sekitar Rp 1,6 miliar-melampaui target Rp 1 miliar.
Ratna Rahwan, warga RT 02 RW 06, Bonto Makio, Kecamatan Rappocini, mengatakan tertolong dengan program bank sampah. Dalam satu bulan, ia bisa mengumpulkan uang tambahan Rp 150 ribu dari "menabung" sampah non-organik di rumahnya. "Lingkungan rumah juga semakin bersih," kata Ratna. "Padahal dulu sampah berserakan."
Untuk mendukung kelancaran bank sampah, Pemerintah Kota Makassar mengembangkan sistem timbangan online. Sistem itu sedang diuji coba di 14 kecamatan. Rencananya aplikasi itu akan "dicangkokkan" ke setiap truk sampah, sehingga pemerintah kota bisa tahu persis berapa banyak sampah di Makassar.
Pemerintah Kota Makassar membuat ruang kendali yang mereka sebut War Room untuk mengendalikan aplikasi smart city. Senin siang awal Januari lalu, Dhanny mengajak Tempo melihat-lihat ruang kendali itu. Terletak di lantai 10 menara kantor Pemerintah Kota Makassar, ruangan ini terhubung dengan 70 kamera pengawas yang tersebar di titik-titik strategis kota. Salah satu yang paling dibanggakan Dhanny adalah sebuah kamera pengawas dengan daya tangkap tiga kilometer yang terpasang di pucuk menara.
Ruang kontrol yang diresmikan pada akhir 2015 itu memantau kegiatan pusat-pusat pelayanan pemerintah dan tempat-tempat keramaian. Semua gambar kamera disiarkan langsung melalui 21 layar televisi ukuran 21 inci di salah satu dinding ruangan seluas 36 meter persegi itu. Di sudut ruangan ada delapan unit server setinggi tiga meter untuk menyimpan data.
Dhanny berencana menambah 100 unit kamera pengawas lagi. Tapi, kali ini, pengadaan tidak akan memakai dana pemerintah kota. Pemerintah kota akan mengeluarkan aturan yang mewajibkan gedung-gedung swasta memasang kamera pengawas menghadap jalan. "Nanti semua gambarnya akan disalurkan ke pusat kontrol," ucap Dhanny.
Di ruang kendali ini juga terpasang telepon pusat pengaduan nomor 112 yang bisa dihubungi setiap saat oleh warga Makassar. Masyarakat yang membutuhkan "dokter kita" atau tim pemadam kebakaran juga bisa menghubungi nomor telepon ini. Di ruang kendali, ada 24 petugas yang dibagi menjadi tiga shift bertugas selama 24 jam dalam sepekan penuh.
War Room tidak hanya memantau pusat layanan publik dan aktivitas masyarakat. Data kependudukan, seperti akta kelahiran, rekam medis masyarakat, dan volume sampah, juga tersimpan di pusat data ini. Pergerakan mobil Dottorot'ta dan truk sampah juga terpantau dari pusat kendali ini. "Saya pernah mematikan satu mobil sampah dari sini karena keluar trayek," ujar Dhanny.
Menurut Dhanny, mengintegrasikan perangkat smart city dalam satu sistem kendali bukan pekerjaan mudah. Dalam satu tahun pertama masa jabatannya, ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyiapkan dan menata War Room. "Saya ingin smart city punya landasan yang kokoh," katanya. Dhanny pun mengakui beberapa pelayanan pemerintah lain agak terseok-seok.
Pengakuan Dhanny klop dengan penilaian Ombudsman Sulawesi Selatan. Pada akhir 2015, Ombudsman sempat memberikan rapor merah untuk pelayanan publik di Makassar. "Tahun itu banyak masyarakat yang belum bisa merasakan smart city," ujar Ketua Ombudsman Sulawesi Selatan Subhan Djoer. Namun, menurut Subhan, belakangan ini pelayanan publik Kota Makassar pelan-pelan membaik.
Subhan menerangkan, berdasarkan penilaian 2016, masyarakat mulai bisa merasakan program smart city. Respons pemerintah dalam menanggapi aduan juga lebih cepat. Namun masih ada beberapa catatan penting dalam pelayanan publik, misalnya izin satu pintu yang buruk dan masih ada pungutan liar. Dengan segala perbaikan dan catatan ini, pada 2016, Ombudsman mengganjar Kota Makassar dengan rapor kuning.
Dhanny menjadikan catatan Ombudsman sebagai bahan evaluasi. Tahun ini Pemerintah Kota Makassar berfokus membenahi pelayanan izin satu pintu. Untuk itu semua data layanan pemerintahan, termasuk pendapatan dari pajak online, sedang dimasukkan ke server di ruang kontrol. "War Room memiliki kapasitas penyimpanan sampai lima tahun ke depan," kata Dhanny.
Setelah semua data masuk, menurut Dhanny, pemerintah akan lebih mudah membuat kebijakan, seperti memperbaiki sistem perizinan satu pintu. "Karena semuanya ada di satu pusat data," ujarnya. Dhanny juga berjanji membuka rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah semua data pemerintahan masuk server.
Berdasarkan pengalaman selama dua tahun, Dhanny berkesimpulan membangun kota pintar tak bisa dengan cara instan. Karena itu, ia menganggap wajar bila program smart city dinilai lamban pada tahun-tahun awal. "Saya tak ingin memakai cara instan karena takut tak tepat sasaran," kata Dhanny. "Biar pelan, yang penting pasti membuat Makassar jadi smart city."
Makassar
luas:
199,26 kilometer persegi (15 kecamatan dan 153 kelurahan)
Populasi:
1.449.401 juta (proyeksi Badan Pusat Statistik 2015)
Dottorot'ta:
Pelayanan dokter ke rumah.
Makassar Smart Card:
Kartu pintar untuk warga Makassar. Kartu tersebut, selain berfungsi sebagai kartu anjungan tunai mandiri dan uang elektronik, merupakan rekam medis (saat ini masih terbatas di kalangan pegawai pemerintah).
Bank Sampah Online:
Timbangan bank sampah terhubung ke pusat data sehingga jumlahnya terpantau.
Student Smart Card:
Masih dalam uji coba. Kartu pelajar ini merekam nilai pelajaran anak sekolah sampai jajanan yang mereka makan. Untuk mendukung kartu ini, kantin-kantin sekolah akan memakai perangkat pembayaran nontunai.
Kelurahan keliling:
Masyarakat Makassar bisa menghubungi nomor kelurahan masing-masing di Makassar untuk meminta penjemputan pengurusan administrasi, seperti kartu keluarga.
Badan usaha lorong:
Dhanny memberdayakan gang-gang yang ada di Makassar untuk memiliki usaha kecil-kecilan. Salah satunya menanam cabai, yang kemudian dijual di pasar.
Indeks Pembangunan Manusia (Persen) | ||||
2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 |
79.55 | 78.98 | 79.35 | 79.94 | 80.17 |
Pertumbuhan Ekonomi (Persen) | ||||
2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 |
9.4 | 9.8 | 9.8 | 9.6 | 7.4* |
Pendapatan Asli Daerah (Rp. Miliar) | ||||
2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 |
79.55 | 619.59 | 989.15 | 828.87 | 550* |
APBD Makassar (Rp. Triliun) | ||||
2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 |
1.6 | 2.1 | 2.4 | 3.01 | 3.46 |
Wali Kota Makassar
Mohammad Ramdhan 'Dhanny' Pomanto
Tempat dan tanggal lahir:
Makassar, 30 Januari 1964
Partai pengusung:
Partai Demokrat dan Partai Bulan Bintang
Riwayat pendidikan:
S-1 Fakultas Teknis Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin, Makassar, angkatan 1989
Riwayat pekerjaan:
Dosen arsitektur Universitas Hasanuddin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo