Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah tokoh masyarakat mengecam maraknya baliho politikus pengerek popularitas untuk pemilihan presiden 2024.
Mereka menilai sejumlah politikus yang giat memasang gambar ini tidak peka terhadap masyarakat yang sedang bergulat melawan pandemi Covid-19.
Cara ini dinilai tidak sopan karena masyarakat tengah berjibaku melawan pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Sejumlah tokoh masyarakat mengecam maraknya baliho politikus pengerek popularitas untuk pemilihan presiden 2024. Mereka menilai sejumlah politikus yang giat memasang gambar ini tidak peka terhadap masyarakat yang sedang bergulat melawan pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid, misalnya, mengatakan langkah para politikus memoles citra dengan memasang baliho itu merefleksikan prioritas mereka. Putri Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini menyebut para politikus itu mengutamakan perhitungan politik di atas persoalan kebangsaan dan kemanusiaan.
Alissa sedih karena baliho-baliho politikus itu bertebaran pada saat masyarakat sedang susah akibat wabah global Covid-19. Apalagi orang-orang yang terpampang di baliho itu adalah para pengambil keputusan besar bagi bangsa ini. “Dalam kondisi pandemi yang masih harus dihadapi, rakyat kecil masih berjuang keluar dari dampak ekonomi, pelajar masih kesulitan belajar. Kok, ya lebih sibuk perang baliho,” kata Allissa kepada Tempo, kemarin.
Pernyataan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menguatkan kemasygulan Alissa Wahid. Abdul Mu’ti menyatakan anggaran yang digunakan untuk memesan baliho itu lebih baik diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak pandemi.
Mu’ti mengatakan yang diperlukan saat ini adalah bantuan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. “Selain itu, baliho itu bisa menjadi sampah dan tidak ramah lingkungan,” kata dia.
Sebagai bentuk sosialisasi diri, Mu’ti mengatakan sesungguhnya memasang baliho adalah hal biasa. Tapi, kalau sampai berlebihan dan waktunya tidak tepat, pemasangan baliho akan menjadi bumerang. “Alih-alih mendapatkan simpati, yang terjadi justru kontradiktif,” ujar dia.
Baliho bergambar sejumlah politikus yang berancang-ancang menuju pemilihan presiden 2024 bertebaran di pelbagai pojok negeri ini. Baliho bergambar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani, misalnya, terpasang dalam ukuran superbesar di titik-titik strategis di banyak daerah. Selain terpampang foto Puan, di baliho itu tertera tulisan “Kepak Sayap Kebhinnekaan”.
Bersaing dengan Puan, gambar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga terpampang di sudut-sudut strategis kota dan kabupaten. Menteri Koordinator Perekonomian ini mengusung tema “Kerja untuk Indonesia”.
Ada pula baliho Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar, yang dipasang di tempat strategis di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan wilayah lain yang menjadi basis massa partai itu. Ia sekarang memilih branding dengan nama Gus Muhaimin. Sebelumnya, ia dikenal dengan panggilan akrab Cak Imin. Sempat pula, pada bulan puasa dan Lebaran lalu, Muhaimin Iskandar dikenalkan lewat baliho dengan nama Gus AMI (Ahmad Muhaimin Iskandar).
Gambar besar Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, juga marak di pelbagai daerah. Di wilayah Jawa Timur, baliho Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, juga banyak terpasang.
Mustofa Bisri atau Gus Mus di Semarang, Tempo/Budi Purwanto
Sindiran atas menjamurnya baliho para tokoh politik untuk menuju pemilihan presiden 2024 juga disampaikan oleh ulama sekaligus budayawan Kiai Haji Mustofa Bisri alias Gus Mus. Di akun Instagram-nya, mustasyar (penasihat) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengunggah kolase foto yang menampilkan situasi yang bertentangan.
Pada bagian atas kolase, terdapat foto-foto baliho Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, dan Agus Harimurti Yudhoyono. Pada bagian bawah, Gus Mus memasang foto-foto tenaga kesehatan yang sedang berjibaku menyelamatkan nyawa pasien Covid-19. Lalu ada satu foto baliho yang bertulisan “Billboard ini kami dedikasikan buat anak yatim”.
Tidak ada keterangan pada unggahan foto Gus Mus itu. Ia hanya memberikan emotikon senyum terbalik melihat fenomena maraknya baliho curi start kampanye pemilihan presiden 2024 ini pada saat masyarakat berjuang agar selamat dari pandemi.
Analis sosial-politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai pemasangan baliho sejumlah ketua umum partai politik hanyalah bagian dari pencitraan yang tidak sepenuhnya menaikkan popularitas. “Kalau populer karena baliho, terus nyapres? Itu namanya capres baliho,” kata Ubed.
Ubed mengatakan cara elite menaikkan popularitas lewat baliho merupakan cara yang tidak sopan kepada rakyat. Pasalnya, rakyat sedang berjibaku menghadapi pandemi Covid-19 serta krisis ekonomi yang panjang dan berat. “Elite malah buang uang,” ujarnya.
Fenomena baliho elite partai ini, kata Ubed, menunjukkan tiga hal. Pertama, elite politik republik miskin nurani dan empati terhadap derita rakyat. Kedua, fenomena tersebut menunjukkan ketakutan akan hilangnya ingatan publik terhadap elite politik tersebut, sehingga ingin merawat ingatan publik dengan memasang baliho besar di tengah masyarakat. Ketiga, pemasangan baliho menunjukkan nafsu berkuasa yang sangat tinggi, sehingga terburu-buru kampanye meski rakyat sedang menderita.
Berdasarkan analisis Drone Emprit--platform pemantau percakapan di media sosial--pemasangan baliho para tokoh politik ini secara tidak langsung berimbas pada popularitas mereka di jagat maya. Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan efek pemasangan baliho terhadap popularitas bisa terjadi ketika kerja mesin partai di darat dibawa ke udara oleh tim media sosial.
Sejak foto baliho Puan mengudara di Twitter, popularitas Puan meningkat dalam satu bulan terakhir kendati didominasi oleh sentimen negatif. Pada 8 Juli lalu, jumlah perbincangan tentang Puan di media sosial di bawah 2.500. Namun, sejak awal Agustus, jumlah perbincangan yang menyebut Puan meningkat hingga hampir menyentuh 5.000 mention pada Sabtu, 7 Agustus lalu.
Meski banyak sentimen tentang Puan yang bernada negatif, Ismail melanjutkan, perbincangan yang berkembang menaikkan keterkenalan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Ia mengatakan tren Puan bahkan mengejar tren popularitas rekan separtainya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Berdasarkan tren dalam sebulan terakhir, Drone Emprit mencatat, tokoh dengan tren popularitas tertinggi ialah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Di posisi berikutnya ada Ganjar Pranowo, lalu diikuti oleh Ridwan Kamil dan Puan.
Dilihat dari share of voices pada periode yang sama, perbincangan tentang Anies sebanyak 49 persen, Ganjar 27 persen, Ridwan Kamil 13 persen, dan Puan 12 persen. Ismail mengatakan Anies dan Ganjar diuntungkan oleh percakapan warganet di media sosial, baik yang pro maupun kontra. Sedangkan Ridwan Kamil diuntungkan oleh pemberitaan media. “Tren Puan awalnya paling rendah, perlahan naik setara dengan Ridwan Kamil, lalu mengejar Ganjar,” ujar Ismail.
Ismail menjelaskan, popularitas merupakan gabungan percakapan yang bernada positif, negatif, dan netral. Meski begitu, popularitas belum tentu akan berimbas pada elektabilitas. Ia mencontohkan, Najwa Shihab adalah sosok yang populer dan banyak disukai. Namun, ketika dia mencalonkan diri menjadi presiden, belum tentu orang mau memilih.
Ketika calon sudah populer, Ismail menuturkan, tahap yang harus dicapai adalah meningkatkan favorabilitas. Jika sentimen negatif lebih tinggi dibanding sentimen positif, tingkat favorabilitasnya bisa menjadi minus. Ismail menambahkan, menerapkan strategi pada waktu yang salah bisa menjadi peluru bagi lawan untuk menyerang sang tokoh. “Bisa saja ini digunakan terus-menerus untuk menyerang lawan,” ujar Ismail.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Maman Abdurrahman, mengatakan pemasangan baliho bergambar Airlangga Hartarto sudah direncanakan jauh hari sebelum Covid-19 melanda Tanah Air. Maman mengatakan dalam baliho itu juga dituliskan “Kerja untuk Indonesia”, yang bermakna untuk mengajak semua pihak bekerja sama bahu-membahu untuk Indonesia.
Maman Abdurrahman. ANTARA/Reno Esnir
Anggaran pemasangan baliho tersebut, kata Maman, merupakan hasil urunan para kader. Sebab, Golkar pada era Airlangga telah membangun kultur baru yang tidak membebani kader-kadernya. Misalnya, kata dia, meniadakan politik mahar dalam pilkada dan politik transaksional jabatan di lingkup internal partai. “Insya Allah kami semua siap untuk membangun partai ini dengan prinsip kesetiakawanan yang tertuang dalam Doktrin Panca Bhakti Partai Golkar, di mana salah satunya adalah pemasangan billboard sekarang ini,” ujarnya.
Selain itu, Maman meminta agar pemasangan baliho di tengah situasi pandemi tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, kata dia, Airlangga sudah memerintahkan kader di seluruh Indonesia untuk turun langsung berjuang meringankan beban masyarakat.
Maman menyebutkan partainya telah membuat Yellow Clinic sebagai pusat layanan kesehatan masyarakat. Yellow Clinic memberikan layanan tes polymerase chain reaction (PCR) dengan harga yang rendah. Selain itu, Golkar membagikan bahan pokok, sumbangan obat-obatan, dan mengerahkan anggota fraksi untuk refocusing anggaran. “Agar anggaran di daerah-daerah dialokasikan untuk meringankan beban masyarakat,” ujarnya.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Bambang Wuryanto atau akrab disapa Bambang Pacul, membantah tudingan bahwa pemasangan baliho bergambar Puan Maharani dilakukan untuk kampanye Pemilu 2024. “Ada enggak bentuk kampanye di situ? Kami tidak menyebutkan soal 2024,” kata Bambang.
Menurut Bambang, pemasangan baliho bermula dari pembicaraan dalam rapat pimpinan Fraksi PDIP di DPR. Anggota fraksi menyetujui rencana pemasangan baliho Puan Maharani selama dua bulan sejak Juli hingga September mendatang.
Bambang mengatakan pemasangan baliho tersebut sebagai bentuk kebanggaan bahwa Puan merupakan perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR. “Dari 23 Ketua DPR, baru kali ini. Ini satu-satunya wanita. Kami banggalah. Ini harus dilaksanakan sungguh-sungguh, serentak,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Jawa Tengah ini.
FRISKI RIANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo