Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI pengujung tahun, mari lupakan sejenak politik yang kusut dan ekonomi yang masih butut. Luangkan waktu untuk membuka agenda dan menyusun rencana vakansi. Yolo, kata anak sekarang: You only live once.
Lupakan Lombok atau Pulau Seribu. Kini saatnya mencoba tempat-tempat baru. Lokasi-lokasi yang mungkin membuat Anda merasa capek di jalan, tapi setiba di tujuan Anda akan berkali-kali berdecak: Ya, Tuhan, surga apa yang telah Kauciptakan di sini….
Dalam edisi khusus kali ini, kami memilihkan 100 nirwana wisata yang belum banyak dikunjungi manusia. Karena itu, dengan segala maaf, Lombok dan Bunaken kami keluarkan dari daftar. Juga tempat-tempat yang dengan mudah bisa Anda temukan di Internet atau atas rekomendasi agen perjalanan.
Daftar the hidden paradise itu kami susun dengan saksama. Mula-mula, secara acak, kami mendaftar sejumlah kategori: dari gunung, laut, danau, lokasi sejarah, sampai wisata sport—total diperoleh 12 kategori. Lalu kami mengundang beberapa pakar di bidangnya. Ada Amelia Yunita, penjelajah sungai, salah satu pendiri Arus Liar; Dody Johanjaya, orang pertama yang mendaki Seven Summits Indonesia; Tantyo Bangun, mantan Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia dan aktivis Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia; dan Cahyo Alkantana, Presiden Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia. Kami juga meminta para koresponden yang tersebar di seluruh Nusantara memetakan tempat pelesir yang "baru".
Dari sana, kami mendapatkan lokasi surga-surga dunia itu. Ada Pantai Togean di Sulawesi Tengah yang indah dan romantis. Ada juga nama lama, seperti Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat. Namun kami tidak merekomendasikan dua jalur pendakian yang selama ini umum dipakai: Senaru dan Sembalun. Kami menempuh jalur Torean, yang lebih berat tapi jauh lebih indah—jalur yang hampir tak pernah dilalui pendaki. Bahkan di pusat wisata seperti Bali, kami menemukan aktivitas canyoning—menyusuri sungai, melompat dari air terjun, menuruni tebingnya—yang jarang dinikmati wisatawan lokal.
Tentu ada juga nama-nama lama yang tidak bisa kami hindari, seperti Raja Ampat. Tapi, untuk tujuan wisata utama, kami tetap memprioritaskan tempat yang menawarkan pengalaman tak lazim.
Risiko mengunjungi tempat yang tak biasa seperti itu adalah akses dan sarana yang belum sepenuhnya ramah wisatawan. Salah satunya Kayan Mentarang, hutan di Kalimantan Utara yang hanya bisa dicapai dengan perjalanan empat hari lewat sungai. Logis, karena tempat yang mudah dikunjungi pasti mengundang banyak wisatawan. Liputan kami tentang sulitnya mencapai lokasi diharapkan bisa menggugah pemerintah lokal segera berbenah.
Namun segala keletihan yang dirasakan sepadan dengan pengalaman yang kita dapat. Aspek petualangan, kata Amelia Yunita, "Memang sedang jadi tren di dunia wisata." Studi yang dilakukan George Washington University menunjukkan tren adventure tourism meningkat 65 persen pada tahun ini. "Orang tak hanya ingin berjemur di pantai. Mereka juga ingin berbasah dan berlumpur. Yang mereka cari adalah pengalaman yang berkesan, bukan hanya tempat indah," ujar Amelia.
Pembaca, edisi khusus ini dibuat sebagai panduan untuk Anda berwisata. Juga upaya menggugah: negeri dengan segala onak dan persoalan ini ternyata menyimpan nirwana tak terperi.
TIM EDISI KHUSUS Penanggung Jawab dan Kepala Proyek: Qaris Tajudin Koordinator: Bagja Hidayat, Kurniawan, Nurdin Kalim, Philipus Parera Penulis:Qaris Tajudin (Kayan Mentarang dan Bahau), Bagja Hidayat (Togean), Nurdin Kalim (Rinjani), Kurniawan (Matano), Sandy Indra Pratama (Ratenggaro), Wahyuana Wardoyo (Kwatisore), Heru Triyono (Mentawai), Agoeng Wijaya (Gitgit), Agung Sedayu (Banda Neira), Sunudyantoro (Gua Barat), Seno Joko Suyono (Flores), Philipus Parera, Mahardika Satria Hadi (Bogor), Yuliawati, Riky Ferdianto, Iqbal Muhtarom, Sorta Tobing, Mustafa Silalahi, Cheta Nilawati, Akbar Tri Kurniawan, Retno Dianing Sari, Isma Savitri, Nunuy Nurhayati, Anton Septian, Arif Zulkifli Penyumbang Bahan: Irmawati (Bantimurung), Amar Burase (Ampana), Shinta Maharani dan Aris Andrianto (Kebumen), Febrianti (Padang) Penyunting: Qaris Tajudin, Arif Zulkifli, Hermien Y. Kleden, Nugroho Dewanto, L.R. Baskoro, Elik Susanto, Seno Joko Suyono, Budi Setyarso, Wahyu Dhyatmika, Bina Bektiati, Purwanto Setiadi, Amarzan Loebis, Idrus F. Shahab, Yosrizal Suriaji, Tulus Wijanarko Fotografer: Aditia Noviansyah (Kayan Mentarang dan Bahau), Ratih Purnama Ningsih (Togean), Gunawan Wicaksono (Ratenggaro), Rully Kesuma (Kwatisore), Ayu Ambong (Banda Neira), Nita Dian (Matano), Tommy Satria (Mentawai), Amston Probell (Gua Barat), Wahyu Setiawan (Gitgit), Tony Hartawan (Rinjani) Periset Foto: Ratih Purnama Ningsih, Ijar Karim Digital Imaging: Anindyajati Handaruvitri Desainer: Djunaedi (Koordinator), Agus Darmawan S., Aji Yuliarto, Eko Punto Pambudi, Kendra H. Paramita, Rizal Zulfadli, Robby, Tri Watno Widodo Editor Bahasa: Uu Suhardi, Iyan Bastian, Sapto Nugroho |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo