Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan laporan terbaru TomTom Traffic Index, sebuah lembaga teknologi lokasi, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menempati posisi ke-46 sebagai kota dengan kemacetan tertinggi dari 404 kota di seluruh dunia. Tiga tahun lalu, Kota Jakarta tergolong 10 besar kota macet dunia. Lantas, apa parameter pengukuran kemacetan suatu daerah?
Sebagaimana dijelaskan dalam dspace.uii.ac.id, kemacetan juga bisa didefinisiikan ketika jumlah kendaraan meningkat tetapi kapasitas jalan tetap sehingga waktu tempuh perjalanan menjadi lebih lama. Hal ini membuat kecepatan kendaraan mendekati atau bahkan mencapai 0 km/jam. Kondisi tersebut menyebabkan antrian panjang dari kendaraan.
Pengukuran kemacetan suatu darah dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu tundaan serta perbandingan antara arus, dan kapasitas. Pendekatan tundaan melihat kemacetan sebagai selisih antara kecepatan aktual dan kecepatan arus bebas. Pendekatan selanjutnya yang juga sering dipakai untuk mengukur kemacetan adalah rata-rata waktu yang terbuang tiap kendaraan.
Parameter menentukan daerah alami kemacetan
Sebagaimana dijelaskan dalam artikel jurnal berjudul Traffic Congestion Modelling Based on Origin and Destination edisi 2017, terdapat empat parameter dalam mengukur kemacetan, yaitu kapasitas, kecepatan, waktu perjalanan, dan biaya yang dikeluarkan untuk kemacetan. Lebih spesifik lagi, dilansir dari dspace.uii.ac.id, terdapat 14 parameter tolak ukur kemacetan, yakni:
1. Tingkat pelayan (level of services) jalan
2. Waktu tempuh perjalanan dasar
3. Indeks waktu tempuh perjalanan
4. Presentase waktu tempeh perjalanan dalam kondisi macet
5. Waktu tempuh perjalanan kondisi arus bebas dua kondisi
6. Analisa biaya manfaat (Benefit Cost Rstio/BCR)
7. Tundaan rata-rata tahunan
8. Tundaan tahunan perkapita
9. Tundaan tahunan per pengguna jalan
10. Rata-rata kecepatan lalu lintas
11. Rata-rata waktu tempuh perjalanan
12. Rata-rata waktu tempuh per kapita
Sementara itu, dikutip dari dspace.uii.ac.id, terdapat tiga jenis kemacetan, yakni recurrent congestion, non-reccurent congestion, dan pre-congestion atau borde line congestion. Pertama, recurrent congestion, sesuai dengan namanya, kemacetan ini berlangsung secara terus menerus. Kedua non-recurrent merupakan kemacetan yang disebabkan suatu insiden, misal kecelakaan.
Ketiga, pre-congestion adalah kemacetan yang berlangsung ketika kecepatan aktual kendaraan lebih rendah dibandingkan kecepatan arus bebas. Hal tersebut bisa menyebabkan kerugian bagi pengguna jalan, baik bahan bakar, waktu, dan pencemaran lingkungan.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Pernah 10 Besar Kota Termacet Kini Jakarta Urutan 46, ini 14 Indeks Ukurannya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini