Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengkritik kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengadakan sayembara revitalisasi Monas. Imbas tak ada masukan tersebut, menurut dia, proyek itu membuat ratusan pohon di kawasan Monas ditebang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sayembara publik dan didanai publik, tapi baik proses maupun hasilnya tidak ada publik di situ," ujar Elisa saat dihubungi Tempo, Minggu, 19 Desember 2019
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Elisa mengatakan saat Pemprov DKI membuat sayembara desain revitalisasi Monas, masyarakat seperti tak dilibatkan untuk memberi masukan kepada para desain revitalisasi para finalis. Bahkan, menurut dia, banyak masyarakat yang tak tahu soal rencana revitalisasi monumen itu.
"Seharusnya ada platform atau tempat di mana publik bisa melihat karyanya (finalis dan pemenang desain revitalisasi Monas)," kata dia.
Dalam revitalisasi itu, sejumlah fasilitas publik akan dibangun di kawasan Monas. Selama proses pembangunan, pengelola menjanjikan para pengunjung tetap bisa memanfaatkan ruang publik yang disebut plaza untuk upacara, parade, bahkan pementasan seni. Hiburan lainnya ialah atraksi kolam air pada malam hari yang memanfaatkan teknologi pencahayaan.
Selain Rujak Center, upaya revitalisasi Monas juga mendapat kritik dari Koalisi Pejalan Kaki. Mereka mengkritik keras proses pembangunan yang mengorbankan ratusan pohon.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, mengatakan Pemerintah DKI Jakarta tidak harus menebang pohon untuk menjalankan program pembangunan. Menurut dia ada cara lain yang bisa dilakukan tanpa menebang, yakni dengan memindahkan atau merelokasi pohon ke tempat lain.
"Pemerintah DKI punya kemampuan untuk itu. Kalau pun tidak punya kemampuan, DKI punya kemampuan untuk membeli alat-alat yang bisa memindahkan pohon, kan anggaran pemerintahnya besar," kata Alfred.