Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Ambon - Aparat gabungan dari Kodam XVI Pattimura dan Kepolisian Daerah Maluku menggelar simulasi pengamanan pemilu serta apel gelar pasukan di lapangan Merdeka Ambon, Kamis, 7 Februari 2019. Sebanyak 3.200 personel gabungan dari TNI, Polri, dan pemerintah daerah dilibatkan dalam kegiatan simulasi tersebut.
Baca juga: Sekjen PDIP Tantang Golkar Kalahkan Gerindra di Pemilu Legislatif
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kali ini, skenario yang disimulasikan adalah pengamanan keributan massa pendukung pasangan calon karena tidak terima hasil keputusan pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI Marga Taufiq mengatakan, apel gelar pasukan dilaksanakan untuk menyelaraskan koordinasi antara TNI, Polri dan Pemda dalam rangka pengamanan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden 2019 yang digelar serentak. Selain itu, simulasi ini juga bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan agar dapat mengantisipasi setiap kecenderungan perkembangan situasi yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan, dan merusak jalannya proses pesta demokrasi.
"Kegiatan ini merupakan rangkaian kesiapan kita dalam menghadapi pemilu nanti, kegiatan ini hanya simulasi yang tidak diharapkan terjadi," katanya.
Seusai apel gelar pasukan, Pangdam bersama Danlanud Pattimura Kolonel Pnb Antariksa Anondo, Danlantamal IX/Ambon Laksma TNI Antongan Simatupang, Kapolda Maluku Irjen Pol Royke Lumowa dan Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Pembangunan dan Perekonomian Roni Tairas meninjau kesiapan personel dan Ranpur/Randis yang digunakan pada simulasi pengamanan Pemilu 2019.
Simulasi pemilu diikuti ratusan orang yang bertindak sebagai massa, sebagian merupakan Aparat Pengendali Massa (Dalmas). Dalam simulasi tersebut, sejumlah kelompok tidak puas dengan hasil pemilu di daerahnya, kemudian melakukan aksi protes hingga terjadi bentrokan antarwarga dan pendukung parpol. Dalam bentrokan tersebut, sejumlah TPS dirusak, terjadi pembakaran dan pelemparan batu hingga tindakan anarkis.
Terdapat tiga tingkatan kondisi skenario yang menentukan pengamanan yakni aman, agak rawan, dan rawan. Di tahap awal, diusahakan negosiasi oleh Babinsa dan Babinkamtibmas. Jika situasi mulai memanas, satuan Dalmas (Shabara) akan diturunkan. Ketika situasi sudah memasuki tahap rawan, giliran anggota gabungan TNI-Polri yang dikerahkan. Gas air mata dan kendaraan water cannon juga mulai digunakan untuk menenangkan massa.
Tembakan water cannon diarahkan kepada massa yang anarkis. Setelah itu, aparat membawa korban yang terluka dan meninggal dengan ambulans ke rumah sakit.
Baca: Taj Yasin: Mahasiswa Harus Ikut Redam Konflik Jelang Pemilu 2019
Setelah itu diadakan mediasi oleh Dandim 1504/Ambon Letkol Inf Fendri dan Kapolres Pulau Ambon P.P Lease AKBP Sutrisno Hadi Santoso. Akhir dari simulasi pengamanan pemilu adalah massa dapat diredam dan kondisi kembali kondusif. Setelah diberikan arahan agar tidak terprovokasi, masyarakat dan pendukung parpol membubarkan diri kembali menuju rumah masing-masing.