Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

4 Perempuan Peneliti Raih L'Oreal-UNESCO FOR WOMEN IN SCIENCE 2022

L'Oreal-UNESCO For Women in Science yang bertekad untuk mendorong dan membantu lebih banyak perempuan peneliti

12 November 2022 | 18.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Empat perempuan peneliti berhasil memenangkan L'Oreal-UESCO for Women in Science 2022. Mereka adalah Novalia Pishesha, Ph.D. (Harvard University), Nurhasni Hasan, Ph.D.,Apt (Universitas Hasanuddin), Rindia Maharani Putri, Ph.D. (Insitut Teknologi Bandung) dan Anastasia Wheni Indrianingsih,Ph.D. (Badan Riset dan Inovasi Nasional), mendapat pendanaan riset senilai Rp 100 juta.

Sembilan jajaran juri L'Oreal-UNESCO For Women in Science tahun ini merupakan guru besar dari berbagai universitas dan institusi ternama. “Dewan juri telah melakukan proses penilaian yang ketat untuk menilai proposal peserta. Beberapa aspek yang penting adalah metode rumusan penelitian, kebaruan serta manfaat yang bisa dihadirkan. Tahun ini, penelitian pemenang berfokus pada bidang kesehatan, pangan dan industri,” kata Endang Sukara, Ketua Dewan Juri L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2022, dalam siaran pers.

Berikut ini penelitian keempat perempuan peneliti yang dianugerahkan gelar L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2022 National Fellows.

1. Novalia Pishesha, peneliti dari Harvard Medical School, Harvard University

Novalia berusaha untuk mengurangi angka kematian Malaria, dengan memanfaatkan nanobody atau VHH dari Camelid family. Untuk menguji efikasinya, penelitian medis akan dilakukan.

2. Nurhasni Hasan, dosen dan peneliti dari Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin

Nurhasni, melalui penelitiannya, ingin memberikan pilihan baru pengobatan kanker paru-paru. Hal ini ia lakukan dengan mensintesis antikanker berbasis nitric oxide yang dikombinasikan dengan senyawa antikanker dari bahan alam dan menggunakan smart novel system dengan bentuk inhalasi sederhana. Dia berharap penelitiannya dapat meningkatkan efisiensi pengobatan dan mengatasi berbagai kekurangan dari terapi konvensional pengobatan kanker. 

3. Rindia Maharani Putri, peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung

Rindia memanfaatkan cangkang biosilika dari mikroalga jenis Diatom sebagai drug delivery untuk obat-obatan seperti insulin. Diatom memiliki dinding sel yang dapat memproteksi obat yang dienkapsulasi dalam porinya dan meningkatkan permeasi ke sel. Namun, saat ini penelitian mengenai manfaat dinding sel tersebut masih terbatas.

4. Anastasia Wheni Indrianingsih, peneliti dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional 

Anastasia merancang adsorben pad agar masa simpan makanan segar dapat lebih panjang. Adsorben pad yang ia buat terbuat dari bahan bioselulosa, nanopartikel perak dan ekstrak bunga telang yang memiliki sifat antibakteri dan antioksidan. Untuk mencapai tujuannya, ia melakukan karakterisasi kimia, fisika, dan aktivitas uji antibakteri pada proses pembuatan adsorben pad.

Banyak perempuan peneliti dengan kemampuan luar biasa berada di garis depan penelitian, melalui program For Women in Science, namun tetap masih ada kesenjangan gender global yang signifikan di semua bidang ilmiah. Pada 2021, UNESCO mencatat bahwa persentase perempuan peneliti di dunia hanyalah 33,3 persen. Sementara di Indonesia, menurut Survei Angkatan Kerja Nasional 2020, hanya 3 dari 10 perempuan Indonesia yang berkarir di bidang sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM). 

Menurut Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Itje Chodidjah, minimnya jumlah perempuan peneliti di Indonesia salah satunya disebabkan oleh penurunan jumlah perempuan yang menempuh pendidikan tinggi. Data Statistik Pendidikan Tinggi 2020 Kemendikbud mencatat bahwa jumlah perempuan yang menempuh pendidikan tinggi terus menurun signifikan pada setiap jenjang.

Jumlah mahasiswi Strata 1 adalah 897.731, Strata 2 60.906 dan tersisa 5.245 mahasiswi pada jenjang Strata 3. "Dengan kata lain, drop rate jumlah mahasiswi dari Strata 1 ke Strata 3 adalah sekitar 99,4 persen. Oleh karena itu kita perlu memupuk minat generasi muda sedini mungkin,” ujar Itje dalam keterangan pers.

Perempuan yang berkarir di dunia sains pun masih menghadapi berbagai rintangan seperti gender bias, diskriminasi hingga kekerasan seksual yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun semua hal itu tidak menghentikan para perempuan peneliti untuk terus membuktikan peranan penting mereka dalam berbagai bidang penelitian. 

Sebab itu, membutuhkan upaya kolaborasi yang harus dilakukan untuk melawan penurunan partisipasi perempuan muda dalam menekuni dan berkarir di dunia sains. Hal ini bisa dimulai dengan mempromosikan pendalaman pendidikan sains bagi perempuan di jenjang pendidikan dasar dan menengah, kemudian mendorong mereka untuk melanjutkan karir di bidang penelitian dengan menghadirkan jenjang karir yang inklusif, menciptakan lingkungan kerja yang bebas kekerasan, memberikan apresiasi, publikasi, pendanaan yang setara, dan memberikan ruang suara bagi perempuan peneliti sehingga mereka bisa mendapatkan pengakuan yang setara atas prestasinya. 

Langkah-langkah itu sejalan dengan misi L'Oreal-UNESCO For Women in Science yang bertekad untuk mendorong dan membantu lebih banyak perempuan muda menekuni dan berkarir di bidang sains, mengapresiasi dan mendukung kontribusi para perempuan peneliti agar penurunan ini bisa dihentikan. Karena dunia membutuhkan sains dan sains membutuhkan perempuan.

Fikri Alhabsie, Corporate Responsibility Director, L'Oreal Indonesia, menambahkan, sejak 2004, L'Oreal Indonesia juga telah bermitra dengan KNIU dan berbagai asosiasi serta komunitas ilmiah untuk mendukung lebih banyak lagi perempuan peneliti berprestasi agar dapat ikut serta secara setara dalam memecahkan berbagai permasalahan, khususnya yang terjadi di Indonesia.

Program L'Oreal-UNESCO For Women in Science dirancang ntuk turut mewujudkan dunia sains yang lebih adil melalui ajang penghargaan dan pendanaan, mendukung terbentuknya pengadaan komunitas dan kolaborasi sains di dalam dan luar negeri, mencetak role-model melalui program pelatihan kepemimpinan, serta mempersiapkan lebih banyak lagi perempuan peneliti kita untuk mewakili Indonesia di tingkat internasional.

"Hingga tahun ini, kita telah memberikan penghargaan kepada 67 perempuan peneliti Indonesia dan lima di antaranya telah memenangkan penghargaan di tingkat internasional. Mari kita dukung perempuan peneliti yang ingin mengejar mimpi dan karir ilmiah karena dunia membutuhkan sains dan sains membutuhkan perempuan. Together, let’s stop the drop!” tandas Fikri.

Baca juga: 4 Perempuan Peneliti Raih Penghargaan L'Oreal - UNESCO FWIS 2019

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus