Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

54 Usaha Ilegal Diduga Buang Limbah ke Sungai Cileungsi

Dinas Lingkungan Hidup dinilai tak kompeten.

25 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Dinas Lingkungan Hidup dinilai tak kompeten.
material-symbols:fullscreenPerbesar
Dinas Lingkungan Hidup dinilai tak kompeten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

BOGOR - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya menemukan 54 perusahaan tanpa izin alias ilegal di bantaran Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor, yang diduga membuang limbah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Ada yang tidak punya izin lingkungan, tidak punya izin pengolahan limbah," kata Kepala Ombudsman Teguh Nugroho kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Teguh menjelaskan, 54 perusahaan pembuang limbah itu berasal dari berbagai sektor usaha, dari binatu, makanan, hingga pabrik. Temuan tersebut didapati ketika Ombudsman melakukan inspeksi mendadak pada Selasa lalu untuk melanjutkan penyelidikan mengenai penyebab pencemaran Sungai Cileungsi. Di antara 54 usaha tersebut, menurut dia, termasuk pabrik PT AIP yang pernah disegel tapi masih beroperasi.

Dia menuturkan, Ombudsman juga mendapati sejumlah pabrik yang lengkap perizinannya namun sudah kedaluwarsa, yaitu PT Kahaptex dan PT First On Time Sea Food. "Dengan temuan ini, kami menilai Dinas Lingkungan Hidup tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk melakukan pengawasan," ucap Teguh.

Ketika dimintai konfirmasi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Pandji Ksyatriadji enggan berkomentar banyak mengenai temuan Ombudsman. Tapi dia membenarkan bahwa Ombudsman telah melakukan kunjungan ke Sungai Cileungsi pada Selasa lalu. "Juga mampir ke kantor untuk evaluasi semuanya, apakah semuanya sudah berjalan sesuai aturan," kata Pandji, kemarin.

Menurut Teguh, selain 54 perusahaan di bantaran Sungai Ciliwung, masih ada sekitar 2.000 perusahaan di Kabupaten Bogor. Tapi Dinas Lingkungan Hidup tidak memiliki perangkat pengawas untuk menyelidiki kasus-kasus kejahatan lingkungan, seperti pencemaran sungai. Postur anggaran pengawasan juga sangat kecil dalam manajemen keuangan perizinan di Kabupaten Bogor.

"Harusnya ada alokasi dana dari pajak pengelolaan lingkungan untuk membiayai dan mendidik pegawai Dinas menjadi penyidik di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup," katanya.

Seharusnya, Teguh menjelaskan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berperan turut mencermati kelemahan di Kabupaten Bogor yang tidak mampu mengawasi ribuan perusahaan. Dia berharap setidaknya Dinas dibantu menyediakan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) agar bisa mengawasi dan menyelidiki kejahatan lingkungan.

Ombudsman melihat, berdasarkan hasil pemeriksaan, Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup tidak tanggap atas ketidakmampuan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. Pengawasan lingkungan justru diserahkan kepada dinas yang tak kompeten. Teguh pun mengatakan, Ombudsman akan mengambil sikap, termasuk penerapan sanksi, setelah laporan akhir hasil penyelidikan (LAHP) rampung disusun.

Teguh mendorong keterlibatan kepolisian dalam menindak perusahaan-perusahaan yang membuang limbah ke Sungai Cileungsi, baik yang tak memiliki izin maupun yang izinnya kedaluwarsa tapi tetap membuang limbah meski sudah disegel. ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | JOBPIE SUGIHARTO


Hasil Sidak Sungai Cileungsi

Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kabupaten Bogor pada Selasa lalu untuk menyelidiki penyebab pencemaran Sungai Cileungsi. Kepala Ombudsman, Teguh Nugroho, mengatakan ditemukan sejumlah fakta menarik di lapangan.

Berikut ini fakta temuan Ombudsman:
- Di Kabupaten Bogor terdapat sekitar 2.000 perusahaan, tapi pemerintah daerah tidak mengalokasikan anggaran yang cukup untuk program pengawasan lingkungan.
- Ombudsman menduga Dinas Lingkungan Hidup membiarkan pencemaran di Sungai Cileungsi karena tak memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH).
- Sebanyak 54 perusahaan yang beroperasi di bantaran Sungai Cileungsi tidak memiliki izin lingkungan dan izin pengelolaan limbah.
- Perusahaan-perusahaan itu membuang limbahnya langsung ke sungai.
- Dinas Lingkungan mengakui lalai dalam pengawasan.
- Untuk sementara, Pemerintah Kabupaten memanfaatkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk melakukan pengawasan sebelum ada PPNS dan PPLH.

SUMBER: OMBUDSMAN RI PERWAKILAN JAKARTA RAYA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus