JAKARTA sudah siap memperkenalkan rumah susun alias flat.
Beberapa bangunan bertingkat 4, berdinding dan berlangit-langit
beton, saat ini telah berdiri di Kebon Kacang, Jakarta Pusat.
Dan akhir bulan ini, rumah-rumah susun itu siap menerima calon
penghuni.
Berdiri di atas tanah seluas 4 hektar rumah susun buatan
Perumnas itu direncanakan akan terdiri dari 60 blok-tiap blok
terdiri dari 16 unit. Dan tiap unit yang disediakan untuk satu
keluarga berukuran 36 mÿFD -- terdiri dari 2 kamar tidur, ruang
tamu, dapur, kamar mandi ditambah tempat menjemur pakaian,
dilengkapi listrik 450 wat, air ledeng dan instalasi gas.
Menurut Kepala Urusan Pembangunan Proyek Perumnas Jakarta,
Kelana Asikin, rumah susun itu akan dilengkapi pula dengan
taman, tempat parkir dan penitipan kendaraan, berikut ruang
serba guna -- misalnya untuk pertemuan warga flat. Sebegitu
jauh, sudah adakah yang berminat tinggal di situ? "Setelah
bangunan berdiri, rata-rata 10 orang tiap hari datang menanyakan
syarat-syarat tinggal di sini," jawab Humas Perumnas, Drs.
Wihara Gumelar. Mereka terdiri dari berbagai golongan masyarakat
pedagang, ABRI dan pegawai negeri sipil.
Biro Konsultasi
Syarat-syarat penghunian rumah susun itu sendiri baru akan
diumumkan akhir Oktober ini. Yang jelas, kata Menteri Muda
Urusan Perumahan Rakyat Cosmas Batubara, sewa cicil bagi tiap
unit diperkirakan Rp 40.000 sebulan. Jika dihitung, bahwa sewa
rumah-rumah Perumnas umumnya ditetapkan 30% dari jumlah
penghasilan si penghuni tiap bulan, diperkirakan hanya mereka
yang berpenghasilan sekitar Rp 120.000 tiap bulan yang mampu
menempati rumah susun itu.
Dengan perkiraan sewa sebesar itu, sudah pasti bahwa rumah susun
itu belum mungkin dihuni oleh warga Jakarta yang berpenghasilan
rendah -- apalagi mereka yang tergolong tak mampu. Cosmas
mengakui hal itu, dengan tak lupa menambahkan, bahwa gagasan
untuk mendirikan flat-flat bagi mereka yang tak mampu memang
ada. Ia menunjuk warga kota yang kini masih tinggal di
rumah-rumah gubuk atau rumah-rumah petak yang reot dengan
lingkungan yang tak sehat. Untuk mereka itu, kata Cosmas, suatu
saat nanti pemerintah akan meminta agar di areal rumah-rumah
gubuk itu dibangun flat untuk mereka yang sekarang menghuninya
dengan sewa semurah mungkin. "Untuk itu harus ditumbuhkan dulu
kesadaran mereka untuk hidup sehat," tambah Cosmas.
Tapi lebih penting dari itu, menurut Menmud Urusan Perumahan
Rakyat itu pada akhirnya nanti perluasan kota dengan membuat
rumah-rumah sederhana di pinggiran Jakarta seperti di Depok
Klender, Bekasi dan Tangerang, harus dihentikan. Sebab perluasan
itu akhirnya akan mengganggu keseimbangan lingkungan hidup:
tanah pertanian berkurang, resapan air ke dalam tanah berkurang
dan banjir makin sulit dikendalikan. Karena itu mendirikan
rumah-rumah susun harus dimulai dari sekarang.
Cosmas mengakui memang mungkin timbul problem sosial maupun
kejiwaan di kalangan penghuni rumah susun -- seperti terjadi di
Hongkong dan Singapura. "Dengan fat di Kebon Kacang itu kami
masih belajar tentang masalah pembangunannya," kata Cosmas, "aki
bat sampingan penghuniannya kami pelajari untuk diperbaiki pada
tahap berikutnya. "
Ia juga menyadari, para penghuni flat tak mungkin misalnya
membuat warung sebagaimana yang dapat dilakukan bila mereka
tinggal di rumah-rumah biasa. Tetapi, menurut Menmud Urusan
Perumahan Rakyat itu, segi positif tinggal di rumah susun dapat
dipelajari juga dari Hongkong maupun Singapura. Di kedua negeri
itu, katanya, para penghuni flat dapat mengembangkan industri
rumah tangga. Sedangkan masalah lain yang mungkin timbul di
antara sesama penghuni, tambah Cosmas, dapat dipecahkan dengan
membentuk satu biro konsultasi di lingkungan mereka. "Jika
negara lain dapat mengatasi berbagai problem itu, mengapa kita
tidak," kata Cosmas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini