Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sengkarut lahan di lahan Hak Guna Garap di wilayah Megamendung tengah menghangat karena adu klaim dua pengelola, yakni PT Perkebunan Nusantara atau PTPN yang mengaku pemegang sertifikat HGU sejak 2008 dan penggarap lokal yang mengaku sudah bercocok tanam sejak 1991.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun siapa yang tahu jika di lahan yang sudah di nasionalisasi pada 1958 oleh Pemerintah RI, terdapat kuburan tentara Nazi Jerman dan juga terdapat Arca peninggalan Pajajaran. "Tidak ada yang tahu sejak kapan, tapi tiap tahun suka ramai didatangi orang-orang Jerman," kata Iwan Mulyana di Megamendung, Bogor, Rabu, 3 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iwan mengatakan kuburan tentara Nazi yang terkenal oleh warga dengan sebutan makam Jerman itu terletak di kaki gunung Pangrango, Desa Sukaresmi, Megamendung. Ada sepuluh kuburan dengan lambang khas Nazi di setiap kubur, dua makam besar terletak di sebelah barat.
Lalu tujuh diantaranya terletak di tengah lokasi lahan kuburan, terakhir satu kuburan terletak di lahan paling atas dengan diapit dua arca patung Ganesha.
"Konon katanya dua makam itu pasukan Jerman yang meninggal, karena di pintu masuknya ada Tugu bertuliskan Deutscher Soldatenfriedhof artinya Tugu Peringatan Untuk Menghormati prajurit Jerman yang gugur," kata Iwan.
Warga lainnya, Agus Mawardi, mengatakan bahwa pemakaman tersebut ada sejak masa Kemerdekaan Indonesia. Namun ihwal adanya pekuburan tentara Nazi di wilayahnya, karena pada tahun 1926 silam ada dua orang Jerman yang membeli lahan di sana untuk perkebunan teh.
Kemudian bersama tentara Jepang pada tahun 1942-1944, orang-orang Jerman itu mengelola perkebunan dan hasilnya dibawa ke negara mereka. "Terus kata orang tua, saat itu kan perang dengan Belanda kembali terjadi dan perkebunan ini diserang, mereka itu pada meninggal di sini," kata Agus.
Saat dikonfirmasi perihal sengkarut lahan HGU di Megamendung dan sekitarnya, kuasa hukum PTPN VIII Ikbar Firdaus, mengatakan memang kepengelolaan atau sertifikat HGU atas nama PTPN baru ada sejak Pemerintah Indonesia menasionalisasi semua aset milik perusahaan Penjajah Belanda dan Negara lainnya pada 1958. "Asal usul riwayat tanah itu tidak tahu, namun PTPN mengelola lahan HGU itu sejak Pemerintah menasionalisasi lahan bekas jajahan," kata Ikbar.