Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menangkap tiga remaja yang hendak bergabung dalam demonstrasi kawal putusan MK (Mahkamah Konstitusi) di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis sore, 22 Agustus 2024. Tiga remaja itu langsung diboyong ke bawah jalan layang atau flyover Jalan Gatot Subroto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pantauan Tempo, ketiga remaja itu ditangkap sejumlah polisi dan langsung diborgol. "Baji**an kau! Pakai bawa-bawa bambu. Kau kira polisi takut?" kata seorang polisi kepada tiga remaja tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Flyover ini berada sekitar 50 meter dari kawasan Gedung Jakarta Convention Center (JCC) yang menjadi titik konsentrasi anggota polisi dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menghalau pedemo. Flyover itu juga hanya Tepat di atas jembatan ini tergantung sebuah spanduk bertulisan "Pancasila untuk Demokrasi".
Ketiga remaja itu mengaku ditangkap polisi saat melintas di bawah Simpang Semanggi. Mereka menyatakan langsung ditabrak oleh polisi tanpa ada aba-aba. "Kita belum sampai di sini, langsung ditabrak sama Polisi Perintis yang pakai motor trail di kolong Semanggi," kata SR, salah satu remaja tersebut kepada Tempo.
Saat diintrogasi anggota polisi, SR mengaku masih duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Sementara dua rekan SR, MR dan RI menyatakan baru lulus dari SMK tahun ini. Keduanya berbeda sekolah dengan Septian. "Saya sudah lulus, Pak. Sekolah di SMK Bhayangkari," tutur RI.
Saat diinterogasi, SR mengaku tinggal di RT 03 RW 04, Mampang. Walau berbeda sekolah, ketiganya mengaku saling mengenal. "Kami tinggal satu kompleks, tapi beda RT," ujar SR, menjawab polisi yang menanyakan nama sekolah tiga remaja itu.
Polisi memborgol tangan MR dan RI dengan satu borgol sementara SR diborgol secara terpisah. Ketiganya pun mendapatkan interogasi tak hanya dari satu polisi. Silih berganti sejumlah anggota polisi menanyakan ketiga remaja ini termasuk memeriksa isi ponsel dan dompet. "Coba buka kuncinya," kata seorang polisi sembari menghadapkan layar ponsel ke wajah SR.
Tempo melihat polisi itu mengutak-atik ponsel SR. Polisi pun membuka akun WhatsApp SR itu. "Pasti ada WA-nya. Buka! Apa WA-nya," kata seorang anggota polisi lain yang duduk berjongkok di depan tiga remaja itu kepada rekan lainnya.
Satu anggota polisi lain meminta tiga remaja ini mengeluarkan kartu pelajar mereka. Kartu itu dijejalkan di atas sebuah meja. Seorang anggota polisi lalu lintas memaksa mereka untuk menyebutkan siapa yang mendanai mereka agar ikut demonstrasi kawal putusan MK itu. "Tidak ada, Pak," kata ketiga remaja itu serempak.
"Ngaku! Enggak mungkin enggak dapat duit," kata anggota lalu lintas ini, menimpali.
Ketiga remaja itu tetap dalam posisi menundukan kepala. Pun tak ada yang mengejutkan dari isi ponsel milik Septian yang diperiksa polisi. Saat itu, suasana semakin riuh. Polisi terus menembakan gas air mata saat terjadi gesekan dengan massa aksi.
Satu polisi lain berpindah dari kelompoknya yang berseragam lengkap sembari menenteng tameng. Dia mendekati ketiga remaja ini yang duduk bersila di tanah. Dia mengeluarkan dua batang rokok dan memberinya ke tangan RI. "Enggak usah, Pak," tutur RI. Hanya dalam beberapa menit, asap rokok mengepul di atas kepala katiga remaja ini.
Riuh massa demo putusan MK. Mereka saling bersorak dengan polisi. Tak lama polisi membalas dengan menembakan gas air mata. Raut tiga remaja ini tampak lesu melihat suasana itu. "Bang, bisa bantu nego enggak sama polisi biar kami dilepas," tutur RI kepada Tempo dalam suasana riuh bunyi tembakan gas air mata yang terus bersahutan.
Demonstrasi kawal putusan MK hari ini digelar untuk membatalkan rapat paripurna DPR. Lembaga legislatif itu awalnya akan menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada. Revisi tersebut kontroversial karena DPR tak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi soal ambang batas usia calon gubernur dan ambang batas dukungan dari partai polisik.