TANAH bekas proyek Pusat Pertokoan Sarinah seluas 10.250 M2 di
kompleks Lapangan Pancasila (Simpanglima), selama ini tampak
dibiarkan mubazir. Agar tak terus-terusan begitu, pemerintah
setempat mulai Mei ini mengisinya dengan pertokoan dan
perkantoran serta perumahan. Meski selama ini lapangan kosong
tersebut sesekali dipakai buat bermain bola volley, tentulah
lebih menguntungkan bila dipakai buat kegiatan perdagangan dan
pemukiman.
Teringat pada orang kecil bernama Sarinah, pembangunan di bekas
proyek pusat pertokoan yang memakai nama tersebut, kabarnya akan
lebih diarahkan pada kepentingan pedagang bermodal lemah. Yaitu
dengan membangun pertokoan berharga di bawah Rp 2 juta dan
dengan sistim pembayaran secara mengangsur. Toko-toko tersebut
luasnya mulai 3 x 4 M sampai 8 x 12 M Banyaknya 94 petak.
Sedangkan bangunan rumahnya berukuran 4 x 14 M dan 6 x 18 M.
Seluruhnya bertingkat dan jumlahnya 25 rumah. Letak pertokoan
dan perkantoran tersebut akan menghadap ke arah lapangan
Pancasila, seperti halnya GOR (Gedung Olah Raga) dan mesjid,
yang lama sebelumnya bertengger di sana. Sedang perumahan akan
menghadap ke daerah Erlangga. Hingga tak akan tampak dari
lapangan Pancasila.
Tentunya rencana ini tak lepas dari impian pemerintah setempat
menjadikan Semarang sebagai kota raya. Hingga selain
mempersiapkan bangunan-bangunan yang akan mendekam di samping
bioskop Gajahmada itu, sebuah BalaiKota tampaknya perlu
diadakan. Karena selama ini bangunan yang layak disebut begitu
belum dipunyai Semarang. Tapi di mana? Terpaksalah Pemda Kodya
Semarang dan pemborongnya menggusur kompleks Taman Bunga yang
telah lama mendekam dekat GOR. Gedung ini harus jadi kebanggaan
warga kota, seperti halnya GOR yang selain jadi milik warga
Semarang juga kebanggaan rakyat Jawa Tengah. Karena itu nantinya
gedung itu akan memiliki peralatan mutakhir. Antara lain tempat
duduk buat sedikitnya 2000 pengunjung, seperangkat gamelan Jawa
dan lain-lain.
Apakah dengan begitu gedung tersebut akan bersifat komersil
seperti juga GOR selama ini--yang misalnya untuk bermain
bulutangkis saja harus menyewa Rp 500 per jam? Dirut CV Bambu
pemborongnya Bambang Widitomo tak berkomentar. Mungkin menunggu
selesainya, 1 Mei 1977. Bersamaan dengan proyek pertokoan dan
perumahan tadi.
Tapi sementara itu, sudahkah terbayang oleh Walikota bagaimana
caranya pergi ke kantor di musim hujan? Sebab daerah Simpanglima
dan sekitarnya, cukup tersohor sebagai "baskom" penampung banjir
dari daerah perbukitan Candi (Semarang Atas) yang lebih tinggi.
Malah setelah Simpanglima yang dulu daerah sawah itu diuruk dan
dijadikan lapangan upacara yang dikepung gedung-gedung jangkung,
genangan air di sekitar Simpanglima tambah kronis!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini