Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DATANG ke rumah dinas Menteri Ketenagakerjaan bakda salat Jumat, 6 Januari lalu, Mirah Sumirat kecewa tak bisa mengungkapkan unek-uneknya tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja. Waktu tanya-jawab yang disediakan sahibulbait, Ida Fauziyah, teramat singkat. “Saya tak diberi kesempatan berbicara,” kata Mirah kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ida mengundang perwakilan organisasi buruh dan asosiasi pengusaha sehari sebelumnya. Meski acara itu bertajuk silaturahmi awal tahun bersama Menteri Ketenagakerjaan, bisa ditebak persamuhan yang berlangsung selama dua jam itu bertujuan membahas Perpu Cipta Kerja. Satu pekan sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken perpu tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Mirah, selama sekitar satu jam Ida menjelaskan Perpu Cipta Kerja. Ida mengklaim perpu itu menjawab putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada November 2021. Meminta buruh dan pengusaha menerima aturan itu, Ida berjanji melibatkan mereka dalam pembuatan aturan turunan Perpu Cipta Kerja.
Setelah itu, giliran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Indah Anggoro Putri bercakap sekitar setengah jam. Lantas, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani memberikan masukan. Barulah sisa waktu digunakan untuk tanya-jawab dengan kelompok buruh. Tak ada kesimpulan dicapai dalam pertemuan tersebut.
Kalangan buruh dikejutkan oleh perpu yang tiba-tiba diterbitkan Presiden. Nyaris tak ada perubahan di perpu itu yang menguntungkan pekerja. Mirah mencontohkan, masih ada pengaturan tenaga alih daya atau outsourcing. “Tak ada kepastian juga soal kenaikan upah untuk buruh,” ujarnya. Mirah mengaku organisasinya tak dilibatkan dalam penyusunan Perpu Cipta Kerja.
Berbeda dengan Mirah, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal diundang ke Istana pada pertengahan Oktober 2022. Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid juga hadir. Pokok pembahasannya adalah revisi Undang-Undang Cipta Kerja.
Kepada Tempo, Andi dan Said bercerita bahwa mereka mengajukan draf setebal 28 halaman kepada Jokowi. Isinya adalah berbagai masalah yang telah dibahas bersama dengan Kadin selama sekitar lima bulan. Ada juga sejumlah rekomendasi yang telah disepakati dengan pengusaha, seperti upah minimum, pemutusan hubungan kerja, dan pesangon.
Menurut Andi, Presiden menyatakan akan membahas masukan dari buruh dan pengusaha. “Seharusnya Januari 2023 kami mulai memfinalisasi draf,” kata Andi. Sedangkan Said meminta Jokowi menerbitkan perpu agar berbagai substansi yang menguntungkan buruh bisa segera dilaksanakan. Adapun Arsjad Rasjid tak merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo.
Setelah perpu terbit, Andi dan Said sama-sama gigit jari. Sempat mengapresiasi perpu yang diteken Jokowi, Said lalu kecele lantaran substansinya tak memenuhi tuntutan buruh. “Kami merasa dibohongi,” ujarnya. Pada 3 Januari lalu, seusai rapat virtual dengan anggota KSPI, Said menyatakan buruh akan berunjuk rasa dan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat agar menolak Perpu Cipta Kerja.
Lima hari setelah Perpu Cipta Kerja terbit, atau pada Rabu, 4 Januari lalu, KSPSI kubu Jumhur Hidayat menggelar rapat di markas mereka di Jakarta Selatan. Sebanyak 20 pemimpin organisasi yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh merencanakan unjuk rasa. Mereka juga mendesak DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki perpu itu.
Meski fraksi pendukung pemerintah mendominasi suara di DPR, Aliansi tetap berharap Dewan akan memperhatikan suara mereka. “Kami tak yakin seratus persen ke anggota DPR, tapi kami berharap mereka mendengar,” tutur Ketua Gabungan Serikat Buruh Indonesia Rudi Hartono.
Di sela-sela memimpin rapat aliansi buruh, Jumhur Hidayat menebar pesan pendek ke sejumlah tokoh untuk bergabung dalam pernyataan aksi menolak perpu. Pesan itu ia layangkan ke Direktur Lokataru Haris Azhar dan ahli hukum tata negara Refly Harun. Juga ke perwakilan organisasi, seperti Greenpeace dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
“Kami minta tolong agar mereka ikut hadir,” kata Jumhur. Sehari kemudian, mereka menggelar demonstrasi di depan gedung DPR. Aksi itu diikuti sekitar 50 orang selama dua jam. “Kami punya kesamaan pemikiran soal perpu. Inisiatifnya bukan dari kelompok tenaga kerja,” ucap Haris Azhar, yang ikut berorasi dalam demonstrasi itu.
Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur menilai pemerintah mengada-ada soal alasan kegentingan penerbitan perpu. “Kegentingan memaksa itu kalau Rusia mengirim rudal ke Indonesia,” ujarnya. Isnur menilai perpu itu membuktikan pemerintah Jokowi otoriter.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 21 Maret 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Tak hanya berunjuk rasa, ada juga organisasi buruh yang berniat menggugat Perpu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyatakan uji materi akan diajukan pada Senin, 8 Januari 2023. Mereka juga akan menyurati DPR dan semua partai politik agar menolak perpu.
Lebih dulu ketimbang KSBSI, Migrant Care dan sejumlah orang telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. “Kami mempersoalkan prosedurnya yang mengangkangi konstitusi,” kata Koordinator Advokasi Migrant Care Siti Badriyah.
Kelompok masyarakat sipil pun mulai merancang aksi menolak Perpu Cipta Kerja. Bersamaan dengan unjuk rasa buruh di DPR, Kamis, 5 Januari lalu, sejumlah pemimpin organisasi yang tergabung dalam Komite Pembela Hak Konstitusional membahas rencana mengultimatum Jokowi di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika mengatakan sejumlah perwakilan organisasi yang hadir dalam pertemuan itu bersepakat menggaungkan tagar #PengkhianatanKonstitusi dan #PerpuTipuTipu. “Kami juga menyiapkan langkah menggugat pemerintah karena telah melanggar konstitusi,” ujar Dewi.
Hingga Sabtu sore, 7 Januari lalu, lebih dari seratus organisasi menyatakan siap mendukung aksi tersebut. Mereka antara lain Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Solidaritas Perempuan, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Satya Bumi, Sajogyo Institute, serta Transformasi untuk Keadilan Indonesia.
Koalisi masyarakat sipil mendesak Presiden Jokowi membatalkan Perpu Cipta Kerja paling lambat tujuh hari setelah ultimatum dilayangkan. Jika desakan itu tak dituruti, mereka akan berunjuk rasa dan melakukan pembangkangan sipil.
Peneliti dari Sajogyo Institute, Eko Cahyono, menyiapkan sejumlah kajian penolakan Perpu Cipta Kerja sekaligus narasi berisi kritik. “Fraksi rakyat Indonesia akan bergerak dan mengajak kelompok lain bergabung menolak Perpu Cipta Kerja,” kata Eko.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo