Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Album perdana Bernadya menjadi salah satu yang direkomendasikan para juri.
Musik dengan duka dinarasikan dengan sangat lugas oleh Majelis Lidah Berduri.
Indra Lesmana meluncurkan album baru berjudul Sydney Reunion di Sydney Opera House.
SELAIN menobatkan M. Album Tiga milik BAP. sebagai Album Pilihan Tempo 2024, para juri memilih sembilan album musik rekomendasi. Berikut ini daftarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan — Bernadya
Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan dari Bernadya. Dokumentasi Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALBUM perdana Bernadya ini dirilis pada 24 Juni 2024 lewat label rekaman Juni Records. Sebelumnya, penyanyi 20 tahun itu meluncurkan single “Kini Mereka Tahu” dan “Kata Mereka Ini Berlebihan” dalam rangkaian album tersebut.
Tembang-tembang dalam album ini menyuguhkan tema keterasingan dalam romansa, perasaan sepi setelah menjalani hubungan, patah hati berkepanjangan, hingga hubungan platonik. Misalnya “Ambang Pintu” dan “Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan”, yang menjadi judul album ini. ●
Hujan Orang Mati — Majelis Lidah Berduri
Hujan Orang Mati dari Majelis Lidah Berduri. Dokumentasi Tempo
KELINDAN musik dengan duka dinarasikan dengan sangat lugas oleh Majelis Lidah Berduri lewat album teranyar mereka: Hujan Orang Mati. Berisi 14 lagu, album keempat band asal Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu tak hanya menyajikan duka yang dialami si penggubah musik, melainkan duka kolektif, juga persembahan bagi orang-orang yang “mangkat”.
Lagu “Nasib Sekumpulan Blandar” diambil dari puisi Gunawan Maryanto yang meninggal pada 6 Oktober 2021. Dalam tembang “Aku Berkisar Antara Mereka” yang liriknya dinukil dari puisi Chairil Anwar, Majelis Lidah Berduri berkolaborasi dengan grup musik Raja Kirik.
Adapun lagu bertajuk “Pagar” menggambarkan kekalahan dan penindasan yang seolah-olah tak terelakkan dalam hidup manusia. Ugoran Prasad, vokalisnya, dengan lantang menyerukan lirik: Ibu dari tanah / Makan tanah / Nyanyi / Ingin kembali ke tanah / tempat ibunya dari tanah / Kembali ke tanah / Seusai perang bagi-bagi tanah / Bagi-bagi tanah. ●
Nodus Tollens – Amerta
Nodus Tollens dari Amerta. Dokumentasi Tempo
ALBUM perdana band post-metal asal Jakarta ini berisi 10 lagu. Beberapa lagu dalam album Nodus Tollens ini, yakni “Bleeker”, “Chevron”, dan “Hejira”, merupakan single yang dirilis Amerta sebelumnya.
Dalam album ini, Amerta, yang beranggotakan Raja Panggabean (gitar), Auliya Akbar (drum), Anida Bajumi (bas), Techa Aurellia (vokal), dan Lody Andrian (synthesizer), menggubah ulang tembang “Kala Sang Surya Tenggelam” milik Chrisye.
Boleh dibilang Nodus Tollens menyajikan keberagaman referensi para personel Amerta yang diramu dengan pas. “Padam” menjadi bukti keselarasan album ini, yang menempatkan lagu bertempo cepat itu di tengah nomor-nomor bernuansa post-metal. ●
Rukiah’s Suites — Tigapagi
Rukiah’s Suites dari Tigapagi. Dokumentasi Tempo
BERSELANG sekitar 11 tahun dari album pertamanya, Tigapagi merilis album teranyar bertajuk Rukiah’s Suites pada 30 September 2024. Dalam album kedua ini, Tigapagi hadir dengan formasi baru: Sigit Agung Pramudita, Sekaranggi Andjani, Prima Dian Febrianto, Indra, dan Bejo.
Dalam Rukiah’s Suites, Sigit dan kawan-kawan mencoba pendekatan baru. Mereka mengangkat puisi-puisi karya Siti Rukiah Kertapati (1927-1996), sastrawan asal Purwakarta, Jawa Barat, dari buku berjudul Tandus yang terbit pertama kali pada 1952.
Lewat lagu-lagu dalam album ini, Tigapagi seakan-akan meneruskan semangat Siti Rukiah sebagai penyair yang terkena dampak peristiwa 1965. Rukiah’s Suites merawat ingatan kolektif masyarakat akan peristiwa 1965.
Misalnya lewat tembang “Piala Kosong” yang hadir dengan lirik yang menegaskan kehampaan: Bila kilat telah tercetuskan / Dan meja telanjang digulingkan / kosong tak ada tempat lagi / Di dinding cuma sisa lukisan. ●
Buzz — NIKI
Buzz dari NIKI. Dokumentasi Tempo
ALBUM keempat NIKI yang dirilis pada 8 Agustus 2024 ini bisa dikatakan yang paling matang secara kualitas produksi, musikalitas, serta keselarasan narasi dalam lirik-liriknya. NIKI seperti musikus yang ingin mencoba pelbagai hal baru tapi tetap memahami batasannya.
Ia mampu membawakan lagu “Buzz” yang kaya akan nuansa fuzz gitar, lalu melompat ke “Too Much of A Good Thing” dengan teknik vokal yang ciamik, hingga bernyanyi dengan diiringi petikan gitar ala musik Midwest emo dalam tembang “Take Care”.
NIKI terkenal dengan kemampuan penggarapan lirik yang sendu dengan nuansa observatif. Musikus 26 tahun ini masih menerapkan kelebihan tersebut. Lirik dalam lagu “Strong Girl”, “Tsunami”, dan “Did You Like Her in the Morning” menunjukkan kebolehan observasinya terhadap sekitar. ●
Ceriwis Necis — Dongker
Ceriwis Necis dari Dongker. Dokumentasi Tempo
SEKILAS nuansa dari satu lagu ke lagu lain dalam album debut band punk asal Bandung ini terasa melompat-lompat. Namun ada keselarasan dalam 17 lagu dalam album berjudul Ceriwis Necis ini, yakni lirik yang penuh refleksi kehidupan. Tiap personelnya pun menunjukkan kebolehan memainkan instrumen tanpa terkesan ingin menang sendiri. Misalnya dalam lagu “Sepenggal Sadar” dan “Natrium Benzoat”, yang suara vokal, bas, dan gitarnya terasa bertabrakan tapi tetap nyaman didengarkan.
Isu yang mereka angkat juga seakan-akan menegaskan budaya punk yang masih diusung Dongker. Dalam lagu “Bertaruh Pada Api”, misalnya, Dongker menegasikan keberadaan negara dan kapitalisme yang dirasa mengimpit serta menyesakkan manusia. Grup yang diawaki empat pemuda lulusan Institut Teknologi Bandung ini seperti melantangkan manifesto: Takkan menyerah di bawah tanah / Kabar baik menunggumu / Datang hari tanpa batas / Tanpa negara, tanpa agama. ●
Perak — Thee Marloes
Perak dari Thee Marloes. Dokumentasi Tempo
ALBUM perdana band asal Surabaya yang beranggotakan Natassya Sianturi, Sinatrya Dharaka, dan Tommy Satwick ini terbit pada Agustus 2024. Ke-12 lagu dalam album Perak seolah-olah mengantarkan pendengarnya ke pelbagai perbendaharaan musik. Ada intensitas surf rock tapi pop. Intonasi gitar ala classic soul juga tak kalah menonjol. Lagu “True Love”, misalnya, kaya akan nuansa hiphop tapi bukan untuk memantik semangat perlawanan, melainkan mengajak pendengarnya berlenggang di lantai dansa.
Selain itu, kekuatan lirik yang tidak pretensius menjadi kemewahan tersendiri. Lagu “True Love”, misalnya, dibuka Thee Marloes dengan lirik: Tell me if you want me, baby / Don’t let me wait too long. Sekilas klise, tapi ini justru dekat sekali dengan perasaan pendengar sehingga bersifat universal. ●
Ephemeral Passage — Avhath X Kuntari
Ephemeral Passage dari Avhath x Kuntari. Dokumentasi Tempo
KEBERANIAN Avhath dan Kuntari melebur dalam album Ephemeral Passage patut menjadi sorotan tersendiri dalam perkembangan musik metal. Perpaduan musik Avhath yang kental dengan nuansa hardcore dan black metal Skandinavia dengan musik eksperimental bahkan doom khas Kuntari mampu menciptakan warna baru.
Berisi enam lagu, album ini diawali “Commencement” dan “A Threnody” yang menyajikan rif black metal yang khas. Uniknya, di tengah lagu, ciri khas musik tribal Kuntari melebur. Suara nirdistorsi gitar dan nuansa eksperimental yang melekat pada musik Kuntari menegaskan kegelapan yang bahkan melebihi black metal Skandinavia. ●
Sydney Reunion — Indra Lesmana
Sydney Reunion oleh Indra Lesmana. Dokumentasi Tempo
MUSIKUS jazz Indra Lesmana meluncurkan album baru berjudul Sydney Reunion dalam acara premium terbatas di gedung ikonik Sydney Opera House, Australia, pada 23 September 2024. Sehari sebelumnya, ia tampil dalam festival jazz terlama di Australia, Manly Jazz Festival. Dalam album ini, Indra menggandeng musikus jazz kawakan Steve Hunter (bas elektrik), Dale Barlow (saksofon), dan Andy Gander (drum).
Menandai albumnya yang ke-100, Indra menghadirkan Sydney Reunion dengan garis jazz fusion. Ia juga sebelumnya merilis single “Fairlight” pada Juni 2024. Komposisi dan aransemen tiap lagu dalam Sydney Reunion mendemonstrasikan kebaruan warna musik jazz yang megah dan tak sekadar cocok didengarkan di dalam kafe di sudut-sudut kota saat petang. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Dari Bernadya hingga Indra Lesmana