Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Novel Iin Farliani dan Sasti Gotama masuk tiga besar buku sastra pilihan Tempo kategori prosa.
Buku puisi Iyut Fitra dan Tan Lioe Ie masuk tiga besar buku sastra pilihan Tempo kategori puisi.
Keempatnya menunjukkan keberagaman tema, ketekunan, dan penjelajahan bahasa.
ADA sejumlah buku puisi dan novel yang terbit selama 2024 yang pantas disoroti. Selain kumpulan puisi Tilas Genosida karangan A. Muttaqin dan novel Mari Pergi Lebih Jauh ciptaan Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie yang terpilih sebagai karya seni pilihan Tempo 2024 kategori puisi dan prosa, ada beberapa karya yang dewan juri rekomendasikan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti tema, ketekunan, keterampilan, dan penjelajahan bahasa Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua buku prosa yang masuk daftar unggulan tiga besar adalah Soraya karya Iin Farliani dan Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-Kupu karya Sasti Gotama. Adapun buku puisi yang masuk tiga besar kategori puisi adalah Dengung Tanah Goyah karya Iyut Fitra dan Ekphrasis karya Tan Lioe Ie.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buku Iyut Fitra adalah karya mutakhir sastrawan yang lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat, pada 16 Februari 1968 itu. Nama Iyut lebih dulu dikenal melalui kumpulan cerita pendek Orang-orang Berpayung Hitam dan sejumlah antologi puisi, seperti Musim Retak, Dongeng-dongeng Tua, Beri Aku Malam, Baromban, Lelaki dan Tangkai Sapu, Mencari Jalan Mendaki, Sinama, serta Kepadamu Kami Bicara.
Sebanyak 41 puisi terhimpun dalam Dengung Tanah Goyah. Buku setebal 100 halaman ini diawali dengan puisi “Arah Pulang” dan ditutup “Jalan-Jalan yang Dialih Orang Lalu”. Sebagian besar puisi Iyut menggunakan “ia” atau tokoh ketiga. Dalam puisi “Arah Pulang”, misalnya, Iyut menempatkan “ia” sebagai subyek: ia berjalan bimbang. lalu tertegun / menatap lampu-lampu / tiang-tiang Cahaya / ke mana arah pulang?.
Soraya karya Iin Farliani. Divapress-online.com
Dalam catatan akhir di buku ini, sastrawan Kiki Sulistyo menulis bahwa tokoh “ia” dalam puisi “Arah Pulang” seakan-akan terbebas dari ikatan fakta sosio-geografis dan menjadi “siapa saja”. “Meskipun tanda-tanda yang membentuk latar puisi merujuk pada suatu keadaan lingkungan atau masyarakat tertentu yang mengasosiasikan benturan-benturan sebagai konsekuensi perubahan,” tulis pengelola Komunitas Akarpohon itu.
Di mata dewan juri, Iyut dinilai mampu menyuguhkan sesuatu yang segar. Melalui Dengung Tanah Goyah, ia menghadirkan sesuatu lewat bahasa Indonesia yang lebih berharga. Meskipun ada beberapa ungkapan klise, kumpulan puisi Iyut menyimpan banyak kesegaran sehingga menarik dibaca berulang kali. “Kerak bahasa Minangkabau lebih tipis, ungkapannya lebih menyegarkan,” kata Zen Hae, salah satu juri.
Dengung Tanah Goyah karya Iyut Fitra. Penerbit JBS
Buku puisi lain yang menarik perhatian juri adalah Ekphrasis karya Tan Lioe Ie. Lewat 33 puisi dalam buku itu, penyair yang lahir di Denpasar, Bali, 1 Juni 1958, itu menyajikan ekfrasis, menggambarkan karya seni visual melalui kata-kata. Kali ini Tan Lioe Ie melakukan ekfrasis karya seniman dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Dewan juri menilai puisi-puisi Tan Lioe Ie mengandung beragam tema dan gaya ungkap.
Tan Lioe Ie juga menggunakan simile tidak tunggal untuk suatu hal. Hal itu bisa kita baca dalam puisi “Ekphrasis 5”: Langit gelap / Rahasia semesta raya belum utuh terbaca / Kedalaman sungai buta Cahaya / Kedalaman semesta diri bagi mata belum terjaga. “Ada tiga simile untuk langit gelap,” ucap Oka Rusmini, anggota dewan juri. “Ini tak umum dalam puisi Indonesia. Yang umum, satu hal mendapat satu simile.”
Ekphrasis adalah terobosan baru dalam buku puisi di Indonesia. Semua karya rupa yang menstimulasi puisi-puisi dalam buku ini dihadirkan bukan sekadar sebagai ilustrasi, seperti yang sering muncul dalam puisi lain.
Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-kupu karya Sasti Gotama. Mizan Publishing
Soraya karya Iin Farliani juga memikat. Dalam diskusi panjang, dewan juri memilih buku setebal 100 halaman ini karena memberikan gambaran yang dalam tentang psikologi tokoh. Setiap hubungan tokoh dalam novel ini menjadi cerita tersendiri meskipun disajikan secara ringan.
Dalam novel, kehidupan tokoh Sora berubah sejak kakak lelakinya, Raya, dirawat di rumah sakit jiwa. Ia menilik kembali biografi keluarganya dan menemukan akar permasalahannya adalah maskulinitas toksik dalam diri ayahnya yang mempengaruhi kehidupan keluarga mereka sejak Sora dan Raya masih kanak-kanak.
Lewat Soraya, penulis yang lahir di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 4 Mei 1997, ini mengeksplorasi bahasa dengan lebih berselera dan bisa bermain-main di wilayah sudut pandang, hubungan antarkarakter, dan peristiwa. Tentu naskah ini berbeda dengan karya lain Iin, Mei Salon, yang juga terbit pada 2024. “Jika membandingkan Mei Salon dengan Soraya, dari segi bahasa Soraya lebih enak,” tutur Zen Hae.
Ekphrasis karya Tan Lioe Ie. Ladang Publishing
Yang juga menarik perhatian juri adalah Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-Kupu karya Sasti Gotama. Sasti adalah sastrawan asal Malang, Jawa Timur, yang menulis sejak 2019. Dokter lulusan Universitas Brawijaya, Malang, ini beralih menjadi penulis penuh dan menerbitkan sejumlah buku prosa.
Namanya dikenal antara lain melalui Rahim, novel yang masuk kategori Naskah Menarik Minat Dewan Juri dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2023. Buku kumpulan cerita pendeknya, Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam, menjadi karya unggulan buku sastra pilihan Tempo 2020 kategori prosa serta nomine Penghargaan Sastra Badan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2021, juga lolos kurasi London Book Fair 2022.
Cerita-cerita pendek dalam Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-Kupu menjelajah pelbagai khazanah kisah, dari masa kolonialisme Belanda hingga dunia kita hari ini. Di mata dewan juri, Sasti dinilai mampu mengeksplorasi dan memperluas spektrum cerita dan membikin bahasa Indonesia lebih bertenaga. “Kisah-kisah dibuat ringkas dan menarik, dengan suspens yang terjaga,” ujar Zen Hae. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo