Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mimpi Musik Menjadi Macan Asia Tenggara

Sejumlah indikator menunjukkan musik masih menjadi elemen penting kehidupan masyarakat. Perlu penguatan branding internasional.

26 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perhelatan musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 13 Desember 2024. TEMPO/Defara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Indonesia berpeluang menjadi motor industri musik di Asia Tenggara.

  • Masih ada isu yang menghambat perkembangan industri pertunjukan musik Tanah Air.

  • Indonesia perlu membangun strategi branding yang kuat untuk memperluas posisinya di peta musik Asia Tenggara.

INDUSTRI musik Indonesia sedang menghadapi masa yang penuh optimisme. Hingga awal 2025, berbagai indikator menunjukkan industri ini terus berkembang dan berpotensi mendominasi pasar musik di Asia Tenggara. Konser internasional yang terus meramaikan pasar Indonesia hingga kebangkitan genre musik lokal yang beragam menjadi bukti bahwa musik masih menjadi elemen penting dalam kehidupan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu indikator utama pemicu optimisme perkembangan industri musik adalah kian maraknya penyelenggaraan konser dan festival musik di Tanah Air, baik oleh musikus lokal maupun internasional. Sejak awal Januari 2025, Indonesia terus didatangi musikus internasional hingga akhir tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski tantangan ekonomi masih menjadi perhatian, khususnya isu penurunan daya beli dan kenaikan tarif pajak, konser dan festival tetap menjadi magnet utama. Bahkan konsep gig tripping—berlibur sambil menonton konser—diprediksi menjadi tren baru pada 2025. Hal ini seharusnya bisa dimanfaatkan agar Indonesia menjadi salah satu tujuan utama pelesiran musik di Asia Tenggara.

Menurut Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2023/2024, pendapatan dari sektor live experience diprediksi tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 9,6 persen, yang berarti empat kali lipat estimasi pertumbuhan pendapatan konsumen secara keseluruhan.

Sepanjang 2025, setidaknya akan ada 20 konser besar yang digelar di Indonesia dengan total pengunjung mencapai 1,2 juta orang. Green Day, Maroon 5, The Corrs, The Script, NIKI, Linkin Park, SEVENTEEN, dan NCT 127 adalah deretan grup/musikus internasional yang akan berkonser di Indonesia. Data ini membuktikan bahwa, seusai masa pandemi Covid-19, animo masyarakat terhadap konser dan festival musik masih belum terkalahkan.

Pada 2025, industri musik yang menjual ekonomi berbasis pengalaman (experience economy) seperti konser dan festival perlu digarap secara serius oleh para pelaku industri pertunjukan. Selain menggarap potensi fenomena gig tripping, pelaku industri ini mesti mengoptimalkan pendekatan teknologi visual seperti pemetaan video (video mapping), animasi, dan realitas tertambah (augmented reality). Misalnya Synchronize Fest 2024 yang menghadirkan mendiang Nike Ardilla melalui teknologi hologram sehingga seolah-olah turut tampil bernyanyi. Teknologi desain visual bisa menjadi daya tarik yang dimanfaatkan pelaku pertunjukan musik.

Industri musik Indonesia pada 2025 bukannya tanpa persoalan. Masih terdapat isu yang menghambat perkembangan industri pertunjukan, dari inefektivitas sistem penjualan tiket, kurangnya tata kelola penyelenggara acara, hingga tekanan sejumlah organisasi kemasyarakatan.

Di balik kesuksesan konser besar, masih terdapat kasus konser internasional yang gagal karena masalah tata kelola dan perlindungan konsumen. Akhir tahun lalu, publik dikejutkan oleh batalnya konser Dua Lipa karena alasan teknis panggung yang tidak aman. Persoalan ini seharusnya bisa diatasi agar Indonesia makin dibicarakan publik industri musik internasional. Hal ini menunjukkan regulasi dan tata kelola penyelenggaraan pertunjukan musik perlu diperbaiki. 

Agar Indonesia mampu menjadi "Macan Asia Tenggara" di bidang industri musik, aspek penegakan hukum pun harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para penonton konser dan festival musik. Belum lama ini, viral kasus pungutan liar yang dilakukan aparat kepolisian terhadap penonton festival musik Djakarta Warehouse Project asal Malaysia. Kejadian ini cukup memprihatinkan di tengah sorotan positif terhadap industri musik Indonesia yang kini menjadi magnet bagi penonton asing.  

•••

BUKAN hanya musikus internasional, pemusik lokal juga masih menjadi idola masyarakat Indonesia. Pada 2024, musikus lokal menguasai sekitar 70 persen pangsa pasar musik di Indonesia. Industri musik Indonesia juga diwarnai kemunculan beragam genre yang makin cair (fluid) dan plural.

Pop masih menjadi genre yang paling diminati, tapi musik-musik berbahasa daerah, seperti dangdut koplo dan pop Jawa, mulai memiliki basis penggemar yang kuat. Pada tahun ini pun musik lokal Indonesia sudah menjadi raja di negeri sendiri dan makin digilai penggemar musik Indonesia. 

Menurut catatan Outlook Pariwisata dan Kreatif Tahun 2023/2024, pertumbuhan musik lokal dan musik daerah makin populer di Indonesia. Saat ini banyak pendengar musik yang lebih tertarik menjelajahi budaya dan tradisi lokal. Dalam berbagai produk kreatif, termasuk musik, kelokalan sedang naik daun.

Tren itu diperkirakan berlanjut pada 2025 dengan kian beragamnya musikus indie dari berbagai daerah yang merilis karya musik lokal menggunakan bahasa setempat. Fenomena ini pun bisa makin masif seiring dengan kemajuan platform digital dan media sosial untuk menyebarkan karya musik mereka. Industri musik Indonesia kian dinamis dan responsif terhadap tren yang berkembang di masyarakat. 

Industri musik Indonesia juga menunjukkan wajah yang makin inklusif dengan makin banyaknya musikus perempuan. Menurut data Music Metrics Vault, pada 2024, sekitar 45 persen pemusik yang menapaki tangga lagu di Indonesia adalah perempuan. Hal ini menunjukkan industri musik Indonesia makin terbuka dan memberikan kesempatan yang sama bagi pemusik perempuan. Bernadya, Lyodra, Mahalini, Feby Putri, Tiara Andini, dan Nadin Amizah adalah sederet musikus perempuan yang memiliki jumlah stream play tertinggi di platform digital. Tahun ini, musikus solo perempuan mampu memberikan warna segar di tengah dominasi band dan solois pria.  

•••

INDUSTRI musik Indonesia juga berpotensi mendominasi pasar musik di Asia Tenggara. Di luar pasar domestik, saatnya Indonesia memanfaatkan peluang menjadi motor industri musik di kawasan ini. Sebagai negara dengan pasar musik besar, Indonesia berpotensi menarik minat penonton dari negeri tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Jika musik lokal sudah menjadi raja di negeri sendiri, sudah saatnya industri musik Indonesia menjadi “macan” di Asia Tenggara.  

Untuk mewujudkan potensi tersebut, Indonesia perlu membangun strategi branding yang kuat guna memperluas posisinya di Asia Tenggara. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat menjadi pusat industri musik regional tidak hanya dari sisi produksi, tapi juga dari aspek konsumsi. Hal ini dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia baik dalam hal pendapatan, lapangan kerja, maupun kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB).

Studi oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (Maret, 2024) menunjukkan bisnis pertunjukan dapat memberikan dampak ekonomi yang besar. Tahun lalu, konser Taylor Swift, "The Eras Tour", yang diselenggarakan secara eksklusif di Singapura selama enam hari sangat mempengaruhi ekonomi Negeri Singa.

Kesuksesan konser tersebut menciptakan perputaran (output) ekonomi baru bagi Singapura yang setara dengan Rp 6,4 triliun, PDB sebesar Rp 3,9 triliun, dan tambahan pendapatan rumah tangga pekerja Rp 2,3 triliun. Singapura tidak memandang bisnis pertunjukan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang berdiri sendiri, melainkan aktivitas yang dapat menggerakkan berbagai sektor perekonomian, terutama untuk band internasional yang dapat menarik kedatangan wisatawan asing. 

Kementerian Kebudayaan dan Kementerian Pariwisata harus mengambil peran aktif agar Indonesia mampu menjadi magnet bagi penonton asing. Citra musik Indonesia harus diperkuat melalui branding yang konsisten melalui sajian “Indonesia Experience” yang tak hanya menyajikan konser dan festival musik kelas dunia, tapi juga produk seni, budaya, kuliner, serta pariwisata Indonesia yang sangat kaya.

Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi industri musik Indonesia untuk makin memperkuat posisi di tingkat domestik ataupun regional. Optimisme yang ditunjukkan melalui maraknya konser dan festival musik, pertumbuhan pasar, hingga pluralitas genre musik lokal menjadi modal besar yang mesti dimaksimalkan.

Meski demikian, tantangan pelik seperti masalah dalam perlindungan konsumen, tata kelola dan manajemen pertunjukan, serta penegakan hukum juga harus dijadikan prioritas untuk diatasi agar customer-centric tetap menjadi aspek utama yang dikedepankan. Dengan dukungan penuh pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, visi menjadikan "Indonesia Experience" motor industri musik Asia Tenggara semoga bukan mimpi di siang bolong.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Idhar Resmadi

Idhar Resmadi

Penulis dan Dosen Fakultas Industri Kreatif Telkom University

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus