Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Benarkah bila selalu merasa sebagai nomor dua kita tidak akan pernah kehilangan semangat untuk memburu posisi nomor satu? Mungkin ada baiknya kita mencermati pemikiran Alfred Adler mengenai anak nomor dua. Namun, sebaiknya kita ketahui lebih dulu latar belakang tokoh psikologi humanistik ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Alfred Adler merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara. Dia lahir pada 7 Februari 1870 dan tumbuh di Rudolfsheim, yang ketika itu masih berada di pinggiran Kota Wina, tetapi saat ini termasuk distrik ke-15 dari ibu kota Austria itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Artikel lain:
Efek Negatif Pengasuhan 'Orang Tua Penyelamat Anak'
Anak Alami Kekerasan, Ini Tandanya
Kapan dan Bagaimana Mengajarkan Anak soal Seks, Cek di Sini
Alasan Orang Tua Wajib Menanamkan Kebiasaan Baik pada Anak
Pada awal masa kanak-kanak Adler tidak bahagia. Dia terkena penyakit radang paru-paru, kondisi yang membangkitkan kesadarannya akan adanya kematian dan ketidakbahagiaan. Muncul pula kecemburuan dari kakak tertuanya, yang menderita rakhitis (pelunakan tulang, biasanya disebabkan kekurangan vitamin D), yang membuatnya tidak dapat bermain dengan anak lain. Pada umur 3 tahun, Adler menyaksikan adik bungsunya wafat pada usia 4 tahun.
Adler sempat dimanjakan oleh ibunya agar dia dapat menerima kehadiran adik laki-lakinya. Namun, setelah adiknya berpulang, pemberian kemanjaan itu pudar. Dia pun merasa tidak bahagia di rumah dan kemudian lebih banyak tumbuh di luar rumah.
Meskipun menyadari bahwa dirinya kaku dan tidak atraktif, Adler bekerja keras untuk disukai oleh teman-teman sepermainannya.
Di lingkungan luar rumah itu dia merasa diterima oleh lingkungan dan mendapatkan harga diri yang tidak diperolehnya di rumah. Dia lantas membangun kasih sayang yang besar bagi persahabatan dengan orang lain, karakteristik yang dipegang seumur hidupnya.
Ilustrasi anak sulung dan bungsu by boldsky
Kembali ke posisi anak nomor dua, atau orang yang memposisikan selalu di peringkat dua. Menurut Adler, anak atau orang di posisi kedua selalu berusaha memacu dirinya untuk bisa menyamai. Anak kedua, atau orang peringkat kedua, selalu seperti berada dalam pacuan dan jika ada yang di depannya, dia selalu berusaha mengalahkannya.
Orang seperti ini selalu tidak nyaman dengan perasaan bahwa dirinya dilindungi dan mencari hal lain untuk membuktikan bahwa pelindungnya gagal dengan menunjukkan bahwa yang bisa melindungi dirinya adalah dia sendiri.
Dalam keluarga anak-anak berjuang keras untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang serta berbagai sumber daya lainnya dari orangtua. Adler berpendapat anak kedua berada dalam posisi yang sangat berbeda dibandingkan dengan anak pertama.
Sejak lahir dia harus berbagi perhatian dari orang tua dengan kakaknya. Anak kedua selalu melihat bahwa di depannya ada anak lain yang lebih dari dirinya baik dalam hal usia maupun proses perkembangan.
Anak kedua pada awalnya menentukan model dirinya dengan mengacu pada saudara kandung yang tertua. Anak kedua tidak sebagai anak yang kesepian tetapi selalu memiliki contoh dari perilaku saudara kandung yang tertua sebagai model atau ancaman untuk bersaing dengannya.
Adler merupakan anak kedua yang memiliki hubungan kompetitif dengan saudara laki-laki yang lebih tua dalam seluruh hidupnya.
Kompetisi dengan anak pertama dipacu oleh anak kedua. Stimulasi anak kedua sering lebih cepat berkembang daripada yang diperlihatkan anak pertama. Anak kedua didorong untuk mengejar dan mengungguli saudara yang lebih tua, tujuannya biasanya kecepatan bahasa dan perkembangan motorik.
Tanpa pengalaman kekuatan, anak kedua praktis tidak memiliki kekhawatiran sebagaimana anak pertama dan lebih optimistis dalam memandang masa depan. Anak kedua kemungkinan menjadi sangat kompetitif dan ambisius.
Didorong oleh kebutuhan untuk mengungguli saudara yang lebih tua, anak yang belakangan lahir sering berkembang hingga pada tingkat kesungguhan. Hasilnya, mereka sering berprestasi tinggi dalam pekerjaan apa pun yang mereka kerjakan.