Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RIBKA Tjiptaning semula tidak terlalu ambil pusing saat pertama kali mendapat kabar bahwa dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi akhir Agustus lalu. Dia semula menyangka penangkapan tersangka yang menenteng uang Rp 1,5 miliar di kardus durian itu hanya perkara ecek-ecek.
Ketua Komisi Tenaga Kerja Dewan Perwakilan Rakyat ini terperangah ketika menonton televisi yang mengabarkan fulus itu terkait dengan proyek infrastruktur transmigrasi di 19 daerah senilai Rp 500 miliar. Memimpin komisi yang menjadi mitra Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu, ia merasa belum pernah membahas anggaran proyek tersebut. "Saya bingung itu anggaran dari mana," katanya kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Ingin mendapat jawaban segera, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini bertanya kepada Nova Riyanti Yusuf dan Chusnuniah, dua anggota Komisi yang juga menjadi anggota Badan Anggaran. Nova, anggota Fraksi Partai Demokrat, dan Chusnuniah dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengurus khusus alokasi anggaran daerah. "Mereka juga bilang tidak tahu," ujarnya.
Mayoritas anggota Komisi Tenaga Kerja dan Transmigrasi dari berbagai fraksi dalam rapat kerja dengan Menteri Muhaimin, Kamis pekan lalu, juga mengatakan tidak tahu-menahu soal pos yang masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011 itu. Mamat Rahayu Abdullah dari Fraksi Partai Golkar mengatakan anggaran itu menyimpang. "Kami dilangkahi karena tidak pernah sekali pun diajak bicara," katanya.
Zulmiar Yanri dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan, tidak hanya Komisi, Badan Anggaran pun sempat dikagetkan oleh alokasi anggaran yang diusulkan Muhaimin. Menurut dia, anggaran "misterius" itu baru diketahui saat rapat pleno Badan Anggaran. "Tapi tidak mungkin usul itu berupa gelondongan. Tentu ada perinciannya," ujarnya.
Nova Riyanti membenarkan, proses pengajuan anggaran itu tidak melewati pembahasan di Komisi. "Memang anggaran itu tiba-tiba saja muncul," kata politikus Partai Demokrat ini.
Wa Ode Nurhayati, mantan anggota Badan Anggaran, menilai ada yang aneh dalam proses pembahasan pagu Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah. Sebab, ada tiga bidang dalam satu pagu, yaitu pendidikan, transmigrasi, dan infrastruktur lain-lain. "Biasanya satu pagu itu untuk satu kegiatan," ujar politikus Partai Amanat Nasional yang pernah melaporkan praktek percaloan di Badan Anggaran ke Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Sejumlah anggota Badan Anggaran semakin bingung mengetahui munculnya usul anggaran baru, yaitu infrastruktur transmigrasi. Menurut dia, semua serba terburu-buru, dan tidak pernah ada diskusi dengan pejabat Kementerian Transmigrasi. "Namun akhirnya tetap disahkan pada 15 Juli lalu," kata Wa Ode.
Nova Riyanti punya cerita lain tentang pendeknya pembahasan pengesahan anggaran itu. Menurut dia, rapat itu dimulai sekitar pukul 17.00 dan ditutup sekitar dua jam kemudian. "Dalam waktu singkat itu, kami hanya ngobrol santai," ujarnya. "Tidak ada pembahasan serius."
Muhaimin dalam penjelasan di hadapan anggota Komisi Transmigrasi mengatakan pengajuan anggaran untuk mendapatkan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah dilakukan sesuai dengan aturan. Menurut dia, langkah itu telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa yang akrab dipanggil Cak Imin ini menyatakan mengajukan usul untuk mendapatkan proyek pembangunan kota terpadu mandiri di sejumlah daerah transmigrasi senilai Rp 925 miliar. Namun akhirnya hanya disetujui Rp 500 miliar yang diperuntukkan bagi 19 kabupaten di Indonesia. Dana itu masuk pos anggaran daerah.
Sampai di sisi, polemik siapa yang benar dalam proses pengajuan anggaran masih terus bergulir di DPR. Namun, menurut sumber Tempo, persoalan besar dalam anggaran ini ada dalam proses pengajuan pengamanan usul alokasi proyek tersebut di Badan Anggaran.
Farhat Abbas, kuasa hukum Dharnawati, kuasa direksi PT Alam Jaya Papua, yang ditetapkan sebagai tersangka penyuapan, menyebutkan komitmen pembagian dana bagi anggota Badan Anggaran. "Kalau mendapatkan proyek itu, 10 persen dibagi-bagikan ke Senayan," kata Farhat, menirukan keterangan kliennya.
Sumber tadi curiga telah terjadi pembahasan diam-diam antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Transmigrasi untuk meloloskan anggaran infrastruktur transmigrasi. Anggaran ini sebenarnya lebih tepat masuk kementerian. "Tapi sepertinya memang dipaksakan masuk pos Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah," ujarnya. "Biar lebih gampang dimainkan."
Siapa yang bermain? Kepala Bagian Program Evaluasi Direktorat Jenderal Pembinaan Kawasan Transmigrasi Dadong Irbarelawan di depan penyidik KPK menyebut Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung. Nama politikus Partai Keadilan Sejahtera itu terseret karena ada peran orang dekatnya, Iskandar Pasajo alias Acos.
Tamsil memang memiliki peran besar dalam penggodokan anggaran ini. Sebab, selain sebagai wakil ketua, dia menjadi koordinator Badan Anggaran dalam Panitia Kerja Transfer Daerah bersama Olly Dondokambey dari Fraksi PDI Perjuangan.
Sumber Tempo di Badan Anggaran menyebutkan Tamsil juga dekat dengan Ali Mudhori, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Lumajang. Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya, yang menjadi tersangka kasus suap dana infrastruktur transmigrasi, mengatakan Ali berperan aktif mengatur proyek infrastruktur transmigrasi di kantor Muhaimin. "Saat menjadi anggota DPR dari PKB periode 2004-2009, Ali dan Tamsil sama-sama di Panitia Anggaran," kata sumber itu.
Dalam proses penyiapan anggaran itu, sumber tadi melanjutkan, ada pembagian tugas oleh dua karib tersebut. "Ali yang menyiapkan di kantor Muhaimin, dan Tamsil di Badan Anggaran," ujarnya.
Tamsil ketika ditemui Rabu pekan lalu membantah keras terlibat dalam kongkalikong proyek Rp 500 miliar itu. Dia mengatakan persetujuan atas anggaran itu dilakukan lewat rapat yang diikuti semua anggota Badan Anggaran. "Pembahasan sama seperti anggaran-anggaran lain," katanya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini tidak menampik kemungkinan namanya dicatut oleh Acos, teman satu kampusnya di Makassar. "Saya akan cek itu," ujarnya. "Kalau benar, akan saya laporkan ke polisi."
Bantahan serupa datang dari Ali Mudhori. Dia mengatakan tidak tahu-menahu soal pengajuan anggaran itu. Ia menyatakan tidak aktif lagi sebagai anggota tim asistensi Menteri Transmigrasi sejak Februari 2011. "Saya sibuk di kampung," katanya kepada David Priyasidharta dari Tempo.
Komisi Tenaga Kerja dan Transmigrasi DPR berkukuh telah terjadi penyimpangan proses persetujuan anggaran Rp 500 miliar. Menurut Ribka Tjiptaning, dugaan penyimpangan dan desakan kasus itu diusut tuntas menjadi kesimpulan rapat kerja dengan Muhaimin. Ia mengatakan Komisi Transmigrasi juga minta pencairan anggaran Rp 500 miliar dibatalkan.
Setri Yasra, Pramono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo