Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Raja Konstruksi Manokwari

Dharnawati meminjam Alam Jaya Papua untuk menggaet proyek kakap. Pemilik perusahaan dikenal dekat dengan pejabat Manokwari.

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Dharnawati susah tidur lelap. Pikir­annya melayang ke anak bungsunya yang berusia 10 tahun. Ia kerap menangis di kurungan Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Pada hari pertama menghuni tahanan, ia menangis sepanjang hari. ”Dia juga teriak-teriak histeris,” kata Muhammad Burhanuddin, kuasa hukum Dharnawati, pekan lalu.

Perempuan 43 tahun itu ditangkap petugas KPK pada Kamis, 25 Agustus. Sore itu, ia, yang mengendarai Toyota Avanza, baru saja meninggalkan gedung Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di Kalibata, Jakarta Selatan. Sekitar pukul 16.00, mobil dicegat penyidik komisi antikorupsi di Jalan Oto Iskandar Dinata, Jakarta Timur. Ia digiring kembali ke kantor yang baru saja ditinggalkan.

Hari itu Dharnawati ditahan KPK bersama dua pejabat Kementerian, yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya serta Kepala Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan Dadong Irbarelawan. Ia menjadi tersangka penyuapan untuk memuluskan PT Alam Jaya Papua memperoleh proyek. ”Dia kepanjangan tangan Jaya Papua,” kata sumber Tempo. PT Alam didirikan Syamsu Alam pada 2008.

Kuasa hukum Dharnawati lainnya, Farhat Abbas, mengatakan kliennya adalah adik sepupu Syamsu Alam. ”Mereka memang saudara,” ujar Far­hat. Menurut dia, Dharnawati hanya meminjam nama perusahaan untuk ”mencoba peruntungan sendiri”. Selama ini perempuan yang 30 tahun tinggal di Manokwari itu hanya mengerjakan proyek-proyek bernilai Rp 200-an juta. ”Ini pertama kali ia mencoba di proyek besar,” kata Burhanuddin.

Penyidik komisi antikorupsi menyita Rp 1,5 miliar dalam kotak durian sebagai uang yang diduga suap buat pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Fulus itu ditujukan sebagai pelicin guna mendapatkan proyek dari dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah di kementerian tersebut. Total dianggarkan Rp 500 miliar untuk 19 kabupaten wilayah transmigrasi di seluruh Indonesia. PT Alam Jaya dan Dharnawati mengincar proyek yang akan dikerjakan di Manokwari, Papua Barat.

Farhat mengungkapkan uang Rp 1,5 miliar itu dicairkan dari rekening Dharnawati di Bank BNI. Total dalam rekening itu ada Rp 2 miliar. Sebesar Rp 1,5 miliar merupakan pinjaman dari Alam guna membantu Dharnawati memenangi proyek pembangunan infrastruktur. ”Sebab, Dharnawati pernah dipertanyakan soal kemampuan finansialnya oleh orang Kementerian,” kata Farhat.

Jejak bisnis PT Alam Jaya Papua dan Syamsu Alam cukup dikenal di Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat. Akta perusahaan PT Alam Jaya ditandatangani seorang notaris pada 14 Agustus 2008. Pada 8 Oktober 2008, perusahaan dengan modal disetor Rp 150 juta ini disahkan dengan terbitnya surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan akta perusahaan, ­Syamsu Alam tercatat sebagai pendiri dan direktur utama. Anak sulungnya, Corina Surya Alam, kelahiran 1986, tercatat sebagai komisaris utama. Sementara itu, dua anak kembarnya, Andy ­Budyo Mulyawan dan Andry Budyo Mulyawan, didudukkan sebagai direktur dan komisaris. Mantan ipar Alam, Ahmad Syafar, mengatakan, ”Mereka memang anak dan bapak.”

Menurut Ahmad, Alam dan sauda­ranya, Asmia, berpisah sejak 1990. Ketika masih berkeluarga, mereka sempat tinggal di kediaman Ahmad di Makassar. Belakangan, Alam ­memboyong keluarganya ke Timor Timur. Sumber Tempo di pemerintahan Manokwari menuturkan, di sana ia berkenalan dengan Abraham Octavianus Atururi, yang bertugas sebagai perwira Marinir Angkatan Laut. Setelah pensiun, Abraham berhasil menjabat Gubernur Papua Barat.

Dari kedekatannya dengan Abraham, Alam dan PT Alam Jaya-nya mendapat banyak proyek konstruksi di Manokwari. Beberapa di antaranya pembangunan jalan lingkar Kabupaten Manokwari, rumah pengungsi di Kabupaten Teluk Wondama, dan rumah sosial Provinsi Papua Barat. ”Dia dikenal sebagai orangnya Gubernur,” kata sumber ini.

Tempo mencoba menghubungi Abraham untuk meminta konfirmasi, tapi dua nomor telepon selulernya tidak dapat dikontak. Selain dengan Abraham, Alam dekat dengan beberapa pejabat di Manokwari lainnya.

Aktivitas bisnis PT Alam Jaya berbeda dengan data perusahaan yang terdaftar di pemerintah. Berdasarkan profil perusahaan yang tercatat di Direktorat Jenderal Pajak, klasifikasi usahanya adalah pertambangan bijih logam. Sedangkan kebanyakan proyek yang dikerjakan adalah jasa konstruksi. PT Alam Jaya merupakan salah satu perusahaan terbesar di Manokwari. Perusahaan itu terkenal sebagai langganan proyek pekerjaan umum di Manokwari dan Papua Barat.

Kontributor Tempo menyambangi kantor PT Alam Jaya di Jalan Yos Sudarso Nomor 41-B, Manokwari. Toko dua lantai berukuran sekitar 5 x 12 meter itu tutup. Pintu geser besi bercat biru rapat tertutup. Hanya plang nama PT Alam Jaya Papua yang terpajang di atas kantor itu. Kaca jendela di lantai dua kantor itu terlihat kusam berdebu.

Syamsu Alam tidak bisa ditemui. Kediamannya di Jalan Essaussesa, RT 02 RW 07, Kelurahan Wosi, Manokwari Barat, ditinggal pergi penghuninya. Demikian juga rumahnya di Kompleks Bumi Marina. ”Mereka ke Sulawesi Selatan,” kata seorang tetangganya. Kepada kuasa hukum Dharnawati, pria kelahiran Makassar, 52 tahun lalu, itu mengatakan tidak akan melayani permintaan publikasi. ”Nanti saatnya Pak Alam akan beri keterangan kalau dipanggil KPK,” kata Burhanuddin.

Dharnawati juga belum mau bercerita banyak. Dicegat sebelum diperiksa KPK, Rabu pekan lalu, ia hanya berujar, ”Nanti saja, Mas.”

Tito Sianipar (Jakarta), Irfan Abdul Gani (Makassar), Jerry Omona (Papua)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus