Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LELAKI berambut pirang sebahu itu menyambut di depan lift. Tatapan matanya tajam. Senyum terus ia tebarkan. Kaus putih sedikit lusuh membungkus tubuh. Celana jins biru kurang setrika memancarkan kesan kuat sikap tak formal. Lalu, ia mengenalkan diri. ”Saya Anton,” katanya.
Nama lengkapnya Anton Hofreiter, 38 tahun. Dia anggota parlemen Jerman dari Partai Hijau, partai yang mengusung isu lingkungan. Pada Jumat siang akhir September lalu, ia sedang sibuk di kantornya. Bagi dia, menjadi anggota parlemen tidak harus selalu memakai kemeja, dasi, dan jas. Menjadi anggota parlemen adalah pekerjaan biasa, seperti yang lain. Menurut Hofreiter, memakai kaus dan jins memudahkan dia sebagai orang yang suka bekerja lembur. Tak jarang ia melek sampai pukul dua atau tiga dini hari. Pagi harinya, pukul sembilan, ia harus berkantor lagi. Dengan memakai kaus dan jins, ia bisa langsung pergi saja ke kantor.
Ia menyatakan, pernah suatu saat, ia lembur hingga subuh padahal paginya harus mengikuti rapat parlemen. Ia bangun telat. Ia pun langsung bangun dari rumahnya, naik angkutan umum. Tidak sempat lagi mandi, hanya cuci muka dan gosok gigi. Hofreiter berharap, ia bisa mengubah citra orang tentang wakil rakyat yang selalu necis. ”Saya senang jika makin banyak anggota parlemen memakai kaus dan jins,” katanya seraya tertawa.
Di parlemen Jerman, Anton Hofreiter masuk komisi transportasi dan infrastruktur publik. Sebuah komisi ”gemuk”. Ia masuk ke komisi itu, kata dia, untuk menjadi tukang kontrol. Menurut Elke Pickartz, jurnalis senior Jerman yang pernah bekerja di kantor berita Reuters, Hofreiter adalah teman diskusi yang baik. Ia sering menjadi narasumber wartawan untuk mendapatkan informasi tentang latar belakang suatu kejadian atau berita. ”Ia sangat terbuka,” kata Pickartz.
Hofreiter mendapat gaji 13 ribu euro per bulan. Uang ini sebagian untuk partai. Sebagian lagi untuk membayari sejumlah anak muda yang magang di kantornya. Tidak ada tunjangan rumah dan komunikasi. Ia menggunakan telepon kantor jika untuk kepentingan kantor. Jika untuk kepentingan pribadi, ia memakai pulsa sendiri.
Hofreiter mulai tertarik masuk Partai Hijau tatkala berumur 14 tahun, setelah menghadiri pertemuan partai. Sejak itu, ia bertekad bulat bekerja sebagai pelestari lingkungan. Anak Bavaria ini lalu masuk jurusan biologi di Universitas Ludwig-Maximillan. Ia meraih gelar doktor biologi di Institut Sistematika Botani. Kecintaannya pada isu lingkungan makin dalam ketika ia berkunjung ke sejumlah negara berkembang, menyaksikan anak-anak kelaparan.
Hofreiter bergabung resmi ke partai ini pada 1986. Dia adalah satu dari 51 anggota parlemen dari Partai Hijau. Total kursi di Parlemen Federal Jerman 614. Sejak musim gugur 2005, koalisi besar CDU (Christian Democratic Union)-CSU (Christian Social Union-partai lokal Bavaria) dan SDP (Social Democrat Party) berkuasa di Jerman.
Partai Hijau memilih oposisi, dan merupakan partai terbesar di dunia yang mengusung isu lingkungan dan kebijakan sosial. Partai Hijau Jerman pernah menjadi partai pemerintah pada 1998-2005, berkoalisi dengan SDP. Koalisi ini yang mengegolkan tokoh SDP, Gerhard Schroder, menjadi Kanselir Jerman. Empat menteri kabinet Schroder berasal dari Partai Hijau. Mereka Menteri Luar Negeri Joschka Fischer, Menteri Kesehatan Andrea Fischer, Menteri Lingkungan Jurgen Trittin, serta Menteri Pertanian dan Perlindungan Konsumen Renate Kunast.
Joschka, sang Menteri Luar Negeri ketika itu, adalah bekas sopir taksi yang hanya tamat SMA. Ia ke kantor naik sepeda ontel. Kebiasaan ini berlanjut bahkan ketika ia jadi menteri. Suatu saat, sepedanya hilang. Ia mengumumkannya di koran. Siapa yang menemukannya bakal mendapat imbalan. Selang beberapa hari, seseorang datang kepada Joschka. Ia membawa sepeda menteri ini, yang ia tebus dari pedagang sepeda di pasar loak Berlin 200 euro. Tak jelas, siapa yang mencuri dan menjualnya ke pedagang sepeda kumbang.
Bagi Partai Hijau, kata Hofreiter, yang paling berharga adalah memperjuangkan gagasan tentang lingkungan. Ia memberi contoh, selama lebih dari 20 tahun tak ada yang bicara tentang perubahan iklim, kecuali partainya. ”Sekarang semua pemimpin negara membicarakan itu. Mereka baru sadar, oh ya, iklim bumi telah berubah,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo