BAGAI berjalan meniti tali, Arab Saudi tetap saja mampu berkelit
dari berbagai kecamuk yang tampaknya tak kunjung reda di sekitar
Timur Tengah. Diplomasinya licin, para pemimpinnya pandai
menahan diri dari komentar yang mungkin mengundang onar.
Padahal, "dengan memiliki cadangan minyak bumi terbesar di
dunia," kata R.A. Hasselmeyer dalam majalah Soldier of Fortune
April 1982," negeri ini merebut posisi yang patut memancing iri
hati masyarakat internasional."
Dari pihak Barat, agaknya tak banyak yang patut dikhawatirkan
bagi kesinambungan penambangan cadangan minyak bumi itu. Tapi
justru karena itu pula, masalah pertahanan dan keamanan kerajaan
ini menjadi sangat penting bagi "dunia merdeka", khususnya
Amerika Serikat. Dari sisi ini, kata Hasselmeyer, "Arab Saudi
mempunyai kepentingan untuk berbaik dengan Amerika Serikat."
R.A. Hasselmeyer adalah bekas perwira infantri Angkatan
Bersenjata AS. Ia kemudian direkrut melalui kontrak oleh Vinnell
Corp., bisnis yang menjual jasa kemiliteran. Mula-mula Vinnell
menempatkan Hasselmeyer menjadi instruktur roket TOW bagi Garda
Nasional Arab Saudi (SANG). Setelah kontrak selesai, ia tetap
diminta menjadi penasihat SANG.
Ada hubungan saling menguntungkan antara AS dan Arab Saudi,
menurut Hasselmeyer. Di satu pihak kebutuhan akan bahan bakar
membuat Paman Sam wajib memelihara muka manisnya terhadap para
pemimpin kerajaan gurun itu. Di pihak lain, Arab Saudi banyak
mengandalkan pembinaan hankamnya kepada AS.
Sebetulnya, "Arab Saudi belum -- dan mungkin tidak akan --
pernah menjadi kekuatan militer yang besar," kata Hasselmeyer.
Sepanjang sejarahnya, kemampuan militer negeri ini selalu
dibatasi oleh faktor geografis, teknologi, serta kuantitas dan
kualitas Angkatan Bersenjatanya.
SEPANJANG dekade terakhir ini, bukan tak ada usaha mengembangkan
Angkatan Bersenjata yang ampuh. Tapi pada tingkat pertama masalah
man power saja sudah membikin pusing para pengelola kerajaan.
Dengan jumlah penduduk sekitar lima sampai delapan juta, sebagian
terdiri dari para Badui yang tak betah menetap, kekurangan tenaga
manusia selalu membatasi cita-cita membangun Angkatan Bersenjata
yang perkasa. Karena itu, agaknya, negeri ini selalu harus
menyandarkan kepercayaannya kepada AS, atau superpower yang
seimbang, bila tiba-tiba terpaksa harus mempertahankan diri
terhadap musuh dari luar.
Ke dalam, Arab Saudi tetap merupakan satu dari sedikit monarki
yang mampu bertahan di abad modern ini. Kesinambungan "hak
waris" tahta imperium minyak ini -- tak dapat disangkal --
banyak tergantung dari pemerataan pembagian rezeki yang
diperoleh dari perut bumi. Hasil itu langsung dirasakan rakyat.
Lalu ada faktor kedua, yaitu "dukungan dan perlindungan yang
diberikan SANG, alias Garda Nasioral Arab Saudi tadi."
Secara tradisional, SANG pertamatama adalah bodyguard bagi
keluarga kerajaan Saudi. Ia kemudian berkembang menjadi kekuatan
hankam di dalam negeri, dan merupakan batu penghalang utama bagi
kemungkinan kudeta politik maupun militer.
Berada di bawah perintah langsung Putra Mahkota Abdullah ibn
Abdul Aziz, pewaris nomor tiga tahta Saudi, SANG beranggotakan
kurang lebih 26 ribu Badui, ditempatkan di seluruh negeri itu
dalam formasi batalyon.
Dulu Garda ini diasuh tentara Inggris. Tapi setelah melalui
pelbagai kekecewaan terhadap Inggris di berbagai bidang,
pemerintah Saudi mengubah haluan. Mereka mendekati AS.
Tercapailah kemudian kesepakatan yang mengundang tenaga dan
ahli-ahli AS untuk membenahi dan mengembangkan SANG.
"Secara politis, campur tangan langsung AS dalam pembinaan
Angkatan Bersenjata seperti itu tentu sangat terbatas," kata
Hasselmeyer dalam tulisannya. Karena itu kewajiban tersebut
dilimpahkan kepada Vinnell Corp. dari Alhambra, California
Perusahaan ini menerima kontrak menata dan membina SANG dari
segi organisasi dan perlengkapan. Juga melatih dan meningkatkan
kebolehan empat batalyon SANG menjadi unit-unit kavaleri ringan.
Dalam pada itu, masih terbuka kemungkinan kontrak lebih jauh di
masa depan.
Tapi bagaimana tentang Vinnell? Pcrusahaan ini berpusat di 1145
Westminster Avenue, Alhambra, CA 91803 (213) 289-6281, USA.
Vinnell terutama adalah perusahaan konstruksi. Tapi ia kemudian
digunakan sebagai sarana berbagai proyek. Vinnell aktif di
Vietnam tatkala tentara AS ikut berperang di sana. Ia memberikan
pelayanan konstruksi dan sekuriti.
Vinnell memperoleh personil AS-nya dengan berbagai cara.
Kadang-kadang mereka menempuh kampanye dari mulut ke mulut.
Kadang dengan merekrut tenaga khusus dari luar dinas kemiliteran
AS. Ada kalanya mereka memasang iklan juga dalam majalah Army
Times.
Personil AS terutama terdiri dari eks anggota Angkatan Darat,
dengan beberapa eks Angkatan Udara dan Korp Marinir. Pada
mulanya program Vinnell untuk Arab Saudi didasarkan pada standar
bekas Pasukan Khusus (Special Forces). Tapi rencana ini kemudian
berubah. Pengembangannya akhirnya menjurus kepada tipe pasukan
tempur, dengan masalah-masalah teknis yang lebih luas.
Kontrak para personil AS dengan Vinnell dilakukan dengan standar
18 bulan. Untuk mereka yang menyelesaikan kontrak dengan baik,
dijanjikan bonus 8 sampai 15 persen dari pendapatan pokok, yang
bervariasi sesuai posisi yang dipegang. Jenjang gaji bergerak
dari 10 -- yang terendah -- sampai 1, setingkat general manager.
Setiap enam bulan ada kesempatan naik gaji.
Di Arab Saudi, kontingen Vinnell ditempatkan di sebuah
perkampungan di luar Kota Riyadh. Meski pada mulanya suasana
kompleks itu sanga kaku dan monoton, setelah bertahun-tahun ia
toh berkembang dengan pengadaan fasilitas yang mencukupi.
Sarana kesehatan cukup baik. Terapi sinar-X dan pengobatan dasar
lainnya tersedia belaka. Pelayanan diberikan oleh tenaga bekas
perawat, dan "beberapa dokter yang tidak terlalu trampil."
Fasilitas makanan, penginapan dan rekreasi cukup tersedia di
home base ini. "Tatkala saya masih di sana," kata Hasselmeyer,
"saya mendiami sebuah villa di luar kota, dengan uang saku yang
didasarkan pada tingkat perwira senior."
Sarana rekreasi tak mengecewakan, "sama saja dengan di Amerika."
Ada lapangan tenis kolam renang, ruang angkat besi, perangkat
tenis meja, pesawat TV, perpustakaan, bahkan bioskop di lapangan
terbuka.
Kebijaksanaan tentang cuti dan liburan disesuaikan dengan
penggolongan kepangkatan dan gaji. "Pada masa saya," kata
Hasselmeyer, "cuti diberikan tujuh hari setiap tiga bulan."
Disediakan tiket pesawat pulang pergi, antara lain ke Athena.
Kini rupanya cuti diberikan 14 hari setiap enam bulan, dengan
kesempatan berleha-leha ke London. "Tapi banyak rekan
menghabiskan cuti mereka di Bangkok saja." Ehem!
Vinnell ternyata tidak hanya merekrut orang Amerika. Ada pula
tenaga asing non-Amerika, terutama dari jordallia dan Korea
Selatan. Meski tenaga bukan Amerika ini sebagian besar memiliki
latar belakang kemiliteran, umumnya mereka dikontrak untuk
bekerja sebagai penerjemah dan perawat perlengkapan. Menarik
hati, bahwa "banyak personil Jordania sesungguhnya orang
Palestina, dan memiliki kartu anggota PLO."
LANGKAH modernisasi SANG yang dipercayakan kepada Vinnell
bermula 1975. Ketika itulah Vinnell mulai mendatangkan
jagoan-jagoan perang dengan latar belakang mengesankan ke pusat
latihan di luar Kota Riyadh itu. Di antara mereka terdapat
veteran Angkatan Darat AS dengan kemampuan setara Pasukan
Khusus. Dari Jordania dan Korea Selatan datang pula para veteran
yang sudah cukup makan garam pertempuran.
Seperti pernah diungkapkan Brigjen Purnawirawan Jack Hoefling,
salah seorang general manager program Vinnell di Arab Saudi,
kontingennya adalah "Legiun Asing Amerika yang pertama setelah
Brigade Abraham Lincoln." Meski analogi ini tak sepenuhnya
tepat, di sana-sini memang terdapat beberapa persamaan.
Bersama para penghuni kompleks militer Khasm al An di timur Kota
Riyadh, keempat batalyon SANG melaksanakan program latihan
perang tahunan terus menerus. Latihan dipusatkan pada kemahiran
mempergunakan senjata baru, dan pengembangan ketrampilan basis
militer melalui taktik-taktik setara batalyon.
Semua latihan disesuaikan dengan iklim dan kebiasaan Arab.
Batalyon-batalyon SANG agaknya tak sulit menempatkan diri.
Mereka segera terbukti serdadu yang mampu mengusai taktik dan
teknik perang modern.
Selesai menjalani latihan formal yang diberikan langsung di
lapangan, batalyon SANG yang sudah dimodernisasikan itu kembali
ke markas. Mereka selanjutnya berlatih sendiri. Namun tetap di
bawah bantuan dan petunjuk sebuah tim penasihat Vinnell, yang
ditempatkan di setiap unit. Tim ini tak terbatas sekedar memberi
nasihat. Mereka turut dalam operasi, sebagai bagian dari program
latihan lanjutan.
Batalyon SANG yang sudah dimodernisasikan mengambil struktur
Batalyon Bersenjata Gabung (CAB), yaitu unit tempur yang sangat
mirip dengan skuadron kavaleri Angkatan Darat AS. CAB meliputi
sebuah satuan komando, tiga kompi senapan, sebuah satuan
artileri lapangan, serta markas kompi dan pusat.
Setiap kompi senapan memiliki sebuah kelompok komando, tiga
pleton senapan, satu pleton mortir 81 mm, satu pleton
anti-kendaraan lapis baja yang dipersenjatai dengan sebuah kanon
Oerlikon 20 mm, tiga kanon 90 mm, dua roket TOW, dan sebuah
pleton bantuan, perawatan perlengkapan, dan komunikasi.
Satuan artileri lapangan bertugas memberi bantuan tembakan tak
langsung dengan lima howitzer 105 mm. Ia juga memiliki kemampuan
pertahanan serangan udara, dengan menggunakan enam sistem Vulcan
Air Defense.
Markas besar dan markas kompi meliputi pleton pengintai, pleton
kesehatan, perawatan, komunikasi. Mereka membantu CAB dengan
armada angkutan truk, bahan bakar, dan mobil tanker berisi air
minum. Satuan organik penunjang CAB mampu melayani unit tempur
mereka nyaris dalam kondisi berdikari selama melancarkan
opcrasi-operasi taktis.
Jenjang kepangkatan CAB umumnya terbagi di antara sekitar 800
perwira, bintara, dan tamtama. Mayoritas anggota pasukan datang
dari kemah-kemah Badui yang masih asli. Banyak di antara mereka
mendaftarkan diri ke SANG langsung dari lingkungan nomad, "yang
masih sama seperti pada zaman Alkitab."
VARIASI umur sangat beragam. Ada anak 14 tahun yang sebetulnya
masih senang main petak umpet. Tapi tak kurang pula yang
berumur antara 79-89 tahun, yang di zaman baheula pernah
berperang bersama T.E. Lawrence, alias Lawrence of Arabia yang
legendaris itu.
Ikatan dinas dengan SANG sama dengan kontrak seumur hidup.
Sementara mayoritas perwira pernah menerima pendidikan formal
atau latihan di berbagai sekolah militer Inggris dan AS, para
tamtama umumnya tidak terpelajar, bahkan tak mengecap pendidikan
modern yang paling dasar. Banyak di antara mereka, misalnya,
terkagum-kagum hanya menyaksikan montir memperbaiki mobil.
Pada dasarnya tak mengenal disiplin, secara teknis kedodoran,
sangat fanatik, serta sering dituding lamban dan terbelakang,
"mereka memiliki semua syarat yang diperlukan tentara yang
paling buruk di dunia," kata Hasselmeyer. Namun di samping
segala cacat itu, mereka toh memiliki keistimewaan yang sulit
diimbangi.
Kepekaan dan kekerasan gurun turun temurun mewariskan kepada
pada Badui tersebut kebanggaan dan kegarangan yang patut
diandalkan. Mereka mampu mencari jalan dalam operasi di wilayah
yang tak dipetakan itu, yang berhamparan di sebagian besar
Semenanjung Arab. Mereka juga sulit ditandingi dalam ketahanan
menanggung segala macam siksaan gurun.
Ikatan keluarga dan puak mernbuat para Badui di dalam SANG akrab
dan kompak, melebihi segala bentuk disiplin konvensional. Dan
tepat pada saat yang dibutuhkan, seperti pada Peristiwa
Masjidil Haram, November 1979 Garda ini membuktikan ketetapan
hati dan semangat yang tak boleh dipandang remeh, "bahkan oleh
para pengamat yang paling sinis."
"Memang sulit menaksir secara akurat kemampuan CAB," kata
Hasselmeyer. Soalnya, secara relatif mereka masih muda dan
sedang berkembang. Lagi pula, hanya ada satu cara untuk menguji
kemampuan tempur sebuah satuan bersenjata -- "yaitu pertempuran
itu sendiri."
Sebagai unit tempur taktis di medan peranggurun konvensional,
peranan CAB terbatas pada unit kavaleri ringan. Kekuatan CAB
terbesar terletak pada kelincahannya bergerak yang luar biasa,
dan kemampuan para serdadunya yang bersegi banyak. Mereka
memiliki daya tahan yang tinggi, tapi juga mampu melancarkan
operasi ofensif jangka panjang.
Dalam masalah hankamnas, perlindungan yang dijanjikan Komando
Lapis Baja V 150 berikut persenjataannya lebih dari cukup bagi
kesatuan ini. Kelak hal itu terbukti secara meyakinkan dalam
operasi pembebasan kembali Masjidil Haram.
Meskipun tingkat pendidikan mereka rendah, para Badui itu cepat
sekali menguasai kecakapan menggunakan senjata. Dan dalam
banyak hal, misalnya menangani sistem peluru kendali TOW,
"mereka sama baiknya -- bahkan beberapa lebih mahir --
dibandingkan dengan serdadu Amerika."
Dengan terus memodernisasikan batalyon-batalyon SANG-nya, Arab
Saudi sekaligus membangun salah satu kekuatan militer yang
berkembang secara potensial di Timur Tengah. Pada waktu yang
sama pula mereka merupakan godaan bagi para veteran Amerika yang
piawai, yang menjual jasa ke sana ke mari di bidang kemiliteran.
Biasanya, peranan setiap Garda Nasional hanyalah menjamin
keamanan di dalam negeri. Jarang terlibat pertempuran, mereka
lebih banyak berfungsi "menjamin stabilitas" dan mengatasi
situasi keamanan yang sewaktu-waktu bisa tampak tak menentu.
Tapi, "Garda Nasional Arab Saudi merupakan pengecualian," kata
Hasselmeyer dalam tulisannya. Mereka setaraf kavaleri ringan
siap tempur, yang menurut beberapa pengamat "lebih baik
ketimbang tentara reguler." Dan mereka sudah mengalami
pertempuran.
Pada 20 November 1979, sekitar 250 pengikut Mohammed Al-Quraishi
-- seorang Islam fanatik yang percaya bahwa "revolusi Islam" di
Iran merupakan awal suatu zaman baru -- membawa peti-peti mati
ke Masjidil Haram di Mekah. Pemandangan ini tidak luar biasa. Di
masjid itu, konon, jenazah kerap disemayamkan.
Tapi para pengikut Mohammed kemudian segera menunjukkan
belangnya. Mereka mengeluarkan dari peti mati itu kantung
berisi senjata, mulai senapan AK sampai bedil berburu model
Amerika. Dan mereka mulai menembaki jamaah yang sedang salat,
membunuh beberapa lusin dan menyandera ratusan. Banyak tentara
Saudi tewas dalam waktu seketika, meski dalam kegembiraan "mati
di jalan Allah."
Pada saat itulah SANG unjuk kebolehan. Secara kilat dari Riyadh
diterbangkan 28 kendaraan lapis baja V 150. Setelah mendapat
izin melepaskan tembakan ke masjid suci itu, mereka segera
"menjinakkan" para penembak mahir pemberontak yang berkubu di
menara, dengan siraman TOW dan kanon 20 mm. Kemudian mereka
menjebol pintu gerbang dengan tembakan kanon 90 mm.
PERTEMPURAN jarak pendek segera berkobar. Tapi SANG membiarkan
sejumlah pemberontak yang kemudian terbukti dilatih di Yaman
Selatan itu -- yang tak tertembak berlindung di ruang bawah
tanah masjid. Delapan hari kemudian rombongan ini keluar dan
menyerah, lantaran kehabisan makanan dan peluru. Dalam minggu
itu juga 66 pemberontak diadili dan dipenggal di hadapan umum,
di beberapa kota Arab Saudi.
Ketrampilan yang diperagakan SANG dalam Peristiwa Masjidil Haram
lebih dari sekedar "jihad fi sabilillah," seperti banyak
disimpulkan peninjau Barat. "Ia merupakan "demonstrasi kemampuan
SANG mengorganisasikan tenaga manusia dan perlengkapan secara
kilat ke daerah kerusuhan," kata Hasselmeyer.
Mereka menggunakan taktik dan strategi gaya Amerika, dan di
sana-sini mengkombinasikannya dengan kekhususan pasukan gurun.
Maka Hasselmeyer mengambil kesimpulan: "Garda Nasional Arab
Saudi telah membuktikan dirinya sebagai satuan tempur
pendadakan, yang mampu menerjunkan para prajurit dan
perlengkapannya, bahkan dalam situasi yang paling gawat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini