GEDUNGNYA berbentuk trapesium dengan dinding bagian atas di
kiri-kanan mencuat sedikit tajam. Pintu gerbangnya persis di
tengah, menganga luas dengan atap menjorok ke depan. Begitu kita
memasukinya, chandeliers mewah berwarna krem menghiasi
langit-langit ruang yang luas. Dengan menara pemancar setinggi
147 m di samping kirinya (selesai dibangun beberapa tahun lalu),
bangunan baru itu berdiri megah bersebelahan dengan gedung TVRI
lama di Senayan, Jakarta.
Pemakaian Gedung Pusat Produksi TVRI itu diresmikan Presiden
Soeharto, bertepatan dengan HUT TVRI ke-20, 24 Agustus. Seluruh
bangunannya terbikin dari bahan kelas satu. Tentu dengan AC
sentral. Kini masih terlihat kesibukan para pekerja merampungkan
bangunan berukuran 105 x 110 m, empat lantai di lokasi seluas 23
ribu m2. Juga usaha perbaikan di dalam masih tampak. "Saya
perkirakan pertengahan tahun depan seluruhnya rampung," tutur
Ir. Mohammad Arifin, pepimpin proyek pembangunannya. Dia
sehari-hari Kepala Sub Bidang Bina Teknik TVRI.
Di gedung baru itu terdapat empat studio (dua di antaranya
berukuran 456 m2, dua lagi seluas 275 m2), ruang rekaman, suara,
satu ruang film, dua ruangan dubbing, lima ruang latihan, satu
ruang dekorasi, laboratorium film, ruang peralatan elektronika
dan ruang rapat/perkantoran produksi. "Tahap pertama, kami
melengkapi dua studio dulu, yang besar dan yang kecil. Tinggal
memasang peralatannya," ujar Arifin, lulusan ITB 1964.
Sebagian besar peralatan teknik didatangkan dari Jerman Barat.
Tentu untuk pemasangannya harus pula didatangkan empat teknikus
Jerman Barat.
Biaya seluruh peralatan plus biaya pembangunan gedung baru itu
mencapai US$25 juta. Atau sekitar Rp 17 milyar. Untuk
pembangunan gedungnya saja Rp 8,5 milyar, yang direncanakan
sejak 1972, tapi batu pertamanya diletakkan 6 tahun lalu.
Untuk apa? "Frekuensi rekaman dan siaran langsung berikut stock
produksi akan bertambah, sekaligus lebih mudah," tutur Drs. H.
Subrata, Direktur TVRI tentang fasilitas baru itu. Lima studio
lama yang dimiliki TVRI Pusat masih akan dimanfaatkan. Untuk
menyiapkan suatu paket produksi yang memerlukan studio lebih
luas, gedung barulah yang dimanfaatkan. Sesungguhnya perbedaan
studio lama dan studio baru hanya mengenai luasnya saja.
Tanpa gedung dan peralatan baru itu, menurut Ir. Arifin, sering
terjadi rebutan tempat untuk memproduksi bahan siaran. Menunjang
pertambahan itu, karyawan TVRI bertambah pula.
"Kami senang dengan rampungnya gedung baru ini," tutur Sarry
Rachmayanti dari bagian musik. "Produksi siaran musik kami bisa
meningkat dan kami bisa bekerja lebih cepat." Dibanding dengan
bagian lain, bagian siaran musik memang paling sering
menggunakan studio atau ruangan.
H. Ramli Parinduri, produser siaran olahraga TVRI sependapat.
"Fasilitas yang ada di gedung baru ini bisa menambah gerak
siaran olahraga. Bisa lebih sempurna." Tapi penambahan mobil
unitlah yang paling menggembirakan Ramli, karena "gerak kami
bisa lebih bebas." Mobil unit berfungsi sebagai stasiun
keliling.
Semua itu bertujuan meningkatkan mutu dan pemerataan siaran.
Tapi tak ada perubahan acara secara keseluruhan. Menurut
Subrata, kini perbandingan jumlah jam siaran TVRI sebagai
berikut: berita penerangan 27% (termasuk siaran reportase
olahraga), pendidikan dan agama 23% dan hiburan 47%. Sisanya
untuk telop bersifat seruan dan lain-lain.
Penambahan channel? Itu "masih dalam proses. Mudah-mudahan bisa
selesai akhir tahun depan," kata Subrata. Saluran baru itu
terutama untuk siaran (Ibukota) Metropolitan, yang diduga akan
menampung siaran iklan. Hmm bila iklan ada lagi di TVRI?
Tersenyum lebar, Subrata segan menjawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini