Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK menyelidiki Antam Novambar ihwal pungutan bank garansi eksportir benih lobster.
Antam berdalih hanya menyarankan penarikan jaminan bank pada eksportir benih lobster.
Beberapa pejabat Kementerian Kelautan terseret dalam perkara suap izin ekspor benih lobster.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar disebut-sebut melemparkan tanggung jawab soal penerbitan regulasi bank garansi ekspor benih lobster setelah ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sumber Tempo mengatakan Antam beralasan tidak pernah memerintahkan pungutan jaminan bank bagi eksportir benih lobster, melainkan hanya menyarankan. "Ia mengatakan saran itu bisa dilaksanakan atau tidak dilaksanakan," kata sumber Tempo di lingkungan Kementerian Kelautan, akhir pekan lalu.
Sumber ini juga menuturkan alasan Antam itu disampaikan ke anak buahnya setelah KPK menelusuri keterkaitan pungutan bank garansi dengan dugaan suap izin ekspor benih lobster. Perkara inilah yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan empat anak buahnya sebagai tersangka. Kelimanya diduga menerima suap dari pengusaha dalam urusan izin ekspor benih lobster.
Sumber tersebut mengatakan Antam lantas melimpahkan tanggung jawab pungutan bank garansi itu kepada kedua anak buahnya. Keduanya adalah Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina; serta Kepala Balai Besar KIPM Jakarta, Habrin Yake. Keduanya diduga ikut berperan dalam pungutan bank garansi ini.
Kotak berisi benih bening lobster yang diekspor ke Vietnam melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, 12 Juni 2020. Istimewa
Lewat surat, Rina memerintahkan Habrin dan lima kepala balai KIPM lainnya menandatangani komitmen eksportir untuk menyertakan bank garansi. Namun hanya Habrin yang menandatangani komitmen perusahaan karena semua kegiatan ekspor benih benur tahun lalu lewat Jakarta. "Tapi semua orang tahu, keduanya melakukan itu karena perintah atasannya," ujar sumber tadi.
Perintah yang dimaksudkan adalah nota dinas kepada Rina pada 1 Juli tahun lalu. Nota dinas itu berisi saran kepada BKIPM agar setiap eksportir menerbitkan jaminan bank.
Antam Novambar, Rina, dan Habrin belum menjawab saat Tempo meminta tanggapan soal ini. Juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, mengatakan permintaan konfirmasi Tempo sudah diteruskan kepada ajudan Antam. "Belum ada balasannya," kata Wahyu.
KPK menelisik pungutan bank garansi berdasarkan keterangan sejumlah saksi kasus suap ekspor benih lobster. KPK memanggil Antam sebagai saksi pada Rabu pekan lalu. Namun mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan tengah berdinas di luar kota. "Yang bersangkutan mengkonfirmasi secara tertulis tidak dapat hadir karena sedang dinas luar kota," kata juru bicara KPK, Ali Fikri.
Petugas bank menyerahkan uang sitaan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan izin ekspor lobster di gedung KPK, Jakarta, 15 Maret 2021. TEMPO/Imam Sukamto
Ali mengatakan penyidik KPK membutuhkan keterangan Antam terkait dengan pungutan bank garansi. Ia menjelaskan, KPK hendak menggali putusan pungutan jaminan bank yang diduga atas perintah Edhy Prabowo kepada Antam. Ali belum memastikan kapan KPK melayangkan panggilan kedua kepada Antam.
Senin pekan lalu, KPK menyita bank garansi eksportir benih lobster sebesar Rp 52,3 miliar. Dua hari setelahnya, KPK memeriksa Edhy Prabowo serta Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf ihwal bank garansi. Yusuf mengakui ada pemeriksaan itu. Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini mengatakan tujuan pungutan bank garansi hanya untuk memastikan hak negara tidak hilang hingga terbitnya hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif PNBP di Kementerian Kelautan.
Yusuf juga menepis adanya intervensi Antam kepada anak buahnya untuk merealisasi pungutan jaminan bank ataupun berusaha lepas tanggung jawab dari urusan tersebut. "Semua dilaksanakan sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing," katanya.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menduga uang bank garansi sebesar Rp 52,3 miliar yang disita KPK merupakan bagian dari hasil kejahatan dalam rangkaian kasus ekspor benih lobster. Karena itu, KPK seharusnya mengungkap kaitan uang tersebut dengan perkara suap yang ditangani. Ia pun berharap KPK tetap memanggil Antam. "Antam baru dipanggil satu kali dan mangkir. KPK perlu memberi tahu alasan Antam tidak hadir dan memberinya tenggat waktu agar datang ke KPK untuk memperjelas konteks uang yang disita tersebut," kata Kurnia.
RUSMAN PARAQBUEQ | AVIT HIDAYAT | ROSSENO AJI NUGROHO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo