Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Antisipasi Banjir: Anies soal Toa, Pengukur Curah Hujan, dan Usul Anggaran

Banjir, kata Anies Baswedan, memiliki durasi yang cukup lama dari peringatan hingga kejadian. Karena itu, ia meminta jajarannya berhenti belanja toa.

9 Agustus 2020 | 07.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pekan ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya membahas penanggulangan banjir Ibu Kota. Pemerintah DKI mengevaluasi program yang sudah berlangsung hingga merumuskan proyeksi untuk antisipasi bencana air bah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut sejumlah poin pembahasan penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta:

  1. Toa Bukan Sistem Peringatan Dini Banjir

Anies Baswedan mengatakan pengeras suara toa tidak termasuk dalam sistem peringatan dini atau early warning system tentang banjir. "Ini bukan early warning system. Ini toa, bukan sistem," kata Anies rapat bersama para pimpinan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam video resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jumat, 7 Agustus 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia meminta jajarannya membuka materi presentasi mengenai sistem peringatan bencana. Dalam sebuah paparan, terdapat gambar toa yang masuk sebagai bagian dari sistem DWS. Anies memprotesnya dan menyatakan toa bukanlah sistem.

Anies Baswedan memberikan gambaran tentang system. Kira-kira begini: kejadian di Katulampa (tinggi) air sekian, keluar standar operasional. Dari Dishub, Dinas Kesehatan, MRT, Satpol, seluruhnya tahu wilayah mana yang berisiko. Sehingga, sebelum terjadi bencana, aparat sudah siap. “Hari ini kalau kejadian, kita 'gedandapan' terus, seakan-akan ini banjir pertama. Dan tanah ini sudah puluhan tahun kena banjir," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Menurut Anies, toa di Jakarta yang merupakan hibah dari Jepang itu awalnya digunakan sebagai peringatan dini terhadap tsunami. Alat itu dinilai efektif sebagai peringatan dini tsunami karena harus berfungsi secara cepat. Sedangkan banjir, ujarnya, memiliki durasi yang cukup lama dari peringatan hingga kejadian. Karena itu, Anies meminta jajarannya untuk berhenti belanja toa.

  1. Jakarta Belum Punya Alat Ukur Curah Hujan


Anies Baswedan menyatakan bahwa Jakarta belum memiliki alat untuk mengukur curah hujan. Selama ini pemerintah dianggap hanya mengandalkan alat-alat dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). "Awal tahun ini, ketika saya mendengar bahwa kita ini tidak punya alat ukur (curah hujan). Itu saya betul-betul shock," ujar Anies dalam video serupa.

Saat itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Juaini Yusuf mengusulkan pembelian alat ukur curah hujan sebanyak 10 unit di tahun 2020. Anies menginstruksikan Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah untuk menambah alat itu dengan harga yang lebih murah.

Anies juga meminta Dinas SDA membeli pengukur curah hujan manual, bukan digital seperti yang diajukan oleh dinas. Menurut dia alat yang diajukan oleh Dinas terlalu canggih dan lebih mahal, karena berbasis digital. Perintah itu didasarkan pada keuangan Daerah yang terbatas akibat pandemi Covid-19.

  1. Dinas Ajukan 5,2 Triliun Untuk Program Atasi Banjir


Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta mengajukan anggaran Rp 5,2 triliun untuk program penanggulangan banjir Ibu Kota. Dana itu akan didapatkan melalui pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sahamnya dimiliki oleh Kementerian Keuangan.

"Total keseluruhan anggaran yang diajukan untuk pengendalian banjir dari 2020 sampai 2022," kata Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf dalam rapat pengendalian banjir, Rabu, 5 Agustus 2020.

Pada tahun ini, anggaran untuk penanggulangan banjir Rp 183,3 miliar. Dari anggaran itu, Pemerintah DKI di antaranya berencana membuat polder di Muara Angke, Kali Betik, Teluk Gong, Green Garden, Mangga Dua, Marunda, Pulomas, dan Kamal. Selain itu, juga akan merevitalisasi pompa pengendali banjir yang tersebar di lima wilayah Jakarta.

  1. Rp 781 miliar untuk Pembebasan Lahan

Kepala Dinas SDA DKI, Juaini Yusuf mentargetkan melanjutkan pembebasan 10 lahan yang termasuk dalam program penanggulangan banjir di tahun ini. Untuk pembebasan lahan itu, pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 781 miliar.

"Tahun 2020 ini rencana kami melanjutkan pembebasan waduk atau situ embung yang selama ini sudah kami bebaskan," kata dia dalam rapat, Rabu, 5 Agustus 2020.

Lahan yang akan dibebaskan tersebar di lima waduk, dan lima sungai yang ada di wilayah DKI Jakarta. Kelima waduk itu berada di Kampung Rambutan, Cimanggis, Pondok Rangon, Brigif, dan Lebak Bulus. Sedangkan, pembebasan lahan di sungai tersebar di Ciliwung, Sunter, Pesanggrahan, Angke, dan Jatikramat.

M YUSUF MANURUNG | IMAM HAMDI | ANTARA

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus