Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mabes Polri menahan Ferdy Sambo karena diduga merusak kamera pengawas.
Keterangan Bharada Richard Eliezer kerap berubah sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Diduga tak ditemukan DNA di pistol milik Brigadir Yosua.
INSPEKTUR Jenderal Ferdy Sambo kembali mendatangi gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 6 Agustus lalu, sekitar pukul 08.00 WIB. Ia langsung menemui penyidik tim khusus. Tim ini dibentuk Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemeriksaan berlangsung hingga siang. Sehari sebelumnya, tim khusus juga memeriksa Ferdy Sambo, 49 tahun. Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan, pada pemeriksaan Jumat, Ferdy diperiksa oleh Inspektur Jenderal Syahar Diantono dan Inspektur Jenderal Eky Hari Festyanto selama lima jam. “Pemeriksaan didampingi jenderal bintang dua,” katanya kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbeda dengan kedatangan pertama, pada pemeriksaan kedua Ferdy turut diperiksa oleh Inspektorat Khusus. Jenderal Listyo Sigit membentuk tim ini untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan personel kepolisian saat menangani kasus kematian pengawal Ferdy Sambo itu.
Ajudan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer tiba di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 26 Juli 2022/TEMPO/Subekti.
Anggota Inspektorat Khusus berpangkat komisaris jenderal mulai memeriksa Ferdy pada sekitar pukul 14.00 WIB. Para pemeriksa menyimpulkan Ferdy melanggar kode etik. Ia terbukti mengambil kamera pengawas di rumahnya, yang seharusnya menjadi barang bukti penting kematian Brigadir Yosua.
Ferdy ditahan dengan mekanisme Penempatan dalam Tempat Khusus (Patsus) di rumah tahanan Markas Korps Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. “Dia dikenai Tempat Khusus oleh tim pemeriksa,” ujar Komisaris Jenderal Agus. Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri menyebutkan Patsus diterapkan maksimal 21 hari kepada personel yang dikenai hukuman disiplin.
Sekitar pukul 17.30, Ferdy diboyong ke Markas Komando Brimob. Ia dikawal personel Brigade Mobil yang sejak Sabtu siang bersiaga di gedung Bareskrim. “Pemeriksaan selanjutnya masih berlanjut. Harap sabar,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo.
Penahanan Ferdy Sambo bermula dari kematian Brigadir Yosua di rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat, 8 Juli lalu. Awalnya Mabes Polri menyatakan Yosua tewas setelah baku tembak dengan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Keduanya adalah ajudan Ferdy.
Kepada polisi, saat itu Richard mengaku mendengar suara jeritan Putri Candrawathi, istri Ferdy, dari dalam kamar. Richard yang berada di lantai dua berlari menuju tangga. Ia sempat bertanya kepada Yosua, tapi dibalas dengan tembakan. Richard membalas tembakan hingga Yosua tersungkur bersimbah darah di sebelah tangga.
Bareskrim menetapkan Bharada Richard sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi mengatakan Richard menembak Yosua bukan untuk melindungi diri. “Jadi ini bukan pembelaan diri,” tuturnya.
Kepada Tempo, beberapa perwira tinggi mengatakan tim khusus sudah mengantongi bukti baru penembakan Yosua. Seseorang yang mengetahui proses hukum kasus ini mengatakan salah satu bukti tersebut berupa rekaman kamera pengawas milik tetangga Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga.
Rekaman itu menunjukkan dua mobil Lexus RX yang ditumpangi Putri dan Yosua tiba di rumah dinas pada Jumat, 8 Juli lalu, pada pukul 17.09 WIB. Rekaman itu juga menunjukkan Ferdy Sambo mengarah ke rumah dinasnya pukul 17.11. Artinya kedatangan Putri dan Ferdy hanya berselisih dua menit.
Sekitar pukul 17.20, rekaman kamera pengawas menunjukkan satu unit mobil yang disopiri ajudan Ferdy Sambo lain, Riky, keluar dari rumah dinas. Mereka kemudian menuju rumah pribadi Ferdy di Jalan Saguling 3, yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah dinas.
Saat itu Putri terlihat mengenakan baju piyama lengan pendek berkelir biru dan celana pendek hitam. Ia turun seorang diri menuju rumah pribadi. Rekaman kamera menunjukkan Putri tak memperlihatkan ekspresi apa pun saat itu.
Informasi dari rekaman kamera pengawas itu berbeda dengan penjelasan Mabes Polri sebelumnya. Saat itu polisi menyebutkan Brigadir Yosua meninggal pada pukul 17.00 setelah saling tembak dengan Bharada Richard. Saat penembakan terjadi, Putri yang bersembunyi dan menangis di kamar mandi berupaya menelepon Ferdy Sambo, tapi tak kunjung direspons.
Kronologi ini kian terasa janggal karena keterangan Bharada Richard kerap berubah. Kepada penyidik, Richard mengatakan bahwa ia menembak Yosua dari balik tangga. Ia melepaskan tembakan terakhir tanpa melihat Yosua dan mengenai kepala bagian belakang Yosua. Kepada lembaga penegak hukum lain, Richard menyatakan bahwa ia menembakkan dua kali pistol Glock 17 miliknya ke arah dada saat Yosua tersungkur dalam posisi bersujud di dekat tangga.
Dua sumber Tempo mengatakan Richard belakangan menarik berita acara pemeriksaannya pada Jumat siang, 5 Agustus lalu. Ia menyampaikan kesaksian baru kepada penyidik. Keterangan itu ia tulis sendiri di atas kertas.
Dalam keterangan terbarunya, Richard menyatakan bahwa ia turun dari lantai dua saat mendengar ada keributan di ruang tamu. Saat berada di tangga, dia melihat Ferdy Sambo tengah memegang pistol. Di dekatnya, Yosua sudah terkapar bersimbah darah.
Komisaris Jenderal Agus Andrianto dan Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi tak merespons pertanyaan Tempo soal kesaksian mutakhir Richard. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Nurul Azizah tak membenarkan ataupun membantah informasi ini. “Kami belum ada perintah dari tim khusus untuk release,” ucapnya.
Pada saat pemeriksaan pertama di Bareskrim, Ferdy Sambo tetap berkukuh bahwa Yosua berupaya melecehkan istrinya. “Jangan memberikan asumsi dan persepsi yang menyebabkan simpang siurnya peristiwa di rumah dinas saya,” tuturnya.
CCTV yang berada di dalam rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, 15 Juli 2022/TEMPO/Subekti.
Mantan pengacara Richard, Andreas Nahot Silitonga, sempat menyayangkan penetapan tersangka kliennya. “Bagaimana seseorang yang belum selesai diperiksa sebagai saksi tapi jadi tersangka,” kata Andreas. Pada Sabtu, 6 Agustus lalu, Andreas mengundurkan diri sebagai kuasa hukum Richard.
Seorang polisi berbintang dua menyampaikan penahanan di Mako Brimob baru langkah awal untuk menjerat Ferdy Sambo. Selain kesaksian terbaru Bharada Richard, penyidik masih berupaya mencari bukti lain. Ia memperkirakan Ferdy tak akan lolos dari jeratan hukum.
Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan penyidik masih berupaya menyusun kepingan teka-teki kematian Yosua. Dimintai konfirmasi soal rekaman kamera pengawas yang menunjukkan kehadiran Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo di rumah dinas yang hanya berjarak tempuh dua menit, Agus menolak berkomentar. “Masih kami urai dari saksi-saksi,” ujarnya.
•••
KANTOR Divisi Profesi dan Pengamanan di kompleks Markas Besar Kepolisian RI mendadak ramai pada Jumat, 8 Juli lalu, sekitar pukul 22.00. Seseorang yang hadir pada hari itu mengatakan sejumlah pejabat Divisi Propam dan anggota lain terlihat berkumpul di lantai 3.
Pada waktu yang sama, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sedang berada di ruang kerja Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ferdy tengah melaporkan peristiwa kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada Listyo.
Sahabat dekat Ferdy mengatakan Jenderal Listyo Sigit menanyakan apakah Ferdy terlibat dalam penembakan Yosua. Ferdy meyakinkan Listyo bahwa dia tak terlibat. Dimintai konfirmasi soal pertemuan ini, Listyo tak merespons pertanyaan Tempo hingga Sabtu, 6 Agustus lalu.
Setelah melapor kepada Kapolri, Ferdy kembali ke kantor Divisi Propam. Dia berkumpul dengan sejumlah personel Divisi Propam di ruang pemeriksaan. Salah seorang penegak hukum mengatakan aktivitas di ruangan pemeriksaan itu terekam kamera pengawas. Penyidik Badan Reserse Kriminal sudah mengantongi rekaman itu. Mereka juga tengah menyelidiki isi pertemuan tersebut.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo memberikan keterangan terkait dibawanya Irjen Ferdy Sambo ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok , di Mabes Polri, Jakarta, 6 Agustus 2022/TEMPO/ Febri Angga Palguna
Jenderal Listyo Sigit mengatakan Inspektorat Khusus sudah memeriksa 25 polisi berpangkat perwira tinggi hingga bintara yang ditengarai “mengacak-acak” rumah dinas Ferdy Sambo sebagai tempat kejadian perkara kematian Yosua. Sebagian besar personel yang diperiksa berasal dari Divisi Propam. “Mereka dianggap tidak profesional mengelola TKP,” katanya.
Itu sebabnya penyidikan kasus Yosua berjalan alot. Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengakui bahwa tim khusus kesulitan mengumpulkan bukti karena ada upaya menutupi peristiwa kematian Yosua. “Banyak barang bukti yang rusak atau dihilangkan sehingga membutuhkan waktu untuk penuntasan masalah ini,” ujarnya.
Salah satunya rekaman kamera pengawas (CCTV) Kompleks Polri Duren Tiga. Penyidik sudah memeriksa salah seorang anak buah Ferdy Sambo yang diduga mengambil dekoder CCTV di pos satuan pengamanan.
Seorang jenderal bintang dua bercerita, penyidik terpaksa mengancam polisi itu dengan hukuman pidana jika ia tak kunjung mengaku. Cara ini ampuh. Personel Divisi Propam itu beralasan mengambil kamera CCTV supaya tidak disalahgunakan pihak lain. Ia menyerahkan kamera tersebut, tapi kondisinya sudah rusak.
Olah tempat kejadian perkara pertama juga digelar ala kadarnya. Sejumlah perwira tinggi dan menengah menyampaikan bahwa petugas tak mengambil sampel asam deoksiribonukleat (DNA) di kamar Putri Candrawathi dan tubuh Yosua. Bukti ini menjadi penting untuk membuktikan adanya dugaan pelecehan seksual seperti yang digembar-gemborkan Ferdy Sambo. Ceceran darah juga tak bersisa lantaran telanjur dibersihkan pembantu rumah tangga setelah jenazah Yosua dievakuasi.
Peran Ferdy Sambo sudah terlihat dominan sejak awal. Selain menjadi dirigen dalam proses olah TKP, ia menyusun kronologi kematian Yosua. Ferdy disebut dibantu oleh sahabat dekatnya sekaligus penasihat Kapolri, Fahmi Alamsyah, untuk menyusun kronologi tersebut.
Fahmi juga disebut sebagai orang dekat yang paling awal menerima kabar kematian Yosua dari Ferdy pada Jumat petang, 8 Juli lalu. Dia sempat menyambangi kantor Ferdy di Divisi Propam pada Jumat malam.
Pada Sabtu, 9 Juli lalu, Ferdy meminta Fahmi menyusun kronologi kematian Yosua. Fahmi menyanggupi, lalu menyusun draf menggunakan telepon seluler. Ia mengirimkan draf awal ke akun WhatsApp Ferdy. Ferdy mengedit kronologi versi Fahmi, lalu menambahkan penjelasan soal Yosua yang melecehkan Putri Candrawathi.
Kronologi ini yang kemudian disampaikan kepada Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo pada Ahad petang, 10 Juli lalu. Saat dimintai konfirmasi soal ini, Dedi menjelaskan beberapa hal. Namun ia meminta penjelasannya tak dikutip.
Adapun Fahmi tak membantah ataupun membenarkan informasi ini. “Saya tidak mau berkomentar,” kata Fahmi.
Ferdy Sambo diduga memerintahkan anak buahnya menyebarkan cerita ini kepada para petinggi Polri lain. Ia meminta Kepala Biro Divisi Provos Brigadir Jenderal Benny Ali menjelaskan kepada seorang perwira tinggi Divisi Humas tentang kronologi awal yang berisi ada baku tembak antara Nofriansyah Yosua Hutabarat dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu, pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi, dan informasi lain yang berkaitan dengan kematian Yosua.
Kepala Biro Pengamanan Internal Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan juga disebut bertindak di luar kewenangan hingga membuat Jenderal Listyo Sigit Prabowo marah. Dimintai konfirmasi mengenai hal ini, Benny dan Hendra tak merespons pesan Tempo hingga Sabtu, 6 Agustus lalu.
Tak cuma mendatangi sejumlah petinggi untuk menyamakan narasi, Ferdy Sambo juga memerintahkan anak buahnya ikut dalam olah tempat kejadian perkara. Padahal olah TKP bukan tugas dan kewenangan personel Divisi Profesi dan Pengamanan.
Mereka diduga melanggar prosedur saat menyita pistol Glock 17 milik Bharada Richard. Mereka diduga mengaburkan sisa isi peluru di dalam magasin. Akibatnya, tidak diketahui persis berapa jumlah tembakan yang dilepaskan Richard.
Pada pernyataan awal, polisi mengklaim Richard hanya melepaskan lima kali tembakan dan semuanya mengenai tubuh Yosua. Sementara itu, penelusuran tim khusus mendapati pistol diletuskan lebih dari lima kali. Personel Inafis Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan juga tak menemukan DNA di pistol Yosua.
Keterangan Richard kepada penegak hukum ihwal posisi pintu kamar Putri Candrawathi juga berubah-ubah. Awalnya ia menyebutkan pintu kamar Putri terbuka. Namun, dalam pemeriksaan berikutnya, Richard menyampaikan bahwa pintu kamar Putri tertutup. Dia juga sama sekali tak menunjukkan kesedihan atau penyesalan atas kematian Yosua. Richard malah selalu mengulang-ulang pertanyaan mengapa Yosua menembak dia.
Karena itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum memenuhi permintaan Richard maupun Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, mendapatkan perlindungan. “Kami sudah menawari dia untuk menjadi justice collaborator. Ada kesan dia masih menutupi peristiwa yang sebenarnya,” ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu.
MUSTAFA SILALAHI, AGUNG SEDAYU, EKA YUDHA
Artikel lain:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo