Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Persekongkolan Jahat Pembunuh Yosua

Diduga melibatkan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, persekongkolan menutup kematian Brigadir Yosua harus diusut hingga pengadilan. Ada kemungkinan pelaku lain.

6 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Persekongkolan Jahat Pembunuh Yosua

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ada dugaan kuat upaya penghilangan dan perusakan barang bukti dalam kasus kematian Brigadir Yosua.

  • Lokasi kejadian pembunuhan Yosua juga ditengarai sudah tidak asli seperti saat kejadian.

  • Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot para jenderal hingga tamtama yang terlibat merintangi kasus.

SATU per satu selubung misteri kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua tersibak. Dugaan adanya 25 anggota Kepolisian RI, dari perwira tinggi hingga tamtama, menghambat dan merintangi pengungkapan kasus menjadi petunjuk kuat adanya skenario menutup perkara. Bukan sekadar itu, temuan adanya barang bukti yang sengaja dihilangkan dan dirusak mengindikasikan adanya persekongkolan untuk merekayasa kasus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dibuka ke publik tiga hari setelah kejadian, cerita kematian Brigadir Yosua yang diungkap Divisi Hubungan Masyarakat Polri menggelitik nalar. Yosua disebut-sebut tewas setelah baku tembak dengan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, sesama pengawal Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, pada 8 Juli lalu. Peristiwa itu disebut terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cerita polisi bahwa Yosua terbunuh setelah mencoba melecehkan istri Ferdy di kamar rumah dinasnya memantik keraguan banyak orang. Kekerasan seksual umumnya terjadi karena derajat pelaku lebih tinggi dari korban, bukan sebaliknya. Tim Inafis Polri sejauh ini tidak menemukan asam deoksiribonukleat (DNA) Yosua di kamar istri Ferdy. Jejak itu juga tak ditemukan di pistol HS 9, yang disebut dipakai Yosua untuk mengancam istri Ferdy dan menembak Bharada Eliezer.

Skenario menutup kematian Yosua diketahui bukan hanya dari cerita sungsang yang dibangun polisi, tapi juga tempat kejadian perkara yang sudah “becek”. Istilah ini merujuk pada tempat kejadian yang sengaja dirusak sehingga menyulitkan penyidik menelisik fakta lapangan.

Dalam hal kasus Yosua, misalnya, dekoder kamera pengawas di pos satpam kompleks, tak jauh dari tempat kejadian, diganti oleh anak buah Ferdy. Tak lama setelah kejadian, seorang personel Propam Polri diketahui menyita pistol Bharada Eliezer dan mengeluarkan peluru dari dalamnya. Sejumlah personel Provos Polri juga mengambil telepon seluler Yosua. Akibat alat bukti yang dirusak dan dihilangkan, pengungkapan kasus kematian Yosua berjalan lambat.

Tim khusus yang dibentuk Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memeriksa Ferdy dan 25 polisi yang diduga berupaya menghalangi pengusutan. Mereka sebagian besar perwira tinggi hingga tamtama di Divisi Propam Polri, yang dianggap sengaja “mencemari” lokasi kejadian. Beberapa anggota Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan juga dituding tidak profesional dalam mencari bukti dan menyisir tempat kejadian perkara.

Penyidik tampaknya menggunakan jalan memutar: memperkarakan mereka yang merusak tempat kejadian perkara untuk memperoleh kesaksian mengapa laku buruk itu mereka lakukan. Kamis, 4 Agustus lalu, Kapolri Listyo mencopot sejumlah perwira tinggi dan menengah Propam Polri dan Polres Metro Jakarta Selatan yang terlibat upaya perintangan pengungkapan kasus, termasuk di antaranya Ferdy Sambo, yang sebelumnya dinonaktifkan sebagai Kadiv Propam. Beberapa jam sebelum dicopot, Ferdy diperiksa tim khusus.

Pengusutan dugaan persekongkolan tak boleh berhenti sebatas pencopotan para polisi dari jabatannya. Mereka harus mendapat sanksi etik jika terbukti tidak profesional. Jika ditemukan bukti pelanggaran pidana, mereka juga harus diseret ke pengadilan. Tak terkecuali jika ada yang terbukti bersekongkol membunuh Yosua. Menurut Listyo Sigit, tim tengah menelusuri kemungkinan orang lain yang bersama Bharada Eliezer menghabisi Yosua. Juga kemungkinan Eliezer disuruh orang lain melakukan kejahatan itu.

Kemungkinan keterlibatan orang lain dalam kasus pembunuhan Yosua terungkap setelah penyidik menetapkan Bharada Eliezer sebagai tersangka. Dijerat dengan pasal pembunuhan, Elizer juga disangka melanggar Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dua ketentuan itu mengatur perihal persekongkolan, termasuk memerintahkan dan menganjurkan pembunuhan. Agar tabir misteri kematian Yosua cepat terungkap, hasil autopsi ulang oleh tim dokter independen hendaknya segera dibuka.

Jenderal Listyo Sigit semestinya tak memiliki beban dalam mengungkap kasus kematian Brigadir Yosua ini. Instruksi Presiden Joko Widodo sudah sangat jelas, disampaikan dua kali di forum berbeda: ia meminta penanganan kasus dilakukan secara transparan. Jenderal Listyo kini ditantang membuktikan slogan yang selama ini ia usung: kepolisian sebagai lembaga yang prediktif, responsibel, transparan, dan berkeadilan (presisi).

Artikel

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus