Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Apa Poling Bisa Dipercaya?

29 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAJAK pendapat tidak bisa menyenangkan semua orang. Mereka yang dirugikan oleh hasil pol biasanya berkomentar bahwa jajak pendapat adalah bohong besar. Sebaliknya, mereka yang diuntungkan pasti mengabarkan hasil pol itu ke segala penjuru dan mengutipnya dalam pidato. Karena itu, sebelum mengumpat atau memuji jajak pendapat, jangan ragu-ragu mencari tahu bagaimana penelitian itu dilakukan.

Dalam edisi khusus ini Tempo bekerja sama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan PT Danareksa. LSI adalah lembaga penelitian yang banyak menyelenggarakan survei sejak Pemilu 2004. Danareksa merupakan lembaga keuangan yang tiap bulan menyelenggarakan pol kepuasan publik terhadap kebijakan ekonomi pemerintah. Hasil survei Danareksa dipublikasikan secara luas, namun beberapa detail hanya diberikan kepada pelanggan atau pihak lain yang meminta. Selain dalam edisi khusus ini, data Danareksa pernah dipakai dalam beberapa kali laporan khusus rubrik ekonomi Tempo.

Dari LSI diperoleh data hasil pol tentang evaluasi publik terhadap pemerintah. Pol ini telah berkali-kali dilakukan dan yang terakhir diselenggarakan bulan lalu. Ini memang data publik yang sebagian sudah dipublikasikan. Karena itu, untuk menambah eksklusivitas data, Tempo menitipkan pertanyaan tambahan atau yang kerap disebut omnibus. Dari LSI juga diperoleh data tentang hasil penelitian di sejumlah daerah yang mereka lakukan untuk kepentingan pemetaan pemilih menjelang pemilihan kepala daerah.

Ada 1.239 orang yang diwawancarai LSI. Mereka tersebar di 33 provinsi dan merupakan warga negara yang telah berusia 17 tahun atau yang telah menikah ketika pol dilakukan. Sampel diambil dengan memakai teknik random bertingkat. Mula-mula ditetapkan sampel di tiap provinsi yang jumlahnya secara proporsional disesuaikan dengan jumlah penduduk di provinsi itu. Setelah itu dipilih kabupaten, kecamatan, hingga desa atau kelurahan secara proporsional. Dari tiap kelurahan dipilih lima rukun tetangga (RT) dan dari masing-masing RT dipilih dua rumah tangga sebagai sampel. Di tiap rumah diambil dua orang sebagai responden. Semua proses dilakukan secara acak.

Setelah daftar sampel itu tersusun, barulah pewawancara LSI berburu responden untuk diwawancarai dengan cara tatap muka. Tiap pewawancara bertugas mewawancarai sepuluh responden di satu desa.

Untuk daerah yang sulit dijangkau seperti Papua, mengejar responden tentu bukan perkara mudah. Tak jarang LSI harus menyewa pesawat untuk mendatangi responden. ”Karena itu biayanya menjadi mahal,” kata Saiful Mujani, Direktur Eksekutif LSI. Untuk mencegah kemungkinan petugas melakukan wawancara fiktif, dilakukan pengecekan ulang terhadap 20 persen responden. Dalam pengecekan itu, LSI mengaku tidak menemukan kecurangan berarti.

Dengan metodologi tersebut, toleransi kesalahan dalam pol ini adalah 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Artinya, misalnya dalam penelitian ini ditemukan popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah 30 persen, fakta sebenarnya popularitas Yudhoyono bergerak plus minus 2,8 persen dari angka tadi, yaitu antara 27,2 persen dan 32,8 persen.

Metode serupa juga dilakukan Danareksa. Pol terakhir mereka dilakukan pada September lalu dengan melibatkan 1.730 responden di enam provinsi—Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Enam provinsi dipilih karena, ”Merepresentasikan 70 persen populasi Indonesia dan menggambarkan 85 persen produk domestik kotor Indonesia,” kata David E. Sumual, ekonom Danareksa. Sampel ditarik dengan teknik random bertingkat dengan tingkat toleransi kesalahan 2 persen.

Yang harus dicatat adalah jajak pendapat punya masa kedaluwarsa. Artinya, pendapat responden bisa berubah seiring dengan berjalannya waktu. Karena itu, pol ini adalah potret kinerja pemerintahan Yudhoyono-Kalla pada tahun ketiga pemerintahan mereka. Untuk tahu, misalnya, apakah Yudhoyono bakal terpilih lagi pada Pemilu 2009, harus dilakukan penelitian lagi. Jadi, sementara ini, apa yang bakal terjadi pada 2009 baru bisa direka-reka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus