Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EKSPRESI muka pensiunan jenderal itu begitu menjiwai dalam sebuah remang-remang ruang karaoke ketika menyanyikan lagu “Kaulah Segalanya” dari Broery Marantika. “Memang hanya Tuhan yang tahu segalanya.” Tatkala mengucapkan lirik ini, ia sampai memejamkan mata seolah-olah meresapi kalimat itu ke dalam dadanya. Akting Arswendy Bening Swara sebagai jenderal tersebut mengesankan. Sebab, sang jenderal dalam film itu dikisahkan baru saja membunuh.
“Itu salah satu bagian tersulit dari akting saya di film Autobiography yang disutradarai Makbul Mubarak,” kata Arswendy. Adegan menyanyi itu mengingatkan kita akan kultur bapak-bapak pejabat militer era Orde Baru yang suka berkaraoke menyanyikan lagu-lagu pop cengeng. Tapi, lebih dari itu, adegan tersebut mampu menyodorkan “psikologi militer” sang jenderal yang seolah-olah tak ambil pusing atas tindakan keji yang baru diperbuatnya. Di tempat karaoke tersebut ia seperti melepaskan atau menyembunyikan diri dari pembunuhan. Lirik “hanya Tuhan” seolah-olah sebuah “katarsis” baginya. “Makbul memilihkan lagu itu,” ucap Arswendy.
Tantangan Arswendy menghayati psikologi seorang jenderal pensiunan yang kemudian menjadi pembunuh adalah kesulitan tersendiri. Jenderal itu diceritakan pulang dan tinggal sendiri bermukim di rumah besar keluarga di sebuah desa yang listriknya masih dari genset. Ia berambisi menjadi bupati. Sehari-hari sang jenderal berpembawaan tenang dan kebapakan. Tapi tiba-tiba saat melihat poster pencalonannya dirobek orang ia merasa “diserang”. Ia mencari pelaku (yang ternyata remaja), lalu menghajarnya hingga pemuda itu tewas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo