Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Atas Nama Menyalahgunakan Wewenang

Dengan tuduhan menyalahgunakan wewenang, polisi menetapkan Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah sebagai tersangka. Setelah tuduhan yang lain mental.

28 September 2009 | 00.00 WIB

Atas Nama Menyalahgunakan Wewenang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOPER berisi pakaian, handuk, sikat gigi, dan perlengkapan sehari-hari lainnya itu sudah disiapkan Bibit Samad Rianto. Senin pekan ini, untuk ketiga kalinya, koper itu dibawa Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Penindakan tersebut ke kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Kepolisian RI. ”Keluarga sudah siap kalau ada apa-apa,” ujar kakek tujuh cucu itu kepada Tempo.

Selasa dua pekan lalu, bersama Chandra Hamzah, pensiunan jenderal bintang dua polisi ini ditetapkan jadi tersangka. Sebelumnya keduanya dipanggil sebagai saksi. Senin pekan ini, untuk pertama kalinya, lantaran status tersangka, ia wajib lapor ke polisi.

Status tersangka itu diterima Bibit dan Chandra sekitar pukul 22.00, setelah diperiksa sepuluh jam. Menurut Wakil Kepala Bareskrim Brigadir Jenderal Dikdik Mulyana Arif Mansyur, keduanya diduga melanggar prosedur penerbitan dan pencabutan cekal. Tuduhan yang ”ditembakkan”: melanggar Pasal 23 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang Penyalahgunaan Wewenang. ”Pasal ini baru ditegakkan,” katanya.

Pemeriksaan ini berawal dari laporan Ketua KPK nonaktif, Antasari Azhar, 6 Juli 2009. Isinya menyebut dugaan suap atau pemerasan Direktur PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, dalam proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan. Belakangan, kata Dikdik, fakta yang ditemukan justru penyalahgunaan wewenang. ”Jadi bukan mengada-ada.”

Chandra dianggap bersalah karena menerbitkan surat permohonan cekal Anggoro 22 Agustus 2008. Padahal, kata Dikdik, KPK kala itu tidak sedang menangani kasus korupsi komunikasi radio. Perintah penyidikannya justru soal kasus Tanjung Api-api. ”Subyek hukumnya tak jelas,” kata Dikdik.

Chandra juga dianggap bertindak sendiri. Menurut polisi, keputusan itu harus diketahui pimpinan lain atau kolektif kolegial. Dengan alasan ini Chandra dipersalahkan karena menerbitkan surat pencabutan cekal Direktur PT Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra. ”Satuan tugasnya belum bergerak, cekalnya sudah dicabut,” kata Dikdik. Adapun Bibit dianggap bersalah karena membuat surat cekal Joko Tjandra. ”Tanpa sepengetahuan pimpinan lain,” kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Yoviannes Mahar. Penyidik juga mengatakan cekal dilakukan dengan memaksa Imigrasi. Namun soal pemaksaan ini dibantah Direktur Penyidikan dan Penindakan Direktorat Jenderal Imigrasi Muchdor. ”Tak ada pemaksaan, semua sesuai prosedur,” katanya.

Bibit menegaskan tak ada yang salah atas apa yang ia dan Chandra lakukan. Semua sesuai tugasnya. Hal yang diputuskan kolektif itu misalnya penyidikan atau penuntutan. Wewenang seperti pencekalan merupakan tugas Chandra atau dirinya, sesuai SK Ketua. ”Dari era pimpinan KPK sebelumnya juga demikian,” ujarnya.

Bibit melihat pemeriksaan dirinya diarahkan agar statusnya jadi tersangka. Pertama, ia dikaitkan dengan testimoni Antasari. Setelah tuduhan ini tak terbukti, dialihkan ke soal suap Rp 5,1 miliar dari Anggoro Widjojo. ”Setelah ini tidak ada buktinya, lalu muncullah tuduhan penyelewengan wewenang,” katanya.

Saat pemeriksaan Bibit sempat berargumentasi dengan penyidik tentang pasal yang dituduhkan. ”Tapi mereka selalu bilang ini perintah atasan,” katanya. Ia sempat naik darah melihat isi berita acara pemeriksaan itu tak sesuai dengan yang diucapkannya. ”Setelah pemeriksaan, saya juga tak bisa mendapat salinan BAP itu. Ini aneh,” katanya.

Soal pencekalan Anggoro, Bibit menjelaskan, itu dilakukan setelah tersangka korupsi kasus Tanjung Api-api, Yusuf Erwin Faishal, mengaku menerima suap Rp 125 juta dan S$ 220 dari Direktur Masaro itu. Akhir Juli 2009, Komisi menggeledah kantor Masaro dan menemukan bukti tentang suap itu. Desember 2008, Pengadilan Tipikor menyatakan adanya tuduhan suap itu dalam vonis Yusuf. Dasar ini yang dipakai untuk melakukan cekal terhadap Anggoro.

Adapun Joko Tjandra dicekal karena ada dugaan aliran uang ke Artalyta Suryani dalam kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan. Dugaan, menurut Bibit, diperoleh dari rekaman percakapan dalam sidang Artalyta awal Juni 2008. Belakangan KPK mencabut cekal bos Grup Mulia itu karena tak ada bukti.

Tim pembela KPK menganggap ada benturan kepentingan dalam penetapan tersangka ini. Menurut anggota tim ini, Bambang Widjojanto, Kepala Bareskrim Susno Duadji tak profesional menangani kasus ini, karena dia tahu KPK sedang membidiknya dalam kasus Century. Bambang sudah melaporkan Susno ke Komisi Kepolisian Nasional. Kepada Tempo, Susno menegaskan dirinya tak terkait apa pun dalam kasus Century. Yang ia lakukan, ujarnya, semuanya dalam koridor hukum.

Adnan Buyung Nasution mengatakan polisi berada di posisi sulit dalam kasus ini. Karena itu, kata dia, agar tak ada tuduhan macam-macam, sebaiknya Kepala Polri menonaktifkan Susno Duadji dan memeriksanya. ”Agar semuanya jelas,” katanya.

LRB, Anton Aprianto, Rini Kustiani, Anton Septian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus