Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Babak Akhir Jenderal Wiranto

Dukungan terhadap langkah untuk memberhentikan Wiranto semakin banyak mengalir ke kubu Gus Dur. Benarkah Presiden telah menguasai TNI sepenuhnya?

13 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBARAT bermain catur, pertandingan Gus Dur dan Jenderal Wiranto tampaknya memasuki babak akhir. Dan ungkapan "skak-mat" sudah dilontarkan untuk sang Menko Polkam. "Beberapa jenderal menyatakan mendukung saya dan akan menemui Wiranto, pagi ini, untuk menyampaikan keinginan saya," kata Presiden, Kamis pekan silam, di Seoul, Korea Selatan. Pernyataan itu seolah menunjukkan, kini presiden waskita itu sepenuhnya telah menguasai TNI. Ini berarti satu langkah konsolidasi yang penting bagi Presiden Abdurrahman Wahid sudah berhasil diayunkan. Soalnya, ketika Wiranto disarankan mundur dari kabinet, dua pekan silam, sempat terjadi tarik ulur kekuatan di dalam TNI. Sebagian perwira tinggi yang mendukung mantan Pangkostrad itu kelihatannya tidak rela jika "junjungannya" dilengserkan karena kasus pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur. Pernyataan Pangkostrad, Letjen Djaja Suparman, bahwa prajurit tidak rela jika para jenderal diseret ke pengadilan adalah bentuk "perlawanan" tersebut. Maklum, Djaja dikenal dekat dengan Wiranto. Tidak hanya itu, lambannya proses pergantian petinggi TNI, yang pernah dilontarkan presiden, bisa menjadi indikator bahwa pendukung Wiranto banyak. Kurang tegasnya sikap Gus Dur terhadap Wiranto bisa juga menjadi petunjuk mantan ajudan Soeharto itu masih kuat. Seharusnya, selaku presiden, Abdurrahman Wahid bisa langsung menonaktifkan menteri, tanpa minta izin yang bersangkutan, apalagi pakai minta bantuan. Terbukti, kepada Hamzah Haz ia bisa lebih "keras". Wiranto memang terkesan tidak rela diminta mengundurkan diri begitu saja. Sebab, jika itu dilakukan, berarti mengakui kesalahan yang dituduhkan. Setidaknya begitulah kilah Wiranto kepada pers. Ia lantas "melawan" dengan mengumpulkan anak buah dan teman-teman yang dianggap masih setia. Sumber TEMPO di kalangan dekat militer menyebut memang ada pertemuan beberapa jenderal untuk membahas jalan keluar "menyelamatkan" Wiranto. "Bukan di Jalan Lautze seperti disebut Gus Dur, tapi di rumah Wiranto," ujarnya. Informasi tentang kegiatan ini rupanya sampai ke telinga presiden di luar negeri, yang langsung bereaksi dengan melontarkan peringatan lisan. Meski peringatan itu tidak nyata mengarah kepada mereka, Letjen Suady Marassabesy dan Letjen Djaja Suparman, yang dianggap dekat dengan Wiranto, rupanya tidak enak hati. Apalagi, santer terdengar kedua jenderal bintang tiga itu akan didepak Gus Dur dari posisinya saat ini. Setelah itu, kabarnya mereka pun menjaga jarak dengan Wiranto. Melihat situasi dan gencarnya tekanan, Wiranto beralih strategi. Ia minta bantuan Megawati untuk membujuk Presiden agar mengendurkan hasratnya. Selain itu, dikabarkan jaringan ulama Islam yang dekat Wiranto pun digunakan agar sowan ke kiai sepuh NU untuk membujuk Abdurrahman Wahid mengurungkan maksudnya. Usaha ini tampaknya tidak menuai hasil. Maka, Wiranto lantas mencoba berhubungan dengan sejumlah mantan jenderal yang dekat dengan Habibie. Sumber TEMPO menyebut, jenderal purnawirawan seperti Feisal Tanjung memang sempat berada di barisan Wiranto. "Usaha kelompok itu yang mencoba akan membantu Wiranto terdengar oleh Gus Dur," sumber yang tidak mau namanya disebut itu menegaskan. Melihat ada "peta kekuatan" baru, Gus Dur tidak habis akal. Ia kemudian memecah "persekutuan" itu dengan melempar informasi, "Wiranto pernah diperintah Feisal Tanjung untuk melenyapkan saya dan Megawati, tapi Wiranto menolak," begitu kurang lebih senjata pamungkas mantan ketua PBNU itu. Sontak, Feisal dan kawan-kawan kelabakan dan mengendurkan sokongannya. Di barisan lain, para jenderal yang tidak menyetujui sikap Wiranto tidak mau tinggal diam. Mereka sebetulnya memilih disebut kelompok patuh pada aturan ketimbang pendukung Gus Dur. Di kubu ini, tercatat disebut-sebut nama Jenderal Tyasno Sudarto, Mayjen Ryamizard Ryacudu, dan Mayjen Agus Wirahadikusumah. Bahkan, "Ada sekitar 20 perwira, kebanyakan dari angkatan Akabri 1973, yang juga mendukung," kata seorang perwira tinggi TNI. Letjen Agus Wijaya, Kaster TNI yang sebenarnya dikenal tidak berkelompok dan berasal dari angkatan yang lebih senior, kabarnya juga berada di pihak ini. Gerakan pun dibuat. Sumber TEMPO menerima informasi bahwa tanggal 10 Februari silam, seorang perwira tinggi mengontak Tyasno. Isi pembicaraan kurang lebih minta agar Tyasno mengajak perwira tinggi yang lain untuk mendesak Wiranto agar patuh kepada Panglima Tertinggi TNI. "Agar permintaan itu lebih mewakili TNI, harus melibatkan angkatan lain," ujar sumber itu. Tyasno lantas mengajak KSAL dan KSAU, yang sebenarnya posisinya netral tapi bersedia mengamini langkah itu. Namun, agar tidak salah langkah, mereka minta persetujuan Gus Dur. "Rabu malam itu Tyasno menemui Bondan Gunawan, minta agar Gus Dur dihubungi soal rencana itu," ujar sumber TEMPO. Presiden, kala itu berada di luar negeri, kabarnya memberi lampu hijau. Setelah mendapat izin, kamis pagi itu pula kabarnya Tyasno bersama KSAL dan KSAU menemui Wiranto, meski belakangan dibantah. Klop dengan pernyataan presiden di atas. Posisi Wiranto semakin terjepit karena "sesepuh" TNI kabarnya mendukung langkah Abdurrahman Wahid. "Pak Try Sutrisno dan Pak Edy Sudrajat itu temennya Gus Dur," ujar Hariyoto P.S. Informasi ini pun segera meluas ke mana-mana. Maka, jangan heran kalau dalam sebuah wawancara di jaringan TV PBS di Amerika Serikat, Paul Wolfowitz secara yakin menyatakan Gus Dur sudah menguasai keadaan. "Lepas dari soal bersalah atau tidak, Jenderal Wiranto sudah menjadi bagian dari masa lampau," kata bekas Duta Besar AS di Jakarta itu. Johan Budi S.P., Darmawan Sepriyossa,Wenseslaus Manggut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus