Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Budiman Sudjatmiko sesumbar akan membangun
Digagas di tengah bisnis Bintangraya Group, pemilik lahan, sedang di ujung tanduk.
Ide baru muncul ketika usulan lama Kawasan Ekonomi Khusus Sukabumi dinilai tak memenuhi persyaratan.
ACIP Suripto terakhir kali memetik buah kopi di perkebunan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada 1996. Empat tahun kemudian, komoditas kopi, karet, dan teh diganti perlahan, seiring dengan bergantinya pemilik kebun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga kemudian, sekitar 2008-2009, tempat tinggal Acip sudah disergap kebun sawit. “Sampai sekarang. Di dalamnya ada juga hotel, restoran, dan perumahan,” kata Acip, 65 tahun, ketika ditemui di Cikidang, Kamis, 15 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga Desa Pasir Langkap, Cikidang, itu menunjuk sebuah resor di tengah-tengah kebun sawit: Cikidang Plantation Resort. Beberapa rumah yang disebut Acip itu gabuk. Ada yang berpagar ilalang. Sejumlah bangunan tak beratap, sebagian lain ambruk.
Makin dekat ke area utama Cikidang Plantation Resort, sejumlah vila terlihat baru diperbaiki. Bangunannya tampak baru. Tapi situasi masih seperti sebelumnya: sunyi. Tidak ada pelancong pada hari itu, juga di hari-hari lain sejak pandemi Covid-19 merebak.
Acip tidak tahu, dua pekan lalu, Rabu, 7 April, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, bergaduk. Kiniku Bintang Raya, perusahaan kerja sama operasi (KSO) yang dipimpinnya, akan menyulap 888 hektare kebun sawit dan vila-vila yang terbengkalai tersebut menjadi pusat ekosistem inovasi teknologi tinggi bernama Bukit Algoritma. Budiman menjadi ketua pelaksana KSO yang ia sebut baru dicatatkan di hadapan notaris itu.
Kiniku dalam KSO tersebut merujuk pada PT Kiniku Nusa Kreasi, perusahaan perangkat lunak dan sistem milik teman-teman Budiman. Pada 2018, perusahaan ini menjadi kendaraan pengusung gerakan Inovator 4.0 Indonesia, sebuah upaya mengumpulkan para ahli yang dideklarasikan Budiman.
Adapun Bintangraya adalah pemilik lahannya. Perusahaan ini, dengan nama badan usaha PT Bintangraya Lokalestari, merupakan pengembang kawasan ekowisata sekaligus bentala berbasis perkebunan sawit milik keluarga Handoko. Didirikan Budi Handoko, pengelolaan bisnis resor dan wisata perburuan ini ditangani anaknya, Dhanny Handoko, sebagai direktur utama perseroan.
Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Nikolas Agung, Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko, dan Direktur Utama PT Bintangraya Lokalestari Dhanny Handoko seusai penandatanganan kontrak pekerjaan pengembangan Bukit Algoritma pada Kawasan Ekonomi Khusus dan pengembangan teknologi dan industri 4.0 Kabupaten Sukabumi di Jakarta, 7 April lalu. ANTARA/Aprillio Akbar
Pada Rabu, 7 April lalu, pengembangan Bukit Algoritma dicanangkan. Kiniku Bintang Raya menunjuk PT Amarta Karya (Persero) menukangi pekerjaan proyek yang dilabeli "Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dan Pengembangan Teknologi dan Industri Kabupaten Sukabumi". Amarta, perusahaan konstruksi milik negara dengan aset Rp 1,05 triliun per 2018, akan membangun infrastruktur jalan raya, fasilitas air bersih, pembangkit listrik, gedung konvensi, dan fasilitas lain.
Duitnya? Budiman memastikan asalnya dari investor. Dia mengatakan pembangunan tahap pertama yang memakan waktu tiga tahun akan menyedot investasi sekitar 1 miliar euro atau senilai Rp 18 triliun.
Angan-angannya, Bukit Algoritma menjadi tempat berkumpul dan bekerja para geek. “Calon #SiliconValleyIndonesia,” begitu Budiman menuliskannya di akun media sosial miliknya.
Unggahan Budiman pula yang belakangan meramaikan perbincangan di media sosial tentang Bukit Algoritma. Warganet Indonesia, yang terkenal paling tidak sopan se-Asia Tenggara berdasarkan 2020 Digital Civility Index dari Microsoft, menganggap label Silicon Valley yang disematkan Budiman berlebihan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ikut angkat bicara. Dia menilai Bukit Algoritma hanya akan berakhir sebagai gimik jika periset, industri pendukung inovasi, dan institusi keuangan tidak berkumpul di satu titik seperti halnya di Silicon Valley, Amerika Serikat. Lembah di sisi selatan San Francisco itu selama ini kondang sebagai rumah bagi perusahaan teknologi global seperti Google, Facebook, dan Tesla, juga Hewlett-Packard, yang lebih dulu bermarkas di sana. “Kayaknya dia mengubah bisnisnya. Dari dulunya pariwisata penuh jadi high-tech,” kara Ridwan di Bandung, Rabu, 14 April.
Setahu Acip, area yang disebut Bukit Algoritma itu memang sempat disorong-sorong menjadi Kawasan Ekonomi Khusus Sukabumi. Pengusulnya: PT Bintangraya Lokalestari.
•••
BUKIT Algoritma digagas pada akhir 2018 di tengah bisnis Dhanny Handoko yang di ujung tanduk. Bisnis pariwisata yang ditawarkan Cikidang Plantation Resort sepi. Usul mereka agar Cikidang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sukabumi pun mentok di Dewan Nasional KEK, yang diketuai Menteri Koordinator Perekonomian.
KEK memang menjadi idaman setiap investor pemilik lahan. Status KEK akan diikuti berbagai kemudahan dalam berusaha, dari perizinan yang serba cepat hingga sederet insentif pajak dan kepabeanan. Singkat kata, pengelola KEK berkesempatan besar mendatangkan investor-investor baru yang kepincut menanamkan modal di kawasan tersebut.
PT Bintangraya Lokalestari mengusulkan Cikidang Resort sebagai KEK Sukabumi sejak Agustus 2017. Kala itu konsepnya adalah KEK pariwisata. Namun Dewan Nasional KEK mengusulkan kawasan ini tak hanya berfokus pada bisnis pelesiran.
Menindaklanjuti usul itu, sepanjang Agustus 2018, Bintangraya meneken nota kesepahaman dengan tiga perguruan tinggi di Jawa Barat: Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Padjadjaran. Ketiganya dijanjikan tanah hibah, masing-masing seluas 25 hektare, untuk membangun tiga kluster, yakni Teknologi Maju oleh ITB; Pertanian 4.0 oleh IPB; dan Kesehatan Presisi oleh Unpad.
Pada pengujung tahun itu pula, lewat pengacaranya, Dhanny mengontak Haris Budiman, adik kandung Budiman Sudjatmiko yang menjadi praktisi hukum. Dhanny meminta dihubungkan dengan Budiman, yang sedang gencar menjual ide Inovator 4.0 Indonesia. “Pengacara Dhanny dan Haris itu rupanya teman main,” tutur Direktur PT Kiniku Nusa Kreasi Tedy Tritjahjono, yang juga kawan lama Budiman sesama bekas aktivis Partai Rakyat Demokratik.
Dhanny dan Budiman akhirnya bertemu di kantor pengacara Dhanny di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, pada awal 2019. Dalam pertemuan pertama itu, Budiman mengaku langsung bersalaman dengan Dhanny. “Enggak sampai setengah jam,” kata Budiman.
Dhanny membawa Bintangraya Lokalestari. Budiman meminjam PT Kiniku Nusa Kreasi, perusahaan milik Tedy. Perusahaan ini, seperti tercantum dalam aktanya, baru disahkan pada 18 Mei 2018. Ketika berdiri, perusahaan menggunakan rumah sederhana Tedy di Gang Haji Mael, Jalan Joe, Jakarta Selatan, sebagai alamat kantor.
Gang itu hanya bisa dilalui satu mobil. Warga yang tinggal di lorong tersebut menggunakan beberapa lapangan kecil sebagai tempat parkir mobil bersama. “Itu alamat sementara, hanya untuk keperluan pendirian perusahaan,” ujar Tedy.
Tedy, yang juga Sekretaris Jenderal Inovator 4.0 Indonesia, menggenggam 45 persen saham Kiniku Nusa Kreasi. Sisanya dikuasai Dani Firmansyah alias Xnuxer, hacker yang meretas situs Komisi Pemilihan Umum pada 2004. Dalam kasus itu, Dani divonis 6 bulan 21 hari penjara karena membobol situs tabulasi nasional KPU seharga Rp 152 miliar dan mengganti nama-nama partai peserta pemilu menjadi Partai Jambu, Mbah Jambon, hingga Kolor Ijo. “Dia sudah tobat sekarang dan jadi chief technology officer kami,” ucap Tedy.
Sempat berkantor di Menara Taspen sejak pertengahan 2018, perusahaan penjual telepon seluler custom dan pengembang perangkat lunak itu pindah ke lantai 5 Gedung Cyber, Jakarta Selatan, mulai Mei 2019. Agar efisien, perusahaan nebeng di ruangan kantor perusahaan Tedy yang bermarkas di sana sejak 2015.
Perlu orang dalam untuk menemukan kantor Kiniku. Tedy kebetulan mempersilakan Tempo bertandang ke kantornya, Jumat, 16 April lalu. Dia menjadi tuan rumah sekaligus penunjuk arah.
Agak sulit menemukan kantor Kiniku di Gedung Cyber. Plang namanya berada di dalam ruangan. Nama perusahaan pada plang yang tertera di luar pintu adalah PT Alif Investama Teknologi Indonesia dan Koperasi Digital Indonesia Mandiri. “Kami ini memang seperti startup,” kata Tedy di ruang rapat bersama Kiniku dan perusahaan lain itu, Jumat, 16 April lalu.
Membayangkan Bukit Algoritma seperti Silicon Valley mini, atau kawasan ekonomi khusus yang sudah ada, adalah pekerjaan sia-sia. Pasalnya, tidak akan ada upaya menarik perusahaan digital global untuk berkantor di Cikidang.
Budiman malah membayangkan Bukit Algoritma sebagai rumah para penemu untuk berkreasi. Untuk tempat tinggal mereka, vila dan resor yang telah ada dimanfaatkan. “Ada 240 orang muda yang telah kami kumpulkan sejak 2018,” ujar Budiman. “Kami bukan mengejar bisa bikin seperti Gojek dan lain-lain. Tapi kita butuh riset-riset yang advance untuk nanoteknologi, semikonduktor, dan lain-lain.”
Pengembangan teknologi semacam itulah yang menurut Budiman bakal mampu menciptakan pasar sampai ratusan miliar dolar Amerika Serikat dalam bentuk paten.
Di samping menyiapkan rumah buat para penemu, Budiman sedang berjualan ide ke sejumlah investor luar negeri. Menurut dia, satu investor dari Prancis berniat membangun pusat data. Sebuah badan usaha milik negara Cina juga ia sebut ingin berinvestasi di infrastruktur. Ada juga investor Eropa lain, kata Budiman lagi, yang berminat membangun pembangkit listrik dari sekam padi.
“Bukit Algoritma ini otaknya, ekosistem. Tahap pertama adalah membangun ekosistem desa. Kedua talenta. Tahap ketiga Bukit Algoritma,” ucap Budiman, berusaha mengonkretkan idenya. “Di konsep awalnya, KEK ini pariwisata. Teknologi hanya supporting system. Kami balik.”
•••
SAAT Budiman Sudjatmiko dan Dhanny Handoko bersalaman, Bintangraya Group rupanya sedang bolak-balik meyakinkan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus agar menerima usul pendirian KEK Sukabumi. Pada 18 Maret 2019, Dewan Nasional KEK mengembalikan berkas usul Bintangraya lewat pemerintah provinsi.
Sebelum Undang-Undang Cipta Kerja terbit, yang boleh mengusulkan KEK hanya pemerintah provinsi jika pemrakarsanya adalah swasta. Setelah wet itu terbit, pihak swasta bisa langsung mengusulkan berkas dan cukup meminta persetujuan kepada pemerintah provinsi.
Bintangraya sempat merevisi berkas usulnya sesuai dengan permintaan Dewan Nasional KEK pada April 2019. Perseroan antara lain melampirkan surat keputusan Badan Pertanahan Nasional yang menyatakan 353 hektare lahan—sekitar 40 persen dari total area yang diusulkan—telah bersertifikat hak guna bangunan (HGB). Lahan seluas 325 hektare atau sekitar 36 persen juga sudah mendapat persetujuan HGB. Adapun 108 hektare tanah girik sisanya telah dikuasai Bintangraya.
Perusahaan juga melampirkan revisi dokumen evaluasi lingkungan hidup 2011 yang masih berstatus perkebunan. Dalam perubahan, statusnya menjadi “Izin Lingkungan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi untuk Kawasan Pariwisata” seluas 888 hektare.
Tapi revisi proposal KEK Sukabumi itu masih mentok. “Cikidang itu masih atas nama perusahaan induknya. Belum atas nama perusahaan pengusul,” ujar Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto Pranoto di kantornya di Jakarta, Rabu, 14 April lalu.
Bintangraya juga dinilai belum memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus yang terbit pada Februari 2021—revisi peraturan sebelumnya. Lahan yang dikuasai perseroan belum 50 persen dari area yang diusulkan. Terakhir, rencana bisnis KEK yang diajukan belum pas. “Enggak begitu jelas. Enggak konkret,” tutur Enoh.
Dewan Nasional KEK juga menganggap kapasitas keuangan Bintangraya tidak memadai. Setiap pengusul semestinya memiliki modal sendiri minimal 30 persen dari total investasi yang diperlukan. Persyaratan itu menjadi tambahan dalam aturan terbaru lantaran banyak KEK mangkrak gara-gara tidak bermodal.
Bintangraya rupanya juga belum mendapatkan pemodal babon di dalam kawasan calon KEK. “Pengusul menyampaikan ada beberapa calon investor, tapi tahapnya baru sampai nota kesepahaman,” ucap Enoh. “Nota kesepahaman tidak kami nilai sebagai komitmen yang cukup kuat.”
Belum sempat substansi model bisnis KEK Sukabumi dikaji, karena sudah gugur di level administrasi, kini justru muncul Bukit Algoritma. Sejak diumumkan Budiman dua pekan lalu, Enoh menyatakan belum menerima berkas perubahan tema KEK Sukabumi.
Sementara itu, Dhanny dan Budiman sudah mengembangkan layar. “Saya memakai pendekatan yang selama ini saya lakukan berkali-kali, dan it works. Science, teknologi, dan orang-orang perintis yang enggak kemaruk duit,” kata Budiman penuh keyakinan. “Perusahaan unicorn sekarang itu memang dulunya siapa? Bisnis itu soal trust,” kata Tedy Tritjahjono berusaha mendukung keyakinan sahabatnya.
Ditemui Tempo di kawasan Cikidang Plantation Resort, Rabu, 14 April lalu, Direktur Utama PT Bintangraya Lokalestari Dhanny Handoko juga antusias menyambut gagasan membangun Bukit Algoritma. Bagi dia, kerja sama ini memberi harapan baru untuk bisnis keluarganya di Cikidang yang sudah jatuh tertimpa tangga di masa pandemi. "Bukan hanya untuk bisa kembali seperti dulu, tapi lebih relevan ke depan di bidang teknologi ini," tuturnya.
KHAIRUL ANAM, AISHA SAIDRA, RETNO SULISTYOWATI, M.A. MURTADHO (Sukabumi), AHMAD FIKRI, ANWAR SISWADI (Bandung)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo