Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Hasil inspeksi Menteri Perdagangan menemukan harga minyak goreng di pasar masih tinggi.
Harga minyak goreng di pasar tradisional jauh di atas ketentuan HET.
Pemerintah menetapkan regulasi baru untuk menjaga pasokan bahan baku minyak goreng murah.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terlihat kesal saat berada di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, kemarin. Lutfi berniat memantau ketersediaan minyak goreng murah di pasar itu. Tapi, kenyataannya, hampir semua pedagang menjual minyak goreng di atas harga eceran tertinggi (HET).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lutfi pun mendekati tangki milik PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang terparkir di sisi luar pasar tersebut. Tangki itu tengah menyalurkan berliter-liter minyak goreng ke dalam belasan jeriken milik pedagang. PPI menjual minyak itu seharga Rp 10.500 per liter. Kepada para pedagang, Lutfi mengatakan upaya ini tak ada gunanya jika harga yang mereka pasang masih tinggi. "Buat apa pemerintah jual murah kalau di dalam pasar masih Anda jual Rp 16.500," ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Lutfi, tingginya harga jual di pedagang pasar tradisional menjadi salah satu sebab masalah tata niaga minyak goreng. Sebabnya, kata dia, toko retail modern sudah menjual minyak goreng sesuai dengan HET. "Orang bisa beli di retail modern, kemudian masuk ke pasar tradisional dan menjualnya dengan harga lebih tinggi dari HET," kata dia. Lutfi pun meminta pedagang yang mendapat minyak murah untuk memasang tanda khusus di warungnya. "Kalau tidak, orang bisa jual sembarangan.”
Sejak 1 Februari lalu, pemerintah menetapkan HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter atau Rp 12.800 per kilogram, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. Pemerintah juga mengklaim sudah menggelontorkan jutaan ton minyak goreng murah di seluruh Indonesia. Namun, kenyataannya, harga di tingkat retail masih tinggi. Pasokannya pun langka.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melakukan sidak ketersediaan minyak goreng dan bahan pokok di Kebayoran Lama, Jakarta,9 Maret 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional menyebutkan harga minyak goreng kemasan bermerek 1 dan 2 di pasar tradisional mencapai Rp 20.450 per kilogram dan Rp 19.400 per kilogram pada 9 Maret. Adapun harga minyak goreng curah Rp 16.950 per kilogram. Kondisi ini relatif tak berubah jika dibandingkan dengan tahun lalu. Padahal pemerintah berkali-kali menerbitkan aturan untuk menstabilkan harga dan pasokan minyak goreng.
Kondisi ini menjadi alasan Lutfi untuk mengubah aturan wajib pasok kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), yang menjadi bahan baku utama minyak goreng. Pemerintah menambah DMO minyak sawit yang awalnya 20 persen dari total produksi menjadi 30 persen. Pabrik CPO wajib menjatahkan 30 persen dari produksinya pada pabrik minyak goreng nasional, agar tetap bisa mengekspor.
Lutfi mengatakan batas baru DMO minyak sawit akan dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. "Ini berlaku karena kami melihat distribusi belum sempurna," ujar dia. Aturan ini akan berlaku selama enam bulan dan akan dievaluasi. Dengan cara itu, Lutfi berharap produsen minyak goreng dapat memperoleh bahan baku yang cukup sehingga harga jualnya bisa stabil.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, setoran DMO pada 14 Februari hingga 8 Maret mencapai 573.890 ton. Dari jumlah itu, yang sudah didistribusikan sebanyak 415.787 ton atau setara dengan 72,4 persen dari total DMO. Lutfi mengklaim pasokan tersebut sudah melebihi kebutuhan, yang diperkirakan mencapai 327.321 ton dalam satu bulan.
Lutfi mengatakan sudah mengendus pelanggaran DMO dan ekspor secara ilegal. Selain itu, kata dia, masih ada CPO yang seharusnya masuk skema DMO dan dijual dengan harga khusus atau domestic price obligation (DPO), namun dijual ke pabrik dengan harga pasar yang jauh lebih tinggi. Pemerintah menetapkan harga DPO Rp 9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp 10.500 per kilogram untuk jenis olein.
Menanggapi ketentuan baru soal DMO, juru bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Tofan Mahdi, menyatakan bakal mendukungnya. "Semoga ini bisa menjadi solusi bagi masalah minyak goreng," ujar dia.
Bongkar-Pasang Aturan Minyak Goreng
Namun Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mempertanyakan langkah pemerintah menaikkan kuota DMO. Menurut dia, pemerintah mesti menyampaikan lebih dulu evaluasi kebijakan DMO secara transparan sebelum menelurkan kebijakan baru. Menurut hitungan Indef, DMO 20 persen seharusnya sudah mencukupi kebutuhan untuk produksi minyak goreng. "Apakah kebijakan kemarin tidak efektif sehingga kuotanya dinaikkan?" ujar Tauhid.
Menurut Tauhid, pemerintah seharusnya mengurai satu per satu permasalahan di industri minyak goreng. Musababnya, industri ini memiliki kompleksitas yang tinggi. Misalnya, soal minimnya produsen sawit yang terintegrasi dengan kebun. Ia menyebut pemerintah seharusnya membuat lebih dulu aturan teknis mengenai produsen minyak goreng yang tidak punya kebun dan harus membeli bahan baku di pasar lelang. "Seharusnya mekanisme dan tata niaga diperbaiki dulu," kata dia.
Persoalan lainnya, kata Tauhid, kenaikan kuota DMO menyebabkan harga minyak sawit dunia akan makin melejit. Dengan harga yang meningkat, Tauhid khawatir produsen minyak goreng akan semakin sulit memenuhi pasokan dan HET.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan program DMO diperlukan untuk memastikan pasokan di dalam negeri. Namun dia mengatakan pemerintah juga harus memperjelas pembagian kuota CPO untuk minyak goreng murah dan biodiesel. "Karena pengusaha mementingkan biodiesel demi mengejar subsidi dari badan pengelola dana sawit," kata dia.
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo