Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia telah mengantongi nota kesepahaman impor beras dengan Thailand dan Vietnam.
Menurut Presiden Jokowi, kesepakatan untuk jaga-jaga kelangkaan beras domestik.
Pedagang beras Thailand yang berasal dari Indonesia ditengarai ikut berperan mendorong MOU.
BILLY Haryanto melongo setelah tahu pemerintah Indonesia akan mengimpor beras dari Thailand, eksportir beras terbesar di dunia. Kedua negara telah menandatangani nota kesepahaman impor pada awal Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia bengong bukan karena rencana impor itu. Juragan besar di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, tersebut hanya bingung mengetahui negara asal calon eksportir. “Kenapa Thailand? Beras mereka kan lebih mahal dari Vietnam?” tutur Billy ketika ditemui pada Kamis, 25 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebingungan Wakil Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Jakarta itu baru terjawab sehari kemudian. Rupanya, pemerintah juga telah mengikat kesepakatan impor dengan Vietnam, eksportir beras terbesar ketiga di dunia.
Presiden Joko Widodo sendiri yang menyiarkan kesepakatan impor dengan Negeri Paman Ho itu pada Jumat malam, 26 Maret lalu, lewat keterangan pers secara virtual. Berstatus nota kesepahaman, menurut Presiden, komitmen impor dibuat hanya untuk berjaga-jaga. “Mengingat situasi pandemi yang penuh dengan ketidakpastian,” ucap Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, lewat siaran virtual. “Berasnya belum masuk.”
Pemerintah, kata seorang pejabat tinggi yang mengetahui proses terbitnya nota kesepahaman ini, sebetulnya tidak ingin mengumumkan kesepakatan tersebut. Apa lacur, malah Thailand yang menyiarkannya. Dikutip dari Reuters, 9 Maret lalu, juru bicara pemerintah Thailand, Ratchada Dhanadirek, menyatakan Thailand telah menyetujui kesepakatan itu.
Thailand berkomitmen mengekspor beras dengan tingkat kepecahan 15-25 persen sampai 1 juta ton tiap tahun selama empat tahun ke Indonesia. Sebelumnya, menurut Ratchada, Thailand telah mengekspor 925 ribu ton beras di bawah kontrak antar-pemerintah dengan Indonesia sepanjang 2012-2016. Komitmen terbaru ini, dia menjelaskan, merupakan inisiatif Indonesia, yang ingin mengamankan cadangan pangannya.
Pengumuman itu memicu perdebatan sengit di Indonesia. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik menyatakan impor beras tidak diperlukan karena Indonesia sedang masuk masa panen raya. Cadangan beras pemerintah diklaim cukup dan akan melimpah selepas panen.
Adapun di Thailand pengumuman disambut antusiasme eksportir sekaligus gejolak harga beras domestik. “Sempat ada gejolak harga mau naik di tingkat penggilingan,” kata Chandra Hartono Jokowidjaja, Direktur Marketing Ponglarp Co Ltd, salah satu produsen beras besar di Thailand yang kerap mengekspor ke Indonesia. “Setelah Bulog bilang enggak perlu impor, harga turun lagi.”
•••
PADA 2018, Ponglarp adalah satu dari tiga perusahaan Thailand yang mendapat kontrak ekspor ke Bulog. Pada tahun itu, Indonesia mengimpor 1,779 juta ton beras—dari rencana awal 2 juta ton.
Thailand kebagian memasok paling banyak, 703.400 ton, senilai Rp 4,869 triliun. Selain Ponglarp, dua perusahaan Thailand memasok beras ke Bulog, yaitu Capital Cereals Co Ltd dan Asia Golden Rice Co Ltd.
Rupanya, kontrak impor itu tidak di bawah kesepakatan antarnegara. Bulog yang langsung mengadakan tender impor beras ke setiap eksportir di Thailand, Vietnam, India, dan Pakistan.
Vietnam mendapat kontrak ekspor 696.600 ton dengan nilai Rp 4,747 triliun pada 2018. Beras dipasok oleh Vietnam Northern Food Corporation (Vinafood I) dan Vietnam Southern Food Corporation (Vinafood II)—Bulog di Vietnam.
India dan Pakistan masing-masing mengapalkan 185.850 ton (Rp 1,253 triliun) dan 193.855 ton (Rp 1,249 triliun). Beras India diekspor Amir Chand Jagdish Exp Ltd dan Sukhbir Agro Energy Ltd. Sedangkan beras Pakistan dikirim delapan perusahaan, yakni Kangore Traders Pakistan, Meskay & Femtee Trading Company (Pvt) Ltd, Garibsons (Pvt), Hassan Ali Rice Export Co, KK Rice Mills (Pvt) Ltd , Al Hamza Group of Companies, Conwill Pakistan (Pvt) Ltd, dan MM Rice Mill (Pvt) Ltd. Para eksportir tersebut tercatat dalam “Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu atas Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah Tahun 2018 dan Pengelolaan Pendapatan Biaya dan Investasi Tahun 2017 dan 2018 Perum Bulog” oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Ketika kabar nota kesepahaman impor beras antara Thailand dan Indonesia mencuat, nama Chandra Jokowidjaja dan Ponglarp mengemuka lagi di kalangan pemain beras Indonesia. Chandra sebelumnya mengelola PT Sumber Bumi Makmur Sejahtera, perusahaan beras milik ayahnya, Marzuki Jokowidjaja. Perusahaan itu kini diteruskan oleh abangnya, Kov Jokowidjaja, dan sejumlah pekerja profesional. Seorang pejabat negara dan politikus Partai Golkar menyebutkan Chandra berada di balik kesepakatan impor beras Indonesia dengan Thailand.
Sudah bertahun-tahun Chandra pindah ke Thailand mengurus Ponglarp, perusahaan beras milik mertuanya. Perusahaan anggota Asosiasi Eksportir Beras Thailand itu adalah rekanan lama Bulog. Saat Bulog mengimpor beras dari Thailand, Ponglarp jarang absen sebagai salah satu pemasok. Salah satunya dalam impor beras 2018 itu. “Dia menikah dengan anaknya yang punya Ponglarp,” ujar Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Bulog 2009-2014.
Chandra, Ketua Kamar Dagang Indonesia-Thailand, mengakui ada sejumlah “temannya” di Indonesia yang menanyakan rencana kesepakatan impor beras. Kepada teman-temannya itu, Chandra menyarankan nota kesepahaman tersebut diteken, bahkan dengan semua negara pengekspor beras. “Enggak usah pusing. Ini kan untuk jaga-jaga saja. Nanti dieksekusi atau enggak, urusan belakangan,” tutur Chandra.
Dia membantah jika disebut ikut melobi pemerintah Indonesia agar meneken nota kesepahaman dengan Thailand. “Itu deal antar-pemerintah. Kami juga baru tahu dari pemerintah Thailand,” kata Chandra. “Memangnya siapa yang bisa pegang pasar Indonesia?” Ponglarp, menurut Chandra, siap memasok beras ke Indonesia lagi jika nanti diundang mengikuti tender pengadaan beras impor Bulog.
Vietnam, setelah sempat mengetatkan ekspor beras untuk mengamankan persediaan dalam negeri karena merebaknya pandemi sejak awal tahun lalu, mulai membuka kerannya. Dikutip dari Bizhub, Kementerian Industri dan Perdagangan Ekspor-Impor Vietnam telah menerbitkan daftar 205 pedagang beras Vietnam yang mendapat izin ekspor mulai 18 Januari 2021. Asosiasi Pangan Vietnam (VFA) menargetkan pada tahun ini bisa menjual lebih dari 6 juta ton beras ke seluruh dunia. Tahun lalu, mereka sanggup mengekspor sampai 6,15 juta ton dengan Filipina sebagai tujuan utama.
Bagaimana dengan Indonesia? Kasak-kusuk para pemain beras di Jakarta menyebutkan Vietnam sebetulnya bersedia menyuplai hingga 500 ribu ton beras pada tahun ini kepada Indonesia. Tempo berusaha menghubungi Vinafood II lewat surat elektronik perihal target mereka di pasar Indonesia, tapi belum mendapat jawaban hingga Sabtu, 27 Maret lalu.
KHAIRUL ANAM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo