Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beragam atraksi seni menyambut kedatangan anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Pornografi dan Pornoaksi di Bali. Ada pagar ayu berpakaian adat, tarian erotis, senam berbusana ketat, sampai pembacaan puisi dengan busana setengah telanjang. Berbagai aksi ini digelar di Lapangan Renon, depan kantor gubernur, pekan lalu.
Kedatangan sejumlah anggota DPR itu jadi momentum untuk menyampaikan penolakan terhadap rancangan undang-undang tersebut.
Para anggota DPR sebenarnya berniat mencari masukan dari Gubernur Bali Dewa Made Beratha mengenai rancangan undang-undang itu. Tapi rencana ini berantakan karena orang Bali menyambut dengan demonstrasi.
”Kita patut telanjang sebelum telanjang dilarang,” kata Yong Sagita, penyair lokal yang hanya memakai pakaian dalam saat menggelar aksi. Acara ini dihadiri para pelajar, mahasiswa, tokoh adat, dan seniman.
Gubernur pun memberi dukungan. Dia memandang rancangan undang-undang itu bisa melumpuhkan pariwisata dan kreativitas masyarakat Bali. ”Para turis bisa enggan datang ke Bali. Nanti siapa yang akan berjemur di pantai Kuta,” katanya.
Empat Tahun bagi Direktur RRI
Bekas Direktur Administrasi Keuangan Radio Republik Indonesia, Suratno, akhirnya divonis. Pekan lalu, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menghukumnya empat tahun penjara. Dia didakwa melakukan korupsi dalam pembelian pemancar untuk kepentingan pemilu 2004.” Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersamasama,” kata ketua majelis hakim Mansyurdin Chaniago.
Pembelian peralatan pemancar dilakukan pada 2003. Tendernya diatur Fahrani Suhaimi, juga terdakwa dalam kasus ini. Total nilai proyek lebih dari Rp 45 miliar. Fahrani yang jadi makelar menerima Rp 10,5 miliar dan Rp 2 miliar di antaranya diberikan kepada Suratno untuk disumbangkan ke RRI.
Bambang Suryowijoyo, kuasa hukum Suratno, menyangkal kliennya telah memperkaya diri lewat proyek. Pembelian pemancar adalah keputusan resmi para direksi. Dia pun menyatakan banding. Bersamaan dengan vonis Suratno, Fahrani divonis 11 tahun penjara.
Tony Purbowo Jadi Tersangka
Sri Meitono Purbowo bakal tak tidur nyenyak. Pekan lalu, Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan bekas Direktur Utama PT Patra Jasa itu sebagai tersangka korupsi proyek renovasi di Bali. Biasa dipanggil dengan nama Tony Purbowo, tersangka merugikan negara Rp 69,195 miliar plus US$ 47,931 (Rp 440 juta). ”Uang itu untuk kepentingan pribadi,” kata Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Sigit Sudharmanto.
Kasus ini terbongkar setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengaudit proyek renovasi The Patra Bali Resort & Villas di Bali pada November 2005. Tony Purbowo yang memimpin Patra Jasa pada periode itu bukan satusatunya tersangka. Polisi juga menetapkan enam tersangka lain dan mendaftar 11 calon tersangka baru.
Tony terjegal pula sejumlah kasus korupsi lain di Patra Jasa. Satuan Tindak Pidana Korupsi Polda mencatat, dia diduga terlibat kasus penjualan tanah Patra di Medan Sumatera Utara, korupsi tender tujuh macam pengadaan barang dan jasa, serta penggunaan fasilitas perusahaan untuk pribadi. Sampai akhir pekan lalu, Tony belum bisa dihubungi Tempo.
Sejumlah dugaan korupsi itu jelas merugikan Pertamina, perusahaan induk PT Patra Jasa. Itu sebabnya Wakil Direktur Utama Pertamina Mustiko Saleh berharap kasus ini segera dituntaskan.
Tergiur Rayuan Karyawan Mandiri
Pusat Polisi Militer Angkatan Darat punya temuan baru. Kasus manipulasi dana tabungan untuk perumahan anggota TNI senilai Rp 29 miliar tidak cuma menyeret Kolonel Ngadimin sebagai tersangka. Perkara ini juta melibatkan sejumlah karyawan PT Bank Mandiri. ”Ngadimin memang berinisiatif memindahkan uang, tapi yang memanipulasi pihak Mandiri,” kata Komandan Puspom Mayor Jenderal Ruchjan pekan lalu.
Kasus ini meletup dua pekan lalu setelah Ngadimin dan Kepala Kantor Kas Bank Mandiri Cabang Kemang Plaza H.P. Simbolon dicokok aparat. Mereka ditangkap setelah TNI gagal mencairkan deposito tabungan wajib prajurit. Wawan Setiawan, Kepala Cabang Bank Mandiri pengganti Simbolon, ketika disodori lembaran deposito itu, menyatakan tidak terdaftar alias fiktif. Kasus ini lantas diusut Puspom, dan kedua tersangka ditangkap.
Dari pemeriksaan diketahui, manipulasi terjadi karena dorongan dua karyawan Mandiri, FS dan MS. Keduanya mengajak Ngadimin mengubah tabungan prajurit di Bank Mandiri menjadi sertifikat deposito karena bunganya lebih tinggi. Ngadimin tergiur. Dibukalah deposito di Mandiri pada Mei 2005, yang ternyata fiktif. Deposito itu diterbitkan Simbolon dengan imbalan Rp 800 juta. Kini aparat masih mengejar dua tersangka yang membujuk Ngadimin. Sekretaris Bank Mandiri, Ekoputro Adiyandto, berjanji bakal menindak tegas bila ada karyawannya yang terlibat.
Nasib Heli Pesanan TNI
Empat helikopter Mi17 pesanan Angkatan Darat TNI kini ompong. Rosoboronexport, perusahaan pembuat capung baja di Rusia, telah menjual mesinmesinnya karena Indonesia belum menyelesaikan pembayarannya hingga pekan lalu. Padahal, barang sudah disiapkan seratus persen. ”Mereka jual mesin karena Indonesia belum siap,” kata Pieter L.D. Wattimena, Direktur Jenderal Sarana Pertahanan, Departemen Pertahanan.
Pemenang tender pengadaan helikopter itu adalah PT Putra Pobiagan Mandiri. Di tengah jalan, Putra tak mampu membayar lagi. Urusan lantas dialihkan ke Swift Air and Industrial Supply Pte. Singapura. Pengalihan ini membikin proses pembelian berteletele. Apalagi, surat kuasa perusahaan ini belum diurus. Padahal, Swift sudah kadung berjanji menyelesaikan pembelian Mi17 bulan lalu.
Belakangan, Departemen Pertahanan mempertimbangkan untuk menggunakan perusahaan lain dalam pengadaan helikopter itu. Keputusan ini menunggu penjelasan dari Markas TNI Angkatan Darat.
Warga Ancam Robohkan Gereja
Massa membanjiri halaman kantor Bupati Purwakarta pekan lalu. Ratusan warga Desa Ciwangi, Bungursari, memprotes berdirinya bangunan gereja. Bupati Lily Hambali diminta menutup sebuah bangunan di desa itu yang digunakan untuk ibadah umat Kristen Protestan tanpa seizin warga setempat. ”Kami terusik. Kalau perlu diruntuhkan saja,” kata Joharuddin, tokoh masyarakat Ciwangi.
Bangunan itu berdiri pada 1995. Warga semula mengira itu rumah biasa. Belakangan, mereka curiga gedung itu dipakai sebagai tempat ibadah jemaat Protestan. Sebuah lambang salib bahkan secara terangterangan dipasang di bagian depan bangunan. ”Saya kira cuma bikin rumah saja,” kata Kandi, warga yang mengaku pernah menandatangani kertas kosong dari pemilik tanah pada saat gedung itu dibangun.
Tak satu pun pengurus gereja bisa memberi penjelasan. Kini gereja itu kosongmelompong. Bupati Lily berjanji akan mengusutnya. ”Jika benar menyalahi aturan, kami ambil tindakan persuasif agar pengelola gereja mematuhi aturan,” katanya.
Kolonel Irfan Dihukum Mati
Majelis Hakim Mahkamah Militer Tinggi III Surabaya menjatuhkan hukuman mati atas Kolonel Laut M. Irfan Djumrono. Di adalah terdakwa kasus pembunuhan terhadap mantan istrinya, Eka Suhartini, dan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo Ahmad Taufik. Selain divonis mati, ia juga dipecat dari Angkatan Laut. ”Tak ada satu pun pertimbangan yang meringankan terdakwa,” kata ketua majelis hakim Kolonel (CHK) Burhan Dahlan dalam pembacaan amar putusan setebal 172 halaman, Rabu pekan lalu.
Pembunuhan itu terjadi pada 21 September 2005. Ketika itu, Irfan dan istrinya, Eka tengah menghadiri sidang putusan gugatan harta gonogini. Hakim memenangkan Eka. Putusan itu membuat Irfan murka, lalu menghabisi nyawa Eka dan Ahmad Taufik dengan tikaman sangkur.
Menurut hakim, Irfan terbukti membunuh dengan perencanaan. Vonis buat guru militer utama Komando Pendidikan TNI Angkatan Laut di Surabaya itu sesuai dengan tuntutan oditur militer Kolonel (CHK) Aris Sudjarwadi.
Tidak puas atas putusan ini, kuasa hukum terdakwa, Kapten Priyambodo, akan mengajukan banding ke peradilan militer utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo