Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pejabat bank pemerintah mengeluhkan sistem audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sistem pelapor-an hasil audit bank-bank milik negara itu ditengarai menyebabkan sejumlah debitor pindah ke bank swasta. Mereka konon khawatir setiap saat kreditnya ditelanjangi oleh lembaga ini. Tak hanya itu, mereka juga cemas akan bernasib sama dengan debitor PT Bank Mandiri Tbk yang diseret ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung akibat hasil audit BPK.
Menurut para bankir bank negara, banyak nasabah kakap mereka yang telah pindah. Penyaluran kredit juga ikut tersendat. Inilah yang menyebabkan BPK menerima ba-nyak- permintaan dari bankir bank BUMN, pejabat bank sentral, maupun pemerintah agar mengubah sistem audit dan pelaporannya. BPK rupanya cukup tanggap dan ber-janji akan memperbaiki sistem pelaporan auditnya. Tapi, be-narkah persoalan di bank pelat merah karena ulah BPK dan kampa-nye antikorupsi kejaksaan? Majalah ini berpen-dapat: tidak.
Ada dua dasar pemikirannya. Pertama, tanpa pemeriksa-an di kejaksaan—yang baru terjadi belakangan ini—pang-sa- pasar kredit bank pemerintah sudah menurun dari tahun ke tahun. Tahun 2000, misalnya, pangsa pasarnya men-ca-pai 38,1 persen dari total seluruh kredit perbankan nasio-nal. Angka itu turun menjadi 36,8 persen pada tahun 2005. Kondisi sebaliknya terjadi di bank swasta, yang justru pangsa pasarnya mengalami lonjakan dari 30,9 persen menjadi 42,3 persen pada 2005.
Angka-angka itu jelas menunjukkan bank swasta telah melibas dominasi penyaluran kredit bank pemerintah. Dan ini tentunya karena mereka berkinerja lebih baik, bukan karena tidak diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Kedua, ibarat tubuh manusia, pembersihan bank peme-rintah—dengan program rekapitalisasi yang menghabiskan- uang negara sekitar Rp 300 triliun—ternyata hanya berhasil- mencuci fisiknya. Neracanya sempat dibersihkan dari kre-dit macet, tapi penyakit lama ternyata belum sirna. Akibat-nya, kredit macet kembali melilit. Buktinya, dari total kre-dit bermasalah perbankan sebesar 8,5 persen, sekitar 3,5 persen lebih hanya disumbang oleh Bank Mandiri dan PT Bank Negara Indonesia.
Bahkan, bila kedua bank pemerintah ini dikeluarkan da-ri perhitungan, kredit macet rata-rata perbankan nasional masih di bawah 5 persen alias dalam kategori sehat. Sedang-kan kredit bermasalah Bank Mandiri mencapai lebih dari 24 persen, dan BNI di atas 14 persen.
Fenomena ini jelas menunjukkan bahwa bank pemerintah masih mudah dibobol debitor nakal. Sejarah menunjuk-kan hal itu terjadi karena sering terjadi kolusi antara peja-bat bank pelat merah dan debitor hitam yang juga kerap ber-sekongkol dengan pejabat pemerintah. Itu sebabnya, sis-tem auditor BPK dan kampanye antikorupsi kejaksaan memang perlu diperbaiki, yaitu justru dibuat lebih mampu menyingkap berbagai perilaku korup di bank pemerintah. Jika karena upaya ini para debitor nakal minggat dari bank pemerintah, tentu kita berucap syukur Alhamdulillah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo