Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Bandar Tengil di Meja Biliar

Beradegan singkat sebagai bandar narkotik tengil, aktingnya menohok.

6 Desember 2018 | 00.00 WIB

Beradegan singkat sebagai bandar narkotik tengil, aktingnya menohok.
Perbesar
Beradegan singkat sebagai bandar narkotik tengil, aktingnya menohok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Yayu Unru mampu keluar dari zona nyamannya dalam film-film sebelumnya yang kerap menampilkan dirinya sebagai sosok baik seorang bapak.

Anti malam main enggak?” tanya bandar narkotik yang dimainkan Yayu Unru itu kepada anak buahnya, seorang disc jockey (DJ) bernama Martin (Mario Lawalata), sambil mengambil sebuah bola biliar. Belum sempat Martin menjawab, dua tukang pukul bos-nya itu membekap kepala dan tubuh Martin ke meja biliar. Lalu sang bandar memukulkan bola biliar tersebut berkali-kali ke punggung tangan Martin. Sang DJ berteriak kesakitan. Tangannya bengkak, merah.

Adegan itu singkat. Tapi terasa ketengilan sang bandar, yang tak segan-segan melukai atau bahkan membunuh anak buahnya bila tak memenuhi target peredaran narkotik yang ia kelola. Gayanya santai. Mengenakan jins dan baju Hawaii. Itulah akting Yayu A.W. Unru. Sambil mencuci tangan di wastafel, sesekali mengusap kepalanya yang mulai botak, ia menagih barang jualannya kepada Martin. Kesal karena Martin terus menghindar, anak buah sang bandar pun bertindak. Wajah Martin dibenamkan ke toilet.

Penampilan Yayu di layar dalam film Menunggu Pagi itu memang tak begitu banyak. Hanya dua scene, mungkin lima-enam menit. Tapi akting Yayu yang singkat sebagai bandar narkotik sungguh meyakinkan. Dengan gayanya yang santai, bahkan hanya berkaus tanpa banyak aksesori atau mengenakan jaket yang biasa dipakai gangster, penjiwaannya sangat matang. Terlihat karakternya tenang, tapi licik, culas, dan kejam.

Yayu Unru berperan sebagai bandar narkotik dalam film Menunggu Pagi garapan Teddy Soerjatmadja.

Yayu dalam film-film sebelumnya lebih kerap tampil sebagai protagonis, sosok laki-laki yang baik. Sebut saja film Tabula Rasa atau Posesif. Dalam Posesif, ia berperan sebagai bapak seorang atlet loncat indah.  Aktor lulusan Jurusan Teater Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang sekarang dikenal sebagai motor kelompok pantomim Sena Didi Mime setelah Sena A. Utoyo dan Didi Petet wafat ini pernah berakting dalam beberapa film yang cukup diperhitungkan. Selain bermain di Tabula Rasa dan Posesif, ia terlibat dalam Jermal, -Lovely Man, In Between, Headshot, dan Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak. 

Yayu mengakui adegan di meja biliar itu, betapapun singkat, menantang. Sejak awal dia merasa waswas dan tidak enak saat harus memukul. Pengambilan gambar adegan itu pun dilakukan puluhan kali. Dalam adegan tersebut, Yayu memukulkan bola biliar berkali-kali ke punggung tangan Mario. Semula Mario memakai mock-up, tiruan dari bahan Styrofoam. Tapi sutradara Teddy Soeriaat-madja dengan kameranya belum menangkap “pukulan” itu berjiwa. “Saya tanya Mario soal adegan ini, dan dia ternyata tertantang. Ya sudah, akhirnya take lagi,” ujar Yayu saat ditemui di sela-sela syuting di kawasan Bumi Bintaro Permai, Jakarta Selatan, Ahad, 2 Desember lalu.

Akhirnya Yayu dan Mario mengulang adegan pemukulan dengan bola biliar itu. Kali ini Yayu memukulkan bola dengan sepenuh hati ke punggung tangan Mario. Hasilnya, tangan Mario betul-betul bengkak dan Teddy pun puas. “Untungnya Mario mau, benar-benar bengkak besar,” ucapnya sambil menirukan bengkak pada tangan Mario dengan kedua tangannya. Peran yang sangat fungsional itu mempunyai arti hingga adegan berikutnya.

Poster film Menunggu Pagi.

Bagi Yayu, peran ini memang menarik. Teddy bukan orang baru buatnya. Ia ikut berperan dalam film-film Teddy terdahulu, seperti Lovely Man dan In Between, juga menjadi pelatih akting. Besar di dunia teater dan belakang layar, kata Yayu, membuat Teddy sangat memahami karakternya. Dia menyatakan bahagia bekerja dengan Teddy. “Dia tak pernah ikut campur urusan akting. Paling dia bilang turunin 25 persen, naik 5 persen, untuk kadar akting saya,” tutur pengajar mata kuliah olah tubuh di Program Studi Teater IKJ ini.

Yayu baru menerima naskah film itu dua hari sebelum pengambilan gambar. Ia mempelajarinya sebentar dan kemudian berusaha menyelami bagaimana ekspresi yang harus ditunjukkan. “Tadinya belum ada gambaran seperti apa. Tapi, begitu diberi baju Hawaii, saya langsung tanggap. Oh, maunya seperti ini,” ucap aktor kelahiran Makassar, 4 Juni 1962, ini.

Menunggu Pagi

Untuk beberapa peran, biasanya Yayu mencari role model. Tapi, untuk peran ini, kata dia, kebetulan tidak ada. Dia pun tidak diminta mencari referensi film Barat. “Ini film Indonesia. Saya menangkapnya orang jahat Indonesia, ya, walau gaya penjahatnya juga nonton film mafia,” ujarnya, tertawa. Bagi dia, yang paling penting adalah menampilkan budaya Indonesia yang kuat.

Tak sulit juga bagi Yayu untuk mencari referensi peran sebagai bandar narkotik. Lingkungannya saat muda dulu banyak membantunya mengenal dunia ini. “Di lingkungan tempat tinggal istri saya di Tanah Abang atau di Kalipasir zaman dulu banyak anak yang jual narkotik. Ya memang begitu cari targetnya,” tuturnya.

Yayu mengikuti nalurinya ketika membaca naskah sebuah film. Bagi dia, Didi Petet dan Sena A. Utoyo—keduanya almarhum—serta Sardono W. Kusumo banyak memberinya warna dalam berkesenian, terutama di dunia seni peran. Terutama Didi Petet, yang ia anggap sebagai guru, orang tua, kakak, sekaligus sahabat dalam kehidupan dan akting. “Beliau teladan. Kebesaran Mas Didi baru terasa setelah dia meninggal,” ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus