Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ELASAN pekerja asal Cina memanggul besi menuju area pembangunan cerobong pembangkit listrik di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, awal Agustus lalu. Para buruh berseragam abu-abu lusuh itu mengangkut tanah galian menggunakan gerobak sorong di sekitar cerobong yang menjulang. Sebagian lain mengangkut material dengan motor penarik gerobak. Sejumlah mandor, juga asal Cina, mondar-mandir melintas mengendarai sepeda motor rakitan Indonesia.
PT China Hongqiao dan PT Winning Investment memboyong para pekerja asal Cina itu sejak Juni lalu. Kedua kontraktor tersebut bermitra dengan PT Citra Mineral Investindo, anak usaha Harita Group, membentuk perusahaan konsorsium PT Well Harvest Winning Alumina Refinery. Perusahaan patungan ini sedang membangun smelter bauksit yang akan memproduksi alumina 4 juta ton per tahun.
Pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 160 megawatt dikebut untuk menyuplai setrum ke smelter. Tempo, yang berkunjung ke area pembangunan smelter pada awal Agustus lalu, menyaksikan para pekerja Cina tersebar di seluruh kawasan pembangunan pabrik.
General Manager Operations Well Harvest, Achmad Risbandi, mengacungkan jempol terhadap kinerja ratusan pekerja Cina itu. Mereka dinilai cekatan sehingga cerobong asap telah berdiri 129 meter dari target 150 meter hanya dalam dua bulan. "Etos kerjanya luar biasa," katanya kepada Tempo, Rabu, 5 Agustus lalu. Walhasil, pembangunan smelter, yang ditargetkan rampung tahun depan, sudah mencapai 70 persen.
Maraknya buruh asal Cina di proyek smelter membuat Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot heran. Ia memastikan instansinya tidak menerbitkan rekomendasi permohonan penggunaan tenaga kerja asing untuk level pekerjaan kuli.
Tenaga asing yang direstui, menurut Bambang, sebagian besar adalah teknisi mesin, tenaga perawatan, dan operator peralatan. Tenaga kerja Cina diperlukan karena petunjuk penggunaan alat berbahasa Mandarin. "Tenaga kerja asing itu jabatannya teknisi mesin, maintenance, dan masih ada pendamping. Kalau kuli kasar, enggaklah," ucapnya. Para pekerja asal Cina tersebut bersifat sementara, dengan masa kerja rata-rata 4-6 bulan. Setelah proyek berakhir, mereka harus angkat kaki.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014, untuk mendatangkan satu tenaga kerja asing, perusahaan sponsor wajib merekrut tenaga kerja lokal sebagai pendamping. Ini merupakan syarat agar permohonan menggunakan tenaga kerja asing disetujui. Pendampingan dimaksudkan agar ada transfer teknologi dan pengetahuan kepada tenaga lokal. Dengan demikian, ke depan, tenaga ahli tidak perlu lagi "impor".
Tenaga pendamping itu ditemui Bambang saat berkunjung ke smelter nikel milik PT Sulawesi Mining Investment di Morowali, Sulawesi Tengah, Ahad dua pekan lalu. Pekerja lokal itu menjadi mitra tenaga kerja Cina yang banyak dipakai dalam pembangunan pabrik senilai US$ 635 juta tersebut. Bambang mengklaim kemampuan tenaga lokal meningkat dengan menjadi pendamping pekerja Cina.
Kuli asal Negeri Panda juga banyak ditemukan di sejumlah proyek pembangkit listrik dan semen. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Muji Handaya mengatakan semula kuli Cina dipakai untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air Asahan di Sumatera Utara, lima tahun lalu.
Kini setidaknya 136 pekerja asal Cina masih memadati pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, Bali. Tujuh ratus tenaga kerja Cina juga membanjiri pembangunan pabrik semen PT Cemindo Gemilang di Bayah, Kabupaten Lebak, Banten, ketika Kementerian Ketenagakerjaan melakukan inspeksi mendadak, Juni lalu. "Kalau disebut kuli, ya, mereka pekerja kasar, tinggalnya di bedeng-bedeng," kata Muji.
SEDERET persyaratan harus dipenuhi untuk memperoleh izin mempekerjakan tenaga asing. Ketatnya aturan bertujuan menekan jumlah tenaga dari luar negeri, yang belakangan terus berdatangan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014, perusahaan wajib mengutamakan tenaga kerja domestik. Mengacu aturan ini, jenis pekerjaan kasar seharusnya menggunakan tenaga lokal.
Muji Handaya mengatakan pengetatan aturan sengaja dibuat karena prinsip pelayanannya adalah pengendalian tenaga impor. Faktanya, jenis pekerjaan yang bisa dikerjakan buruh lokal pun ternyata diberikan kepada asing. Inilah yang membuat Muji mengutus anak buahnya mengecek keabsahan tenaga asing di sejumlah proyek infrastruktur.
Ia menerjunkan Tim Pengawas Kementerian Ketenagakerjaan untuk menggelar inspeksi mendadak pekerja asing di PLTU Celukan Bawang, 17 Agustus lalu. Dua bulan sebelumnya, Tim Pengawas juga mendatangi proyek pabrik semen milik Cemindo Gemilang di Lebak, Banten. Tim menemukan ratusan orang Cina bekerja sebagai buruh.
Anehnya, Muji mengklaim pekerja asing itu mayoritas dilengkapi izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA), yaitu dokumen yang menerangkan sah-tidaknya orang asing bekerja di Indonesia. Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 247 Tahun 2011, tenaga asing hanya boleh mengisi jabatan yang memerlukan keahlian tertentu.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri memastikan tenaga kerja asing yang diizinkan hanya menempati posisi tenaga ahli. "Kalau ada tenaga kerja asing level bawah, misalnya operator, itu pasti ada pelanggaran, pasti kami tindak," ujarnya Jumat pekan lalu.
Bila beleid itu dipatuhi, tenaga asing tanpa keahlian spesifik tidak mungkin bisa menggenggam IMTA. Namun yang terjadi di lapangan sebaliknya. "Secara administrasi mereka legal," kata Muji.
Lolosnya IMTA bagi kuli asal Cina tidak membuat heran seorang calo yang biasa menjajakan jasa pengurusan izin mendatangkan tenaga asing. Seorang kuli asing bisa mengantongi izin karena memanfaatkan "kelemahan" pejabat di bagian pelayanan perizinan.
Pejabat bagian pelayanan tidak ketat menerapkan syarat: satu pekerja asing harus didampingi satu tenaga lokal. Dalam prosedur, dokumen biodata pekerja lokal harus dilampirkan bersamaan dengan biodata si tenaga asing.
Seorang calo bercerita, biodata tenaga lokal pendamping hanya formalitas. Ia selalu meminta "klien"-nya menyerahkan biodata karyawan yang disebut sebagai tenaga pendamping. Ia meyakinkan, perusahaan tidak perlu khawatir karena pejabat Kementerian Ketenagakerjaan jarang mengecek keabsahannya. "Kalau ada pengecekan, ya, pura-pura sebagai tenaga pendamping," katanya.
Walhasil, arus tenaga asing masuk deras, mayoritas tidak memiliki pendamping. Pekerja asing tanpa pendamping lokal ini biasanya adalah buruh, yang belakangan menjadi sorotan publik.
Memasukkan tenaga asing yang tidak memenuhi syarat bukan perkara sulit. Seorang calo menceritakan pengalamannya memasukkan dua koki masakan tradisional Cina yang hanya tamatan sekolah dasar. Mereka didatangkan oleh pengusaha restoran Cina di Jakarta. Karena hanya lulusan SD, keduanya menabrak ketentuan.
Untuk meloloskan mereka, calo menyogok pejabat di bagian pelayanan perizinan yang tersebar di Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) dan Direktorat Jenderal Imigrasi. Besarannya variatif, mulai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta di setiap tahapan proses. Belakangan, dua koki Cina itu tiba dan bekerja di Jakarta.
Tidak sulit menemukan calo perizinan. Mereka bertebaran di teras dan kantin Kantor Pelayanan Pengajuan Penggunaan Tenaga Asing di kantor Direktorat Jenderal Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Salah satu calo memungut Rp 8,5 juta untuk mengurus izin satu orang tenaga kerja asing. Ia menjamin, dengan tarif itu, perusahaan sponsor memperoleh izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA) dan kartu izin tinggal terbatas (kitas). Harga ini belum termasuk setoran US$ 100 per tenaga kerja asing per bulan sebagai penerimaan negara bukan pajak.
Selain memudahkan, praktek suap mempersingkat waktu pengurusan izin. Bila menggunakan jalur resmi, perlu waktu tujuh pekan hingga tiga bulan untuk mendapatkan IMTA dan kitas. Tapi, melalui calo, prosesnya lebih singkat, menjadi tiga pekan sampai satu bulan.
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Rahmawati Yaunidar mengatakan proses perizinan telah menerapkan standar internasional (ISO). Rantai perizinan diperpendek untuk mempercepat pelayanan dengan memangkas tahap pengajuan kawat persetujuan visa (TA-01), yang berlaku mulai Senin pekan ini. Soal adanya praktek suap, Rahmawati membantah. "Itu tidak benar."
Adapun Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F. Sompie tidak memberikan jawaban soal adanya dugaan praktek suap dalam penerbitan telex visa (jaminan tenaga kerja asing untuk mengantongi visa kerja) dan kitas. Panggilan telepon dan pesan pendek yang dikirimkan Tempo tidak ditanggapi.
Menteri Hanif memastikan praktek suap bisa ditekan dengan perizinan menggunakan sistem online dan pelayanan satu pintu. "Regulasi sudah dipermudah, prosedurnya lebih sederhana dan lebih cepat," ujarnya.
MEMBANJIRNYA pekerja asal Cina membuat Tim Pengawas Kementerian Ketenagakerjaan mulai rajin menggelar inspeksi mendadak, belakangan. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Muji Handaya berencana menerjunkan tim di proyek smelter bauksit di Ketapang dan smelter nikel di Morowali. "Kami akan mengecek IMTA-nya," katanya.
Inspeksi mendadak juga kerap dilakukan petugas imigrasi. Seperti yang dilakukan Kantor Imigrasi Kelas 2 Kota Singaraja, Bali. Kepala Imigrasi Singaraja Muhammad Hanif Rozariyanto memerintahkan tujuh anak buahnya mengecek dokumen kitas setiap pekerja asal Cina di PLTU Celukan Bawang, Senin pekan lalu. Hasilnya, semua tenaga kerja mengantongi dokumen resmi. "Tidak ditemukan pelanggaran keimigrasian," ujarnya.
Dalam inspeksinya, Tim Pengawas Kementerian Ketenagakerjaan menggali alasan kontraktor membawa ratusan buruh kasar asal Cina. Menurut Muji, kontraktor bisa berkomunikasi dengan lancar jika menggunakan tenaga kerja asal Cina. Targetnya, pekerjaan selesai tepat waktu sesuai dengan kontrak.
Si Zefu, Chairman Dongfang Electric Corporation Limited, menyatakan tidak ingin proyeknya terhambat persoalan bahasa. Dongfang merupakan perusahaan besar penyedia generator dan manufaktur pembangkit listrik untuk PLTU di Teluk Naga Tangerang dan Pacitan. "Kami punya tenggat yang harus dipenuhi," kata Zhou Jie, menerjemahkan pernyataan Zefu, yang hanya berbahasa Mandarin, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Menteri Hanif memahami keinginan kontraktor membawa pekerja dari negaranya. Agar tidak menghambat, syarat tenaga kerja asing harus berbahasa Indonesia dihapus dari Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015. "Ini untuk mendukung percepatan investasi."
Tak hanya mencoret aturan wajib berbahasa Indonesia, Muji Handaya menilai longgarnya keran bagi tenaga asing di Indonesia juga berkaitan dengan rekomendasi dari kementerian teknis. Ia memberi contoh, tenaga kuli Cina di PLTU Celukan Bawang bisa mendapatkan IMTA karena telah mengantongi rekomendasi dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Rekomendasi kementerian teknis menjadi kunci diterbitkannya IMTA oleh Kementerian Ketenagakerjaan. "Kalau tidak ada rekomendasi, IMTA tidak akan terbit," ujarnya.
Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, menampik tudingan Muji. Instansinya tidak pernah menerbitkan rekomendasi pekerja kelas kuli, tapi tenaga level penasihat dan tenaga ahli. Pekerja asing juga wajib mengantongi sertifikat kompetensi dari negara asal. Cara ini untuk menekan tenaga kerja asing yang diusulkan kontraktor. Hasilnya, Jarman mengklaim bisa memangkas 60 persen tenaga kerja asing yang diusulkan kontraktor. "Kami merekomendasikan hanya tenaga teknik bidang ketenagalistrikan."
Sementara antar-kementerian saling tuding, arus masuk pekerja asing makin deras. Hingga Mei 2015, tenaga kuli asal Cina yang masuk ke Indonesia sudah mencapai 25 ribu orang, jauh melampaui angka tahun lalu-sebesar 16 ribu. Padahal Indonesia memiliki 7,4 juta penganggur lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang tidak bisa menikmati kue proyek infrastruktur.
Akbar Tri Kurniawan, Ayu Prima Sandi, Pingit Aria (jakarta), Singgih Soares (ketapang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo