Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penggali Tanah Dari Jauh

Pembangunan PLTU Buleleng dipenuhi pekerja kasar asal Cina. Pekerja lokal menuduh ada perlakuan berbeda.

31 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ERTIKAIAN nyaris pecah. Seorang pekerja lokal China Huadian Power Plant Operation Co Ltd hampir menonjok buruh asal Cina di proyek pembangkit listrik Celukan Bawang, Buleleng, Bali, itu. Penyebabnya, pekerja asing tersebut nyelonong, memaki, sambil menunjuk mukanya.

"Tiba-tiba masuk ruangan, ngomong pakai bahasa Mandarin dengan nada tinggi, berkacak pinggang, dan menunjuk-nunjuk saya," kata Zakaria, begitu warga Buleleng itu minta disebut, Kamis pekan lalu.

Zakaria, yang bekerja sebagai penjaga peralatan, marah dan menggertak dengan bahasa Indonesia: "Kamu ngomong apa? Mau ngajak berantem?" Ia buru-buru menelepon penerjemah, yang sedang ke luar area proyek. "Saya minta cepat datang, sebelum saya pukul orang itu," ujarnya. Begitu penerjemah datang, semua menjadi jelas: rupanya, pekerja dari Cina itu mencari beberapa batang besi yang hilang.

China Huadian Power Plant adalah satu dari empat kontraktor yang membangun pembangkit listrik Celukan Bawang. Tiga perusahaan lain adalah China Huadian Engineering Co Ltd, PT CR 17, dan mitra lokal, PT General Energy Bali. Pekerja asal Cina gampang ditemukan di kota itu sejak kontraktor memulai proyek tiga tahun lalu. Pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 3 x 100 megawatt itu bernilai investasi sekitar Rp 9 triliun.

Perusahaan memboyong paket komplet: peralatan proyek hingga pekerja-dari level top manager, operator, sampai buruh. Total ada 133 pekerja asal Cina. China Huadian Power Plant mempekerjakan 76 orang, China Huadian Engineering membawa 42 orang, dan PT CR 17 sebanyak 13 orang. PT General Energy Bali, sebagai satu-satunya mitra lokal di proyek Celukan Bawang, pun mendatangkan dua tenaga kerja asing.

Seorang juru bahasa yang pernah bekerja di proyek tersebut bercerita, kebanyakan tenaga asing itu menggarap pekerjaan kasar, seperti menggali dan membangun fondasi. Ada juga yang bertugas di level manajemen. Salah satu yang ia kenal, Meng King Long, anggota staf keuangan PT CR 17.

Dalam beberapa kali perjumpaan di proyek, kata juru bahasa yang meminta namanya tidak disebut, Long menceritakan bayarannya sebesar Rp 10 juta per bulan. Angka tersebut dinilai Long sangat besar dibanding gajinya di kampung halaman, yang cuma Rp 5 juta. Sedangkan pegawai kasar asal Cina diberi upah Rp 3-4 juta sebulan.

Bandingkan dengan Zakaria, yang mengaku menerima maksimal Rp 2 juta saban bulan. Perbedaan upah antara pekerja asing dan lokal itulah yang menjadi salah satu penyebab "gesekan" sosial di lokasi proyek. Para pekerja asing juga memperoleh fasilitas, yang menurut Zakaria, istimewa. Mes yang disediakan berukuran 5 x 5 meter dilengkapi penyejuk udara, untuk dipakai bersama tiga orang.

Sampai urusan perut pun servisnya berbeda. Zakaria bercerita, pekerja Cina mendapat jatah makan tiga kali dengan menu nasi, sup, telur, dan daging babi. Menu ikan laut dihidangkan dua pekan sekali. "Juru masaknya orang-orang Indonesia," ujar Zakaria. Sedangkan para buruh lokal hanya menyantap nasi bungkus dari warung di sekitar lokasi proyek.

Para pekerja lokal makin kesal lantaran tenaga asing itu pun menggarap pekerjaan kasar. Zakaria menyaksikan para buruh asing itu membuat galian, mencabut rumput, membuat gorong-gorong, hingga membangun fondasi bangunan. "Itu pekerjaan kami," ucapnya.

Hingga pembangunan pembangkit selama tiga tahun rampung, pemerintah bergeming. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Muji Handaya malah mengatakan tak ada larangan mempekerjakan tenaga kerja asing. "Yang penting rasionya tiap satu pekerja asing diimbangi dengan sepuluh tenaga lokal. Kalau itu terpenuhi, sah."

Ayu Prima Sandi, Bram Setiawan (buleleng)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus