Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Banteng yang Bingung dan Panik

Kebijakan Presiden Megawati, yang juga Ketua Umum PDIP, menaikkan harga-harga dianulir fraksinya sendiri di DPR. Apa sesungguhnya yang terjadi?

19 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekikan "merdeka" berkali-kali diteriakkan di hadapan ribuan orang yang memadati Lapangan Mengwi di Badung, Bali. Dengan suara berapi-api dan nada menggebu, Minggu pekan lalu Presiden Megawati yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan itu memberikan orasi di hadapan ribuan kadernya. Tepuk riuh sesekali terdengar saat Megawati memberikan tekanan-tekanan tertentu pada pidatonya.

Dalam orasi politiknya menyambut ulang tahun ke-30 PDI Perjuangan, Megawati membeberkan keberaniannya mengambil kebijakan yang dinilainya tidak populer dalam menaikkan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, dan tarif telepon oleh pemerintah awal tahun ini. Seperti diketahui, solar dinaikkan dari Rp 1.550 menjadi Rp 1.860 per liter, premium dari Rp 1.750 menjadi Rp 1.810 per liter, dan minyak tanah dari Rp 600 menjadi Rp 700 per liter. Begitu juga dengan tarif dasar listrik, yang dinaikkan 6 persen per tiga bulan, dan tarif telepon 15 persen.

"Kita tidak punya pilihan lain," kata Mega. Pilihan itu, katanya, untuk membawa bangsa ini segera keluar dari krisis. Selain itu, pemberian subsidi yang terus-terusan hanya akan meninabobokan masyarakat.

Siapa sangka pidato Megawati yang penuh hiruk-pikuk itu kemudian menjadi blunder di dalam partainya sendiri? Hanya berselang satu hari usai pidato dikumandangkan Megawati, Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Roy B.B. Janis, dengan penuh percaya diri mengeluarkan pernyataan yang amat bertolak belakang dengan ketua umumnya. Bersama Ketua Komisi Perhubungan Sumaryoto dan anggota Panitia Anggaran Angelina Patiasina, kepada pers Roy meminta agar pemerintah menunda kenaikan harga-harga. Begitu juga dengan tarif bus antarkota antarprovinsi, bus kota, angkutan laut, pos, penerbangan, dan tol. "Ini suara hati nurani wakil rakyat," ujar Roy, yang juga salah satu Ketua DPP PDIP.

Menurut Roy, Jumat 10 Januari lalu pimpinan fraksinya telah melakukan pertemuan setelah melihat reaksi masyarakat melalui aksi demonstrasi yang semakin luas dan memanas. Begitu juga di dalam parlemen sendiri, sekitar 64 orang anggota pada saat sidang paripurna Dewan menyampaikan keberatannya atas kenaikan harga yang dilakukan pemerintah.

Secara informal, katanya, fraksinya pun pernah menemui beberapa menteri agar harga tak dinaikkan secara serempak. Sebab, berdasarkan hitung-hitungan fraksinya, kenaikan sangat dimungkinkan untuk ditunda, bahkan diturunkan. "Mereka (menteri) setuju dengan usulan Fraksi PDIP," katanya.

Karena hasilnya begitu, pada Senin pekan lalu itu Fraksi Banteng sepakat meminta pemerintah meninjau kembali kenaikan harga yang telah diumumkan, sebelum gejolak sosial makin luas. Artinya, hal itu bertentangan dengan pidato Megawati sehari sebelumnya.

Kontan pernyataan Roy itu mengundang kepanikan di tubuh Partai Banteng. Usai Roy dan kawan-kawannya mengeluarkan pernyataan itu, pimpinan fraksi berkumpul lagi pada sore hari. Sumber TEMPO yang mengikuti rapat itu menuturkan, akhirnya Fraksi PDIP tetap memutuskan akan meminta pemerintah meninjau ulang kenaikan harga itu dan meminta pemerintah melihat lagi celah-celah yang kemungkinan bisa diturunkan.

Kepanikan juga makin terlihat saat Fraksi PDIP melakukan rapat di DPR secara mendadak. Disebut mendadak karena tak biasanya rapat pleno fraksi diadakan di hari lain selain Jumat. Rapat yang dihadiri oleh hampir semua anggotanya itu langsung dipimpin Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Sutjipto. Rapat itu, kata Sutjipto, digelar untuk meminta klarifikasi dari fraksinya atas pernyataannya yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik, dan tarif telepon.

Namun, keputusannya sungguh mengejutkan. Fraksi Banteng, yang semula meminta penundaan kenaikan itu, kini malah bilang tetap mendukung kebijakan pemerintah. Hanya, kata Roy, kalau bisa pemerintah mengalihkan subsidi BBM menjadi subsidi lain dalam bentuk dana kompensasi kepada rakyat. Namun, menurut Roy, fraksinya tetap mengusahakan, jika ada celah sebaiknya tarif tiga komponen itu diturunkan. Dan Roy yakin sikapnya itu justru memperkuat dukungannya terhadap pernyataan Presiden. "Tidak ada perbedaan antara fraksi dan pendapat Ibu Mega," Roy berkilah.

Urusan belum selesai di situ. Seakan tak mau kehilangan muka, Selasa pekan lalu itu juga Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung dengan lantang mengatakan partainya tetap akan mengamankan kebijakan pemerintah. Yang disampaikan pimpinan Fraksi PDIP itu, kata Pramono, bukan meminta penundaan kenaikan harga BBM melainkan meminta agar tarif angkutan tidak dinaikkan. "Fraksi PDIP bukan fraksi yang bisa memutar belok seenaknya," katanya dengan keras.

Seketika itu juga orang curiga, ada apa di Fraksi PDIP. Reaksi di dalam Partai Banteng pun bermunculan. Ada yang menuding Roy tidak mengerti politik. Juga ada yang bilang Roy pribadi mencari simpati serta bermacam tudingan lainnya. Namun, Roy punya dalih. Menyelamatkan nama partai dan fraksi, kata Roy, jauh lebih penting ketimbang membela kebijakan pemerintah yang dianggapnya tak memihak rakyat.

Tetapi dukungan untuk Roy yang diberikan oleh koleganya di DPP PDIP juga banyak. Termasuk dari Kwik Kian Gie, salah satu Ketua DPP yang juga Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas. Bahkan Kwik jauh-jauh hari sudah mengingatkan agar pemerintah tidak serta-merta menaikkan harga-harga secara serentak.

Kwik bahkan secara sangat keras, dalam dialog di sebuah televisi swasta, mengatakan bahwa kenyataan di lapangan dengan hitungan di atas kertas berbeda. Rakyat dan ibu-ibu rumah tangga sedang resah karena harga-harga naik. Baru kali ini pengusaha dan pekerja melakukan protes bersama lewat aksi unjuk rasa. Demo mahasiswa juga meluas. "Ini hal yang serius," kata Kwik.

Karenanya, agar gejolak ini bisa dibendung, ia mengusulkan sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan DPR dan para tokoh partai untuk membicarakan kembali kapan waktu yang tepat untuk menaikkan harga serta berapa kenaikannya.

Tak disangka, pernyataannya itu menuai ancaman. Yang mengancam pun bukan main-main: Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati. Taufiq, kata Kwik, langsung menelepon dirinya saat menuju ke kantornya di Bappenas. Dalam percakapan itu, Taufiq, yang dikenal juga sebagai sahabat Kwik, sempat meminta dirinya mundur dari kabinet jika memang pikiran-pikirannya sudah tidak sejalan dengan kebijakan yang diambil pemerintah. Permintaan itu ditolak Kwik karena ia menganggap perbedaan di dalam kabinet merupakan hal biasa. Lagi pula, Taufiq bukanlah Bapak Presiden yang menjadi atasannya.

Sementara itu, Roy juga boleh percaya diri dan berkukuh dengan pendiriannya. Sebab, ia sudah mengantongi "izin" dari Megawati. Sebelum mengeluarkan pernyataan itu, katanya, dirinya telah melakukan komunikasi secara intens dengan ketua umumnya, Megawati. "Ibu Mega tak keberatan sama sekali dengan usul fraksi untuk menunda kenaikan tarif telepon dan transportasi," kata Roy kepada TEMPO, Jumat pekan lalu. Boleh jadi Roy benar. Sebab, meski pernyataannya berseberangan dengan Megawati, toh sampai saat ini Megawati tak pernah menegurnya.

Kini tinggal khalayak yang bertanya-tanya, sebenarnya ada apa sih di tubuh Banteng itu. Sebuah perbedaan pendapat, ataukah beberapa keinginan dan harapan yang tidak mudah dikomunikasikan dengan ketua umumnya? Atau kepanikan dan rasa bingung setelah melihat reaksi masyarakat? Wallahualam?.

Fajar W.H., Dede Ariwibowo (Tempo News Room)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus