Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bara Politik di Jamsostek

Iwan Pontjowinoto dipecat dari Direktur Utama Jamsostek oleh Dewan Komisaris. Tapi Menteri Sugiharto menganulirnya. Kasus yang penuh intrik politik.

29 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
head0949.jpg

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rapat itu berlangsung panas. Dewan komisaris Jamsostek ngotot ingin Iwan Prijono Pontjowinoto dicopot dari jabatan direktur utama. Pencopotan itu, kata mereka, mendesak dilakukan lantaran situasi perusahaan sudah kacau-balau. Para pekerja terus berunjuk rasa. Jika berlarut, perusahaan bisa mati suri.

Sugiharto, tuan rumah pertemuan pada Kamis malam dua pekan lalu itu, tegas menolak tuntutan itu. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini mewakili pemerintah, pemilik seratus persen saham Jamsostek. Menteri Sugiharto beralasan, jika pencopotan dilakukan karena unjuk rasa pekerja, akan jadi preseden buruk. Setiap ada unjuk rasa, direktur utama dicopot. Ia berjanji mencari cara lain.

Tapi para komisaris tidak puas. Suryo B. Sulisto, salah seorang komisaris, dengan nada tinggi menukas bahwa masalah kepemimpinan jelas-jelas membelit Jamsostek. Karena itu, ”Iwan Pontjowinoto harus diganti.” Sugiharto tak berubah pendirian. Buntu. Akhirnya pertemuan itu cuma berlangsung setengah jam. Bubar tanpa hasil.

Kemelut Direktur Utama Jamsostek sudah meletus sejak Juli 2006, tapi pertempuran sengitnya baru dimulai dalam rapat di kantor Menteri Sugiharto itu. Para komisaris sudah menabuh genderang perang. Esoknya, mereka menggelar rapat. Agendanya cuma satu: membahas pencopotan direktur utama.

Dua orang kuasa hukum perusahaan diajak. Mereka diminta memberikan pertimbangan yuridis pencopotan direktur utama. Menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan, para komisaris berhak mencopot direktur utama jika situasi memaksa.

Dimulai pukul sepuluh pagi, rapat yang dipimpin Komisaris Utama Jamsostek Prijono Tjiptoherijanto ini baru pungkas pukul sebelas malam. Hasilnya: Iwan Pontjowinoto dicopot. Suasana kerja di perusahaan yang kacau dianggap sebagai ”keadaan memaksa”. Rapat juga memutuskan Andi Achmad M. Amien didapuk ke kursi puncak. Bos baru versi komisaris ini sebelumnya duduk di kursi direktur operasi dan pelayanan.

Tapi usia kursi Andi Achmad cuma tiga hari. Senin pekan lalu, Iwan Pontjowinoto balik menyerang. Dia mengirim sepucuk surat ke Sugiharto. Dalam surat itu Iwan mengusung Acep Jayaprawira sebagai direktur utama.

Bos baru versi Iwan ini sebelumnya menjabat direktur umum dan sumber daya manusia. Manuver melambung ini dihujat keras para komisaris. ”Sudah dipecat kok masih mengangkat direktur utama,” kata salah seorang komisaris.

Dalam suasana yang keruh itu, Sugiharto memilih jalan tengah. Senin pekan lalu, Pak Menteri mengangkat bekas Direktur Utama Merpati Wahyu Hidayat sebagai wakil direktur utama sekaligus pejabat sementara direktur utama.

Dua pelaksana tugas direktur utama sebelumnya dianulir. Dan Iwan Pontjowinoto? Tidak dipecat cuma dicutikan, hingga rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS), yang akan dilaksanakan dalam tempo 30 hari. Solusi Pak Menteri ini dianggap cespleng mengatasi kemelut itu.

Selesai? Belum juga. Jalan keluar versi Sugiharto itu masih diprotes keras sejumlah komisaris. Sugiharto juga dituding menciptakan jabatan baru di luar struktur resmi organisasi Jamsostek.

Posisi wakil direktur utama memang tidak ada dalam stuktur perusahaan itu. Karena itu komisaris menilai jabatan baru itu tidak punya dasar hukum. ”Kami menilai biro hukum di kantor Menteri Negara BUMN ini ceroboh,” kata Suryo B. Sulisto, menuding.

Hingga akhir pekan lalu, kisruh di puncak di Jamsostek itu masih menyala. Sugiharto merasa roda perusahaan dikendalikan Wahyu Hidayat hingga rapat umum pemegang saham luar biasa. Sementara para komisaris menilai secara yuridis Andi Achmadlah yang sah jadi pelaksana tugas direktur utama.

l l l

Berdiri pada 1992, Jamsostek yang sebelumnya bernama Astek ini selalu saja dirundung kemelut. Dua tahun lalu, direktur utama perusahaan itu, Achmad Djunaedi, dicopot di tengah jalan. Juga karena kisruh internal.

Mengelola dana pekerja seluruh Indonesia, pundi Jamsostek terhitung superjumbo. Hingga akhir tahun lalu total asetnya Rp 47 triliun. Dana sebanyak itu bertebaran di sejumlah bank, reksadana, obligasi, dan saham. Tahun lalu perusahaan ini untung Rp 775 miliar. Walau menguntungkan perusahaan, Iwan dianggap kerap merusak suasana kerja perusahaan.

Adapun kisruh itu sudah meruap sejak Juli 2006. Saat itu Serikat Pekerja Jamsostek (SPJ) menuntut Iwan mundur. Bekas direktur IBM itu dituding suka jalan sendiri. Misalnya, secara sepihak menghentikan transaksi trading dan saham di pasar modal. Padahal transaksi itu, begitu bunyi siaran pers Serikat Pekerja Jamsostek, ”Besar sumbangannya terhadap pundi perusahaan.”

Dosa Iwan lainnya adalah menunjuk PT Bahana dan Danareksa sebagai mitra pengelola dana investasi Jamsostek. Investasi itu kabarnya senilai Rp 6 triliun. Dalam investasi ini, Iwan dianggap berjalan sendiri, sonder berembuk dengan direksi lain dan dewan komisaris. Rencana investasi ini akhirnya gagal lantaran ditolak sejumlah direksi. Sejak saat itu suasana kerja sudah panas.

Serikat pekerja ramai-ramai berunjuk rasa menuntut Iwan mundur. Surat tuntutan dikirim ke sejumlah petinggi seperti Sugiharto, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan DPR.

Pada awal Januari lalu, Iwan merotasi sejumlah direktur perusahaan. Suhu Jamsostek pun kian gerah. Para komisaris marah karena lagi-lagi tidak dilibatkan. Soal pergantian itu Iwan berujar, ”Ngomong sama komisaris itu nanti, waktu ada rincian.” Jika kemudian pergantian ini jadi ribut, lanjut Iwan, ”Karena ada yang manas-manasin.”

Sumber Tempo di perusahaan itu menuturkan, sejak kemelut ini meletus, pihak yang bertikai berusaha mencari dukungan politik ke sejumlah partai. Keterlibatan beberapa politisi, kata sumber itu, kian memperkeruh suasana.

Iwan Pontjowinoto, kata sumber itu, meminta bantuan sejumlah politisi Golkar. Para kawan di Partai Beringin kerap membela Iwan dalam perang kata-kata di media massa.

Salah satu yang disebut-sebut getol membela Iwan adalah Ali Wongso, pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla itu. Di Golkar, kata sumber ini, Ali Wongso rajin menggalang kekuatan guna membela Iwan.

Ali Wongso menyebut tuduhan itu sebagai salah penafsiran. Tapi dia sangat menyesalkan unjuk rasa serikat pekerja menuntut pemecatan Iwan dari direktur utama. Baginya, kalau ada yang menuntut kesejahteraan itu wajar, ”Tapi bukan meminta pergantian direktur utama,” kata Ali Wongso kepada Tempo. Dia menilai bukan porsi serikat pekerja menuntut mundur direktur utama.

Ia mengaku pernah bertemu Iwan Pontjowinoto dalam sejumlah kesempatan, seperti dalam acara diskusi dan seminar Golkar. Ali memastikan banyak pengurus Golkar yang setuju dengan sikapnya.

Pembelaan Ali Wongso dikecam keras sejumlah aktivis Golkar. Ketua Angkatan Muda Partai Golkar, Erwin Ricardo, mempertanyakan mengapa Ali begitu getol membela Iwan. ”Jangan bawa-bawa Golkar dalam perseteruan di Jamsostek. Apa motifnya?” katanya.

Iwan P. Pontjowinoto juga mendapat pembelaan dari Menteri Sugiharto. Pak Menteri, kata sumber di Jamsostek, terus-terusan membela Iwan sejak konflik terbuka Juli 2006. Ketika unjuk rasa pekerja riuh, sang menteri cuma berujar, ”Itu kan cuma sebagian pekerja, sebagiannya mendambakan bekerja tenang,” kata sumber ini. Pembelaan itu lantaran Sugiharto adalah karib Iwan Pontjowinoto (lihat Aktor di Pusaran Kisruh).

Untuk memperkuat posisinya, Iwan juga dikabarkan merapat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sumber di Jamsostek menuturkan, saat acara jalan santai di Senayan beberapa waktu lalu, Presiden Yudhoyono bertemu dengan Iwan. Di situ Yudhoyono banyak memberikan arahan agar ia hati-hati mengelola dana pekerja. Presiden juga menaruh perhatian besar atas kemelut di Jamsostek.

Meski begitu, kata sumber Tempo, dukungan pemerintah tampaknya tak serta-merta bakal mengalir kepadanya. Sebab, meski Prijono kini tak lagi menjabat Sekretaris Wakil Presiden, posisinya di pemerintahan masih cukup kuat. ”Banyak yang masih respek kepada Pak Prijono, karena dia telah pasang badan untuk Wapres,” ujarnya. Itu sebabnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla pun masih menaruh kepercayaan cukup besar kepadanya.

Dua tahun lalu, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini pernah menjadi ”tumbal” dalam perseteruan DPR dengan pemerintah. Saat itu ia dituding telah melecehkan parlemen karena mengirim surat ke para menteri agar mengabaikan undangan rapat dengan DPR. Buntutnya, ia harus mundur dari jabatannya sebagai Sekretaris Wakil Presiden.

Menteri Sugiharto membantah tuduhan membela Iwan P. Pontjowinoto. ”Kita lihat kinerjanya baik. Masak, setiap orang berhak mengganti direktur utama,” katanya ketika berkunjung ke Tempo, Kamis pekan lalu. Sugiharto mengaku pengangkatan Wahyu Hidayat merupakan jalan tengah terbaik. Iwan P. Pontjowinoto juga menyanggah dirinya merapat ke partai politik. ”Saya tidak pernah mencari dukungan politik,” ujarnya.

Apa jawaban Presiden? Heru Lelono, penasihat Presiden Yudhoyono, membantah keras bahwa Presiden ikut membela Iwan. ”Saya jamin seratus persen tidak ada dukungan pribadi Presiden kepada Iwan Pontjowinoto,” kata Heru kepada Andi Dewanto dari Tempo.

Jika kemudian kasus ini geger, menurut Heru, mestinya hal itu menjadi tanggung jawab Sugiharto. ”Tidak mbulet saja sehingga Presiden yang kena,” kata Heru.

Klop. Sugiharto juga merasa Presiden belum perlu turun tangan mengatasi kemelut ini. Sebab, katanya, ”Menterinya masih sanggup menyelesaikannya.”

Wenseslaus Manggut, Retno Sulistyowati, Ramidi, dan Sunariah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus