Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PELATARAN gedung Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Ciracas, Jakarta Timur, akhir Juli lalu, tampak lengang. Moratorium pengiriman buruh migran ke Arab Saudi baru berlaku dua minggu ke muka, tapi jumlah perusahaan penempatan TKI yang mengurus dokumen pemberangkatan di sana sudah turun drastis.
"Biasanya di sini seperti pasar," kata Azis, sebut saja namanya demikian, kepada Tempo. Dia bekerja di perusahaan penempatan buruh migran di kawasan Condet, Jakarta Timur. Tugasnya mengurus dokumen pemberangkatan TKI di Balai Pelayanan Ciracas itu. "Lebih dari separuh TKI yang berangkat dari sini tujuannya ke Saudi," katanya.
Bersama Azis, Tempo bisa leluasa mengamati cara kerja para "pengurus" dokumen ini, tanpa harus dicurigai petugas keamanan. "Loket di sisi ini dibagi berdasarkan negara tujuan TKI," katanya seraya menunjuk satu sisi Balai Pelayanan. Loket untuk pengurusan dokumen buruh yang hendak bekerja ke Hong Kong, misalnya, dipisahkan dengan loket untuk mereka yang berniat ke Timur Tengah.
Balai Pelayanan di Ciracas adalah muara pengurusan kartu tenaga kerja luar negeri untuk setiap buruh migran yang berangkat dari Jakarta. Untuk mendapatkan kartu itu, setiap buruh harus lolos uji kesehatan, menyelesaikan 200 jam kursus keterampilan, dan ikut program "pembekalan akhir pemberangkatan" yang diadakan Balai Pelayanan.
"Kalau semua dokumen lengkap, baru kita bisa mengurus visa TKI dan kontrak kerja mereka di kedutaan negara tujuan," kata Azis. Di tangannya ada segepok map penuh dokumen TKI. Sepanjang ingatan Azis, hampir tidak ada TKI yang mengurus sendiri keberangkatannya.
Sekilas tak ada yang janggal dari seluruh proses di sini. Di satu pojok, ada dua komputer yang bisa dipakai staf perusahaan pengirim TKI untuk memantau kelengkapan dokumen klien mereka secara online. Semua rapi dan tertib.
Azis kemudian mengajak Tempo melihat lebih dekat. Map berisi berkas calon TKI menumpuk di satu loket. "Saya biasanya membayar Rp 20 ribu di sini," katanya berbisik. Tanpa pelicin itu, map bisa tak diurus. Setiap map diperiksa petugas khusus. "Dia saya kasih Rp 100 ribu untuk 15 berkas," kata Azis lagi. Kalau lengkap, berkas keluar dengan stempel plus surat rekomendasi untuk mengambil kartu tenaga kerja. "Di sini Rp 40 ribu. Kalau tidak, sampai sore berkas kita tidak keluar-keluar," kata Azis lagi.
Total pelicin yang dikeluarkan Azis setiap hari sampai Rp 160 ribu. Dikalikan dengan ratusan berkas lain yang diproses di Balai Pelayanan ini saban harinya, jumlah peredaran rupiah di sini cukup untuk membuat mata terbelalak.
Seluruh rangkaian pemberangkatan TKI memang diwarnai cerita tentang pungutan liar. Kongkalikong seputar asuransi TKI hanya satu bagian dari kisah patgulipat ini. Yunus Yamani, Ketua Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan TKI, mengakuinya. "Perusahaan pengirim TKI seperti kami diperlakukan seperti sapi perah saja, diperas sana-sini," katanya geram.
Mari menengok lokasi lain: Balai Latihan Kerja Luar Negeri tak jauh dari Ciracas. Pertengahan Agustus lalu, Tempo bertandang ke sana. Ilham, lagi-lagi nama samaran, pengajar di Balai Latihan itu, bercerita tentang bagaimana calon buruh migran dilatih setiap hari sebelum berangkat. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI meminta setiap buruh dilatih minimal 200 jam sebelum bisa mengurus kartu tenaga kerja. Tapi aturan itu tak dibarengi dengan pengawasan yang ketat.
Ujung tombak pengawasan Badan Nasional hanyalah sebuah alat pemindai sidik jari yang terhubung dengan laptop 14 inci. Alat itu dipasang pada awal tahun ini oleh Sekretariat Bersama, gabungan dua asosiasi balai latihan kerja: Asosiasi Pelaksana Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia dan Perhimpunan Pembinaan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia.
Setiap perusahaan pengirim TKI harus menyetor Rp 50 ribu per orang ke Sekretariat Bersama. Kalikan 30 ribu TKI-jumlah rata-rata pengiriman TKI setiap bulan sebelum moratorium-kucuran fulus yang mengalir ke kas mereka mencapai Rp 1,5 miliar. Fantastis.
Di atas kertas, alat ini sempurna. Saban hari, setiap calon TKI diminta melekatkan jempol tangannya ke pemindai sidik jari itu sebagai tanda kehadiran. Data absensi ini kemudian dikirim secara online ke server milik Sekretariat Bersama, untuk diteruskan ke sistem komputerisasi tenaga kerja luar negeri-database online milik Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI. Dengan begitu, perkembangan pendidikan calon TKI bisa terpantau secara akurat. Jika 200 jam masa pendidikannya telah terpenuhi, barulah si calon TKI bisa mengurus dokumen keberangkatannya.
Tapi, lagi-lagi, kenyataan tak seindah keinginan. Ilham berbaik hati menunjukkan kelemahan sistem ini. Di hadapan Tempo, dia melekatkan jempol tangan kanannya sendiri ke mesin pemindai. Dalam hitungan detik, layar laptop menampilkan data seorang TKI perempuan di Balai Latihan itu lengkap dengan foto berwarna. Beberapa saat kemudian, informasi masa pendidikan si TKI berubah: bertambah satu hari. Kok bisa? "Lapis pengamanannya cuma satu dan gampang sekali diterobos," kata Ilham ringan.
Berbekal kunci itu, Balai Latihan tempat Ilham bekerja tak perlu repot-repot mengadakan kursus. Mereka bisa menghemat biaya pelatihan, dengan mengakali sistem online yang, entah sengaja atau tidak, pengamanannya dibuat asal-asalan.
Ditemui terpisah, Ketua Sekretariat Bersama Asosiasi Balai Latihan Kerja, Mahdi, membela sistem online yang dia bangun. "Kami punya 137 balai latihan yang harus diawasi supaya tidak semau-maunya," kata Mahdi. Soal pengawasan, Mahdi menjawab enteng, "Itu bukan tugas kami. Itu pekerjaan Badan Nasional."
Yang menarik, gagasan pembuatan sistem online ini belakangan ditiru asosiasi penyedia layanan uji kesehatan. Dua asosiasi yang mengurus bidang itu-Himpunan Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja (Hiptek) dan Gulf Cooperation Center Approved Medical Center Association (Gamca)-sepakat menerapkan sistem serupa. Bedanya, tarif sistem online mereka lebih murah. Setiap perusahaan penempatan TKI cukup membayar Rp 25 ribu per orang untuk setiap calon buruh migran.
Ketua Hiptek, Fauzi, menilai sistem online ini penting karena asosiasi harus mengawasi 100 lebih klinik yang menjadi anggotanya. Cara kerja sistem Hiptek ini amat mirip skema Sekretariat Bersama: sama-sama menggunakan pemindai sidik jari. Ke mana larinya duit miliaran rupiah dari pungutan sistem online ini? Penjelasan Mahdi dan Fauzi sama, "Sebagian besar untuk menutup biaya pengadaan dan maintenance sistem."
Rusjdi Basalamah, Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia, mempertanyakan dasar hukum penerapan dua sistem online ini. "Negara sudah menyediakan anggaran untuk sistem komputerisasi di Badan Nasional. Jadi mengapa dua asosiasi ini harus memungut lagi dari setiap calon TKI?" katanya.
Jumhur Hidayat, Ketua Badan Nasional, punya jawaban. Menurut dia, kedua sistem online itu tidak ada hubungannya dengan lembaga yang dia pimpin. "Itu pekerjaan asosiasi. Tidak ada urusan dengan kami," katanya. Soal pengawasan yang lemah, Jumhur mengakui. "Kami kekurangan sumber daya manusia."
Pungli Sepanjang Jalan
CERITA buruh migran perempuan di negeri ini sungguh mengenaskan. Berangkat dari kampung, sebagian hanya berbekal ijazah sekolah dasar, mereka siap bekerja keras demi ringgit Malaysia atau riyal Arab. Mimpi mereka serupa: membangun rumah, membeli sawah, menyekolahkan anak.
Tapi, begitu menjejakkan kaki ke tempat-tempat penampungan tenaga kerja Indonesia di berbagai kota, mereka langsung tersedot ke dalam sistem penempatan buruh migran yang kotor dan kejam. Hampir di setiap sudut, ada pungutan liar yang harus dibayar, ada rupiah yang harus disetorkan. Imah, Rosniati, Zaenab, Rustini, berubah jadi deretan angka yang sudah dipatok harganya.
Memutus lingkaran setan pungutan liar ini bisa dikatakan mustahil. Para calon majikan di seberang lautan sudah menyetor belasan juta rupiah untuk "membeli" satu orang tenaga kerja Indonesia. Di sini, perusahaan penempatan tenaga kerja membayar para calo sampai Rp 9 juta untuk memperoleh satu calon buruh migran. Fulus sisanya diperebutkan balai latihan kerja bodong, pemeriksa kesehatan abal-abal, serta broker asuransi sampai penjaga loket dokumen pemberangkatan yang nakal. Tanpa pelicin, jangan harap bisa jadi TKI di luar negeri.
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan, inilah lika-liku penyimpangan proses pengiriman buruh migran:
1. Rekrutmen
Prosedur Resmi:
- Calon TKI mendaftar ke petugas di kecamatan.
- Petugas melakukan pendataan, penyuluhan, seleksi dokumen dan verifikasi data.
- Pejabat kabupaten/kota di bursa kerja luar negeri menyusun rekapitulasi data sebagai dokumen bank data.
- Pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) yang hendak merekrut harus mempunyai surat izin pengerahan dan surat izin rekrutmen.
- Setiap calon TKI minimal berusia 18 tahun (kecuali untuk pekerjaan pembantu rumah tangga minimal 21 tahun), tidak hamil, berpendidikan minimal SLTP.
- Setiap calon TKI harus membawa dokumen lengkap: KTP, ijazah terakhir, akta kelahiran, surat nikah bagi yang sudah kawin dan surat keterangan izin suami/istri/orang tua.
Penyimpangan di Lapangan
- PPTKIS lebih banyak menggunakan calo atau sponsor dalam merekrut. Mereka siap membayar sampai Rp 9 juta untuk memperoleh satu calon TKI.
- Setiap calo mendapat imbalan sampai Rp 2 juta, untuk mengurus berbagai dokumen dan persyaratan yang dibutuhkan. Karena mengejar setoran, para calo menghalalkan segala cara: memalsukan usia, pendidikan, status pernikahan, izin keluarga, dan macam-macam. Mereka juga tak keberatan menerima order pencarian calon TKI dari PPTKIS yang ilegal.
- Peran calo terlalu dominan, bahkan ada yang minta dikirimi dua bulan gaji pertama TKI di luar negeri.
2. Seleksi
A. Pemeriksaan Kesehatan
Prosedur Resmi
Sebelum berangkat, calon TKI harus menyertakan surat keterangan sehat. Menteri Kesehatan mengatur pelaksanaan pemeriksaan fisik, jiwa/psikiatrik, laboratorium, dan radiologi. Penyelenggara uji kesehatan dilaksanakan oleh lembaga sarana kesehatan dan psikologi yang ditunjuk pemerintah.
Penyimpangan di Lapangan
- Banyak sarana kesehatan tak memiliki izin operasi atau izin telah kedaluwarsa.
- Standar uji kesehatan tidak baku dan tarifnya berbeda-beda. Ini menimbulkan persaingan tak sehat dan menurunkan mutu layanan.
- Setiap calon TKI harus membayar biaya periksa Rp 150 ribu hingga 600 ribu per orang.
- Masih ada manipulasi tes kesehatan dengan hasil sertifikat palsu.
- Di luar biaya resmi uji kesehatan, setiap calon TKI harus membayar biaya tambahan Rp 25 ribu per orang untuk input data kesehatan online. pungutan ini masuk ke kas asosiasi penyedia layanan kesehatan: Asosiasi Hiptek dan Gamca.
B. Rekomendasi Paspor
Prosedur Resmi
PPTKIS harus mendapat surat rekomendasi paspor dari BNP2TKI, Kementerian Tenaga Kerja, dan dinas tenaga kerja untuk setiap buruh migran yang mereka berangkatkan. Calon TKI harus melengkapi persyaratan standar pembuatan paspor.
Penyimpangan di Lapangan
- Ada pungutan Rp 70 ribu saat mengurus rekomendasi paspor di kabupaten/kota.
- Paspor yang digunakan TKI sebanyak 24 halaman, tapi TKI kerap lolos dari petugas bandara dengan paspor umum.
- Sentralisasi pengurusan paspor TKI tujuan Timur Tengah di kantor Imigrasi Tangerang menyebabkan biaya tinggi.
3. Penampungan
A. Pendidikan dan Pelatihan
Prosedur Resmi
Pendidikan dan pelatihan TKI melibatkan Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TKI, gubernur dan bupati/wali kota. Setiap calon buruh migran harus mengikuti pendidikan 100 jam (jika sudah pernah berangkat bekerja di luar negeri) dan pendidikan 200 jam untuk TKI baru. BNP2TKI mengawasi kegiatan di balai-balai latihan kerja lewat sistem online.
Penyimpangan di Lapangan
- Tidak ada lembaga yang melakukan fungsi pengawasan efektif.
- Akreditasi balai latihan kerja oleh lembaga akreditasi tidak akurat.
- PPTKIS bekerja sama dengan balai latihan kerja memanipulasi data pendidikan dan pelatihan dengan menerobos sistem data sidik jari.
- Calon TKI bisa mendapat sertifikat tanpa mengikuti pendidikan dan pelatihan.
- Program pendidikan dan pelatihan tak rasional. Calon TKI dituntut mendapat pendidikan dan pelatihan selama 10 jam sehari.
- Ada tambahan biaya Rp 50 ribu per orang yang harus disetorkan PPTKIS kepada asosiasi balai latihan kerja untuk input data TKI ke sistem online yang sebenarnya tak punya fungsi apa pun.
B. Pembekalan Akhir
Prosedur Resmi
Sebelum berangkat, TKI mengikuti pembekalan akhir pemberangkatan yang membahas seluk-beluk peraturan dan budaya di negara tujuan. Setelah itu, TKI mendapat kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN) sebagai tanda identitas sekaligus pengganti surat keterangan bebas fiskal. Kartu ini seharusnya gratis.
Penyimpangan di Lapangan
C. Asuransi
Prosedur Resmi
Program Asuransi TKI terdiri dari tiga bagian: prapenempatan, masa penempatan, dan purnapenempatan. Biaya total asuransi Rp 400 ribu, dibayarkan sebelum keberangkatan. Dengan premi sebesar itu, buruh migran (atau ahli warisnya) berhak mengajukan klaim jika meninggal, mengalami kecelakaan, sakit, gagal berangkat, diperkosa, dipecat, mendapat masalah hukum, tidak dibayar gajinya, dipindahkan tanpa izin, atau dipulangkan.
Penyimpangan di lapangan
- Konsorsium Proteksi TKI memberikan imbalan kepada broker atau brokerage fee 50 persen dari total premi Rp 400 ribu. Besarnya imbalan ini membuat perusahaan asuransi tak bisa memberikan manfaat optimal untuk TKI.
- Penggunaan broker tak sesuai dengan rekomendasi Badan Pengawas Pasar Modal.
- Beberapa jenis pertanggungan, seperti diperkosa atau mendapat masalah hukum, sebenarnya tidak masuk domain asuransi sehingga klaim susah dipenuhi.
- Terjadi dugaan monopoli dengan ditunjuknya satu konsorsium tunggal.
4. Penempatan
Prosedur Resmi
Seharusnya setiap negara yang menerima TKI terikat nota kesepahaman dengan pemerintah Indonesia untuk perlindungan buruh migran. Selain itu, konsorsium asuransi TKI seharusnya memiliki perwakilan di setiap negara yang menerima buruh migran asal Indonesia, untuk mempermudah dan mempercepat proses klaim.
Penyimpangan di Lapangan
- Banyak negara yang menerima TKI tapi belum membuat nota kesepahaman dengan Indonesia. Contohnya Arab Saudi.
- Konsorsium Asuransi TKI hanya punya perwakilan di Malaysia. Mereka tidak punya wakil di Timur Tengah dan Asia-Pasifik.
- Majikan sering "menjual" buruh migran Indonesia ke orang lain jika tak puas dengan kinerja mereka.
- Advokasi untuk perlindungan TKI amat sulit dilakukan karena lemahnya pemantauan dan pendataan.
5. Pemulangan
B. Terminal Pemulangan TKI Selapajang
Prosedur Resmi
- Petugas melarang TKI dijemput, bahkan oleh keluarganya. Bila ada keluarga yang berkeras menjemput, mereka harus membuat pernyataan melepaskan petugas dari semua tanggung jawab atas keselamatan TKI yang bersangkutan.
- Selain petugas, hanya TKI yang bisa masuk gedung seluas lapangan sepak bola ini.
- Dengan berbaris, TKI yang baru tiba di Indonesia digiring menuju enam loket pendataan. TKI yang mengaku punya masalah dibawa ke tempat pengaduan. Sementara yang tidak bermasalah diarahkan membeli tiket bus untuk pulang.
Penyimpangan di Lapangan
- TKI diarahkan menukarkan simpanan uang mereka di empat loket penukaran uang (money changer) di Terminal Selapajang, dengan kurs di bawah harga pasar. Padahal ada gerai resmi Bank Mandiri dan BNI yang menawarkan nilai tukar lebih tinggi.
- TKI yang tidak membeli tiket bus tidak akan bisa keluar dari Terminal Selapajang.
- Harga tiket bus untuk TKI di atas harga pasar. Jadwal keberangkatan bus pun tidak teratur. Kadang TKI dipaksa menunggu berjam-jam sampai bus terisi.
- Sopir bus sering meminta uang dari TKI. Jumlahnya variatif, mulai ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah.
A. Bandar Udara Soekarno-Hatta
Prosedur Resmi
- Setelah TKI keluar dari Imigrasi, petugas satuan pelayanan kepulangan memandu TKI ke lobi khusus TKI.
- Dengan bus khusus, TKI dibawa ke gedung pendataan kepulangan TKI di Selapajang, Tangerang.
- Dari Tangerang, TKI diantar ke daerah asal dengan bus yang mendapat lisensi BNP2TKI.
- TKI yang menggunakan penerbangan lanjutan dipandu ke counter penerbangan lanjutan.
- TKI bermasalah dibawa ke counter pelayanan pengaduan untuk didata dan ditempatkan di penginapan.
Penyimpangan di Lapangan
Sering kali petugas pelayanan kepulangan TKI salah mendeteksi buruh migran yang pulang. Meski sudah dibantah, petugas tetap memaksa penumpang biasa yang diduga TKI untuk masuk terminal khusus. Perlakuan tak manusiawi petugas ini sering dikeluhkan.
Siapa Menikmati Uang Asuransi TKI?
Separuh dari premi asuransi sebesar Rp 400 ribu per orang masuk kantong broker sebagai upah pialang.
Tahun | Tenaga Kerja | Dana ke Broker |
2006 | 353.198 | Rp70.639.600.000 |
2007 | 696.746 | Rp139.349.200.000 |
2008 | 644.731 | Rp128.946.200.000 |
2009 | 632.172 | Rp126.434.400.000 |
2010 | 575.804 | Rp115.160.800.000 |
2011 * | 302.335 | Rp60.447.000.000 |
*Hingga Juni 2011. Data diolah. | ||
Remitansi yang Dikirim TKI (Dalam US$ juta)
2004 | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 |
1.900 | 2.930 | 3.420 | 6.000 | 8.240 | 6.617 |
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan dari Bank Indonesia | |||||
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo