MOCHTAR Riady agaknya bukan penggemar lagu "I Love New York in June". Ia meresmikan pembukaan cabang Bank Central Asia di New York awal Mei, dalam suatu rangkaian acara yang berlangsung tanggal 2, 3 dan 4. Coba jumlahkan ketiga angka itu. Hasilnya sembilan. Angka keberuntungan yang dipercaya banyak orang, bukan? Kecenderungan bank umum swasta nasional untuk beroperasi di luar negeri tampak mulai menggejala. Semula hanya bank-bank pemerintah saja yang punya. Bank Negara Indonesia 1946 punya kantor di New York, Hong Kong, Singapura, Tokyo, Bahrain dan London. Di New York pun Bank Eksim sudah punya perwakilan, dan sebentar lagi akan disusul oleh Bank Dagang Negara dan Bank Bumi Daya. Bank-bank pemerintah ini memang sudah lebih dahulu mempunyai perwakilan di pusat-pusat uang dunia. Dua tahun yang lalu Menko Ekuin Ali Wardhana sendiri nampaknya masih belum sreg dengan konsep bank swasta nasional membuka cabang di luar negeri. Dalam wawancara dengan majalah Kadin ketika itu Ali Wardhana menyatakan dalam masyarakat masih ada semacam pertanyaan Mengapa ada orang Indonesia yang mendirikan perusahaan di luar negeri sedangkan Indonesia sendiri membutuhkan dolar? Ketika itu BCA sudah mengajukan permohonannya. "Masyarakat memerlukan penjelasan bahwa untuk menggalakkan ekspor diperlukan marketing, dan marketing memerlukan lembaga keuangan yang bisa mendukungnya. Kemudian kita tunjukkan hasil-hasilnya yang kongkrit. Bahwa itu bukan hanya sekadar mentransfer uang ke luar negeri," kata Ali Wardhana. Tahun lalu izin khusus itu akhirnya keluar juga. Dua bank swasta nasional - Bank Central Asia dan Bank Niaga - merupakan yang pertama memperoleh keistimewaan itu. Dua-duanya mengincar New York. Tetapi Bank Niaga lalu mengalihkan sasaran ke Los Angeles. "Bagi kami, New York ternyata agak terlalu over-estimated," kata Robby Djohan, direktur utama Bank Niaga. "Sedangkan Los Angeles yang mewakili pantai barat Amerika Serkat mempunyai kebutuhan ekspor-imporsama."Bagi kami soalnya adalah dana. Kami belum sampai pada tingkat bank pemerintah yang sudah punya kepercayaan tinggi sehingga mudah memperoleh dana dari pasar uang. Tetapi di New York ini kami 'kan masih bayi. Sulit untuk dapat dana di pasar uang. Kami harus mencari deposit dan melayani retail banking." Sekalipun masih bayi di New York, Mochtar yakin akan mampu berdampingan dengan bank-bank besar. Ia mencontohkan California, tempat bercokolnya raksasa Bank of America dengan kekayaan lebih dari US$100 milyar, ribuan bank kecil masih bisa hidup mencari. dana dan nasabah. Usaha BCA di sana akan dipusatkan di bidang pembiayaan perdagangan agar tak terlalu tergantung pada sumber dana deposito. Cara lain yang ditempuh bankir Indonesia untuk beroperasi di luar negeri adalah membeli bank, seperti dilakukan Liem Sioe Liong, komisaris utama BCA, yang memasukkan sahamnya pada Hibernia Bank di San Francisco. Bank yang pernah dirampok oleh Patty Hearst dan komplotannya itu sedang merugi US$13 juta ketika kelompok Liem Sioe Liong memasukkan 68% sahamnya pada 1982. Sekarang saham Liem telah menjadi 99,7% dan pada 1983 Hibernia Bank telah memperoleh keuntungan US$4 juta. Sebelumnya Liem pernah mencoba mernbeli Bank of Atlanta yang tengah kesulitan uang pada 1976. Tetapi karena pemberitaan pers yang tak menguntungkan, usaha ini dibatalkan. Mochtar Riady pun merintis usaha di Amerika Serikat dengan terlebih dahulu membeli saham Worthen Bank di Arkansas. Mengapa di Arkansas yang sepi dan "udik" itu? "Yah, uang 'kan tidak mengenal tapal batas," kata Mochtar. "Uang di Arkansas bisa dipakai di mana saja. Lagipula di Arkansas tak ada pesaing. Kami beli bank itu dibawah nilai buku. Di Pantai Barat kita mau beli bank harus bersaing keras dengan bank-bank Jepang." Arkansas ternyata bertuah bagi Mochtar Riady. Persabatannya dengan Jackson Stephens yang bersama-sama memiliki Worthen Bank itulah yang mengantarkan Mochtar sampai ke New York. Dengan nama Jackson Stephens inilah Mochtar berhasil membentuk citra bonafiditasnya di dunia internasional. Tamu-tamu penting yang datang pada pembukaan cabang BCA di New York, seperti Wakil Presiden AS George Bush, Ketua Federal Reserve Board Paul A. Volcker, dan Menteri Keuangan James Baker, menurut Mochtar adalah juga karena "sawab"nya Stephens. Kehadiran mereka tentu akan membuat BCA tak lagi dipandang sebagai bank biasa. "Pada kasus Hibernia, Liem Sioe Liong melakukannya sendiri. Pada kasus Worthen Bank saya melakukannya sendiri. Tetapi di New York ini kami bersama-sama," kata Mochtar. Ia pun menyatakan bahwa Amerika perlu dimasuki karena negeri itu mempunyai pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi. Sesudah itu? Hingga 1990 BCA mempunyai rencana untuk juga menancapkan kaki di London, Tokyo dan Bahrain. Saat ini BCA sudah memiliki deposit taking company. Central Asia Capital Corp. di Hongkong. Nyoman Moena beranggapan bank-bank di Indonesia perlu punya cabang di pusat-pusat uang seperti London, Hamburg, Singapura, Hong Kong dan New York. "Tetapi orientasinya harus untuk mendukung kepentingan ekspor. Cabang bank kita di luar negeri harus jadi mata dan telinga untuk cari barang yang terbaik dan termurah. Jadi, sekalipun memandang ke luar, tetapi orientasi harus tetap ke dalam negeri," tambah Moena.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini