CALIFORNIA, Oktober musim gugur 1984. Di luar rumahnya di pinggiran Daly City, Henry Liu terkapar tewas kena tembak. Lelaki berkaca mata ini penulis dan wartawan keturunan Cina yang sudah cukup lama berdomisili di Amerika Serikat. Selama ini ia dikenal sebagai pengecam yang rajin atas kebijaksanaan pemerintahan Nasionalis Taiwan. Yan terakhir, dalam biografinya, ia menulis perihal Chiang Chingkuo, presiden Republik Cina - nama resmi Taiwan - tanpa basa-basi sedikit pun dalam menuturkan berbagai fakta. Sudah bisa dipastikan Liu mati dibunuh oleh anggota Serikat Bambu, sebuah organisasi bawah tanah orang-orang Cina. Sidang pengadilan di Taipei akhir Maret lalu mengungkapkan bahwa dua di antara tiga pembunuh Liu tertangkap bulan Januari. Mereka, Chen Chili dan Wu Tun, mengaku diarahkan ketua Biro Inteligen Kementerian Pertahanan Taiwan Laksamana Madya Wang Xiling. Chen, 41, si pembunuh yang juga seorang ketua Serikat Bambu, bilang, "Tuan Wang Xiling minta supaya Liu dienyahkan." Alasan pembunuhan Liu, yang selama ini punya jalur dengan pihak inteligen Taiwan, adalah karena penulis itu menjadi informan pula untuk RRC di Bei jing dan bahkan juga Washington. Berarti, Liu agen segitiga - setidaknya demikian tuduhan dinas inteligen Taiwan. Wang Xiling sendiri kemudian dicopot dari jabatannya, dan April ini diajukan ke mahkamah militer. Kedua pembunuh dan Wang kemudian divonis hukuman seumur hidup. Kematian Liu membuahkan krisis politik paling pelik dalam hubungan AS-Taiwan, terhitung sejak Washington memutuskan hubungan diplomatiknya pada 1979 dan melepaskan dukungannya atas keanggotaan Republik Cina di PBB. Kalau saja pemerintah Taiwan berani cuci tangan padahal nyata-nyata terbukti terlibat, bantuan militer AS sebesar 800 juta dolar bisa-bisa dibekukan. Untuk membuktikan rasa prihatinnya, dan mestinya atas desakan Washington, akhir Maret lalu pemerintah ROC lantas menyelenggarakan dengar pendapat di Parlemen - suatu hal yang sebenarnya sangat jarang di Taiwan. Kasus Liu merupakan salah satu kekhawatiran yang meluas beberapa bulan belakangan ini. Sebuah ketakutan pada kebangkitan kembali gerombolan bawah tanah Cina. Banyak pihak bahkan mulai senewen, pemerintah di beberapa negara cemas, melihat aktivitas para bromocorah ini, yang antara lain main bunuh sanasini. September yang lalu, RRC bekerja sama dengan pihak Interpol mengawasi aktivitas mereka di perbatasan. Untuk menghadapi problem ini, Hong Kong melancarkan cara penyelidikan baru yaitu membentuk satuan khusus untuk menyusup ke kalangan mereka. Singapura dan Korea Selatan meningkatkan pengawasan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai anggota gerombolan. Dan setelah usaha itu dilakukan, ada beberapa orang tertangkap. Taiwan, November lalu, menjalankan Operasi Pembersihan, yang merupakan gebrakan antibandit paling gegap gempita dalam sejarah negeri itu. "Dalam waktu empat bulan terakhir, para pejabat Taiwan mengaku telah berhasil menyergap 1.000 tersangka," demikian tulis Newsweek 1 April lalu. Yang tertangkap itu termasuk orang-orang yang diduga pentolan Serikat Bambu dan pemimpin Empat Pen juru Lautan (Si Hai), sebuah gerombolan bromocorah yang menurut berbagai laporan menjalankan usaha pemerasan, penipuan, dan pelacuran di wilayah-wilayah Filipina, Hong Kong, Amerika Serikat, dan - jangan kaget - Indonesia. Memang, kegiatan gerombolan bromocorah Cina masih berputar pada lahan tradisional, seperti pemerasan, penipuan, perjudian, pelacuran, penyelundupan, dan pengedaran obat bius. Namun, dari sisi organisasi dan operasi, mereka telah berkembang menjadi lebih rapi dan canggih hingga pantas bila mendapat julukan: mafia Cina. Mereka membajak merk-merk barang elektronik dan mata dagangan lainnya, untuk kemudian dipalsukan dengan teknik perakitan. "Dalam waktu lima tahun mendatang, kriminalitas yang diorganisasikan orang-orang Asia akan menjdi problem utama di Amerika Utara," kata Jon D. Elder kepala polisi di Monterey Park - sebuah kota supermarket yang dibangun bak istana dan jalanannya semarak dengan tempat usaha seperti Restoran Hiu Emas, Tusuk jaru pan Real Estate Dong Xi (Timur Barat) - di California. Akhir musim gugur lalu, komisi khusus kepresidenan AS melaporkan bahwa bromocorah Timur telah menggalang kerja sama dengan mafia Sicilia dan Amerika. Dalam kesempatan dengar pendapat di Parlemen, komisi khusus yang dibentuk Presiden Reagan pada 1983 untuk menangani kriminalitas terorganisasikan melaporkan: bromocorah Cina terlibat dalam usaha perjudian, pemerasan, pelacuran, perampokan, penyuapan pejabat pemerintah, dan pembunuhan di beberapa kota di AS. James D. Harmon Jr., penasihat kepala komisi tersebut, mengungkapkan bahwa gerombolan bromocorah Cina di AS berkaitan dengan Triad, nama sebuah organisasi bawah tanah Cina yang sekarang paling besar kekuasaannya di Asia, dengan - salah satu - markas besarnya di Hong Kong. Mereka, menurut Mr. Harmon, bertanggung jawab atas 20% sampai 30% heroin yang diselundupkan ke AS. Sejumlah besar uang dari kegiatan raksasa ini mengalir melalui bank-bank Amerika--Hong Kong, yang beroperasi secara resmi. Gerombolan bromocorah Cina tersebut merupakan ancaman tersendiri, kata Jon D. Elder. Dengan basis di Hong Kong, Taiwan, dan tempat lain di AsiaTimur, kata kepala polisi Monterey Park ini, "Mereka memiliki jalur keuangan, sistem keanggotaan, dan kecanggihan organisasi yang boleh jadi lebih unggul bila dibandingkan sejawat mereka, mafia Italia. Mafia Sicilia jadi bak gerombolan anak-anak sekolah Minggu," ujar Elder. Pendapat ini ia katakan kepada Fox Butterfield, yang menulis laporan tentang kegiatan kriminal imigran Asia di koran The New York Times pertengahan Januari lalu. Di Hong Kong, selain memalsukan barang elektronik yang bisa menggaruk uang sampai 50 juta dolar AS, mafia Cina juga menjalankan usaha-usaha bisnis resmi. Misalnya, firma home decoration, kontraktor hotel-hotel mewah, sampai perusahaan-perusahaan bangunan. Ada yang bilang, semua itu hanya tameng untuk menutupi kegiatan gelap mereka. Kata Newsweek 1 April, "Kalangan bisnis yang tidak menggunakan jasa perlindungan mereka ada kemungkinan akan dijarah atau tempat usahanya dibikin berantakan." Ini kegiatan yang sesungguhnya. Sebagian persatuan bromocorah Cina ini ikut dalam jalur perdagangan heroin yang berpusat di Segitiga Emas - yang juga dijalankan oleh kelompok etnis Cina di sana -- kata laporan FBI, badan penyelidik federal AS. Dalam hal ini mereka bekerja sama dengan penyelundup dan bankir bawah tanah di Hong Kong, Malaysia, dan Singapura. Setiap gelombang memiliki hirarki keorganisasian yang ngejlimet Bambu yang di Taiwan, misalnya, mempunyai 13 cabang. Masing-masing "bertanggung jawab" atas wilayahnya sendiri. Lantas, semua ke iatan dilaporkan kepada "eksekutif" senior masing-masing - dalam suasana kehati-hatian, melalui jaringan hirarki khusus. Atau pula Triad. Di Hong Kong saja anggotanya tak kurang dari 20.000 orang, sebagian dari mereka adalah pegawai pemerintah atau pedagang atau bahkan polisi. Semua terikat dalam satu sumpah persaudaraan yang kekal, melalui upacara penerimaan anggota yang ketat dan disakralkan. Seorang inspektur senior dalam jajaran kepolisian Inggris (yang masih bercokol di sana) mengatakan, lebih dari 80 orang anggota kesatuannya mempunyai hubungan dengan Triad. Celakanya, "Mereka itu tahu bahwa kami mengetahui hubungan itu," kata si inspektur. Triad sendiri mempunyai beberapa nama lain. Ada: San He Hui (Perkumpulan Tiga Elemen dalam Kesatuan, yaitu Langit, Bumi, dan Manusia) San Dian Hui (Perserikatan Tiga Noktah) Tian Di Hui (Persatuan Langit dan Bumi) Hong Men (Sekte Hong) HongJia (Keluarga Hong) dan Hong Bang (Partai Hongatau Partai Merah). Perlu diketahui, hong pada kata-kata di atas mengacu pada karakter huruf Cina yang berarti "keagungan" atau "merah". Gerakan bawah tanah Asia bukanlah suatu organisasi yang monolit. Di Taiwan -- dengan jumlah penduduk sekitar 19 juta - ada 700 organisasi dan kelompok serpihannya. Di Hong Kong tidak ada catatan. Namun, pemerintah RRC sudah memasang kuda-kuda. Mereka tahu, kebi jaksanaannya membuka pintu, antara lain untuk penanaman modal asing,akan diiringi kriminalitas dan pelacuran, yang diatur oleh jaringan mafia di Hong Kong. Di Indonesia ada juga, kata seorang purnawirawan perwira senior ABRI, yang tak mau disebut namanya. "Terutama di kota-kota besar," katanya. "Paling kuat di Medan," katanya. Konon, Medan kemudian dijadikan ajang untuk menguji para petugas inteligen. "Jika seseorang berhasil menjalankan tugas di kota itu maka ia dianggap berkualitas baik." * * * Serikat Bambu Taiwan, ternyata, punya juga keterlibatan dalam aksi politik. Sebenarnya, keterlibatan organisasi semacam Serikat Bambu dengan politik bukan hal baru di Cina. Pada 1927, misalnya. Chiang Kaishek, pemimpin Guomindang (Partai Nasionalis), sewaktu hendak merontokkan gerakan kaum buruh di Shanghai yang dimotori PKC (Partai Komunis Cina, Gungchandang) menggunakan bantuan kekuatan Partai Hijau (Lu Bang) - sebuah gang yang ketika itu bercokol kuat di Shanghai. Dan, dengan cara ini, Chiang bisa mengontrol dan menguasai kota pelabuhan dan industri ini. Persekongkolan Chiang Kaishek dengan gerakan bawah tanah Partai Hijau dalam rangka mengawasi aktivitas kelas buruh Shanghai terus berlanjut. Hubungan ini, sesudah tahun-tahun 1927, dikecam keras secara terbuka. Misalnya dalam China Forum, terbitan sayap kiri di Shanghai. Di situ, pada 1932, wartawan Amerika Harold Isaacs antara lain menulis demikian: "Di Shanghai dan Cina pada umumnya, para buruh yang tertindas diharamkan mengadakan atau melakukan demonstrasi. Untuk menghadapi kebangkitan kelas pekerja, kaum borjuis Shanghai dan Guomindang telah memanfaatkan para pelaku kriminal yang bergerak di bawah arus. Seperti juga di kota-kota besar di Amerika Serikat, di Shanghai kebangkrutan sosial dan politik telah mengakibatkan para gangster diturunkan untuk menekan kaum proletar yang produktif untuk tetap menjadi budak negara." Ah, itu sungguh berbau komunis. Tetapi, kenyataannya dalam hal ini Chiang Kaishek, sebagai pemimpin Guomindang, telah bertindak tidak kepalang tanggung. Untuk mengontrol kegiatan serikat buruh yang direstui Guomindang saja, Chiang memberi kepercayaan pada Partai Hijau untuk mengontrolnya. Gerombolan ini dikenal menguasai jalur perputaran uang dan jual beli persenjataan di Shanghai, rekanan yang baik untuk Chiang. Di Shanghai, jumlah anggota Partai Hijau lebih dari 20.000. Kalau dihitung pula dengan orang-orang di ranting-ranting organisasi, jumlahnya bisa mencapai 100.000. Terdiri orang-orang dari pelbagai kelas masyarakat: ada kaum miskin penghuni kawasan kumuh, ada detektif-detektif dan polisi yang bertugas di kawasan Konsesi Prancis, Permukiman Internasional, dan kota madya di wilayah Cina. Anggota lainnya: para perwira militer di markas besar garnisun, perwira pada Biro Keamanan Umum, sebagian politikus, para juragan pabrik, pedagang, dan - tentu saja - pemimpin serikat buruh Guomindang. Terkendali dalam organisasi yang berlapis-lapis, semuanya berada di bawah pimpinan tiga komandan: Tu Yuehsen, Hwang Chingyung, dan Chang Siaoling. Ketiga pembesar ini penguasa wilayah Konsesi Prancis, yang merupakan pusat kegiatan mereka. Harap jangan lupa, waktu itu Shanghai teriris-iris menjadi pelbagai daerah konsesi dan masing-masing memiliki sistem hukum sampai sistem penyaluran air minum (PAM) yang berbeda-beda. Dalam kenyataannya, penguasa Prancis di situ mendapatkan banyak rezeki dari aktivitas Partai Hijau. Sebagai imbalannya, pihak Prancis memberikan fasilitas administratif ke mereka. Lihat saja: Tu Yuehsen adalah anggota pimpinan Dewan Kota Praja Prancis. Hubungan kaum Nasionalis dengan mereka para bromocorah bisa dilacak pada pergantian abad XIX ke XX, ketika semangat untuk memulihkan kekuasaan bangsa Han (dalam hal ini Cina asli) dibangkitkan untuk melawan kekaisaran Qing (bangsa Man atau Manzhu) oleh kaum republiken. Kelompok pemberontak ini terdiri dari para intelektual muda yang mengenyam pendidikan Barat, sebagian kelompok borjuis (khususnya para pedagang yang sempat merantau ke koloni-koloni negara-negara Eropa di Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik), dan sebagian kadet pusat pendidikan militer milik kekaisaran. Manzhu, yang mendirikan dinasti Qing sejak 1644, oleh kelompok republiken dianggap sebagai lambang dominasi asing atas Cina. Maka, harus digulingkan. Semangat ini dibakar antara lain oleh Sun Yatsen, bekas mahasiswa Hong Kong College of Medicine. Sun, pada 1894, membentuk Xing Zhong Hui (Asosiasi Kebangkitan Kembali Cina), di Hawaii. Sama-sama mengarah ke pembentukan sebuah republik, berbagai grup anti- Manzhu lantas bersatu pada 1905 membentuk Tung Meng Hui (Liga Sejati), yang kemudian, pada 1912, menjadi Guomindang dengan Sun Yatsen dan Huang Xing, aktivis bekas mahasiswa Universitas Tokyo sebagai pemimpin utama. Sun Yatsen merumuskan program TungMengHui dalam San Min Zhuyi (Trisila): kemerdekaan (nasionalisme), kedaulatan rakyat, dan kesejahteraan rakyat. "Sejak ini, perjuangan anti-Manzhu sudah tak terpisahkan dengan gerakan untuk kemajuan masyarakat dan perkembangan politik," tutur Sinolog Jean Chesneaux dalam buku Secret Societies in China, in the 19th. & 20th. Centuries. Dengan segera, Tung Meng Hui beranak-pinak memiliki sejumlah cabang dan organisasi filial, baik di Cina sendiri maupun di antara para Huaqiao (Cina perantauan) - termasuk di antara mereka yang di Indonesia. Keterlibatan gerombolan bawah tanah di bawah panji-panji revolusi republik termaktub dalam Supplement on the Chinese Revolution. Suplemen ini diterbitkan 1908 oleh La Guerre Sociale, organ kelompok sosialis Paris revolusioner. Teks ini kemungkinan besar disusun para pemuda Cina anarkis yang aktif berkelompok di Paris - ditandatangani dengan nama samaran Gemingdang (Partai Revolusioner) . Sebagian kutipan dari suplemen itu: " . . . gerombolan paling kuat, tak pelak lagi, adalah Serikat Saudara Tua dan Perserikatan Tiga Noktah alias Triad. Keduanya merupakan kelompok tertua, yang didirikan pada awal kekuasaan Manzhu. Anggotanya tersebar di pelbagai penjuru wilayah kekaisaran terutama di wilayah Sungai Yangze. Triad ada pula di wilayah selatan .... Perserikatan Tiga Noktah terlibat erat sekali dalam gerakan revolusioner kali ini. Selama sepuluh sampai lima belas tahun menjelang Revolusi 1911, kata Jean Chesneaux, "Kerja sama antara kelompok-kelompok republiken dan gerombolan bawah tanah sangat erat. Baik kerja sama secara organik maupun dalam gebrakan-gebrakan mereka." Dalam banyak kasus, para pendiri dan anggota militan grup-grup revolusioner berasal dari gerombolan tersebut atau paling tidak pernah menjadi anggotanya. Satu contoh yang tak bisa diragukan lagi adalah Sun Yatsen. Menurut W.P. Morgan, anggota kepolisian Hong Kong yang pada awal 1950-an melakukan studi tentang Triad, Sun anggota salah satu dari gerombolan itu atau, minimal, anggota kelompok serpihannya di Honolulu. Dalam buku Primitive Revolutionaries of China, A Study of Secret Societies in the Late Nineteenth Century, karya Fei-Ling Davis, cerita tentang keterlibatan Sun Yatsen dalam jaringan persekongkolan rahasia tersebut lebih jelas. Pada 1895, Xing Zhong Hui memindahkan basis operasinya ke Hong Kong. Pada tahun yang sama, mereka membuka kontak dengan para pemimpin Triad di Kanton, yang kemudian menjanjikan 3.000 orang untuk mendukung suatu gebrakan menentang pemerintahan Qing. Sodokan yang direncanakan untuk 6 Oktober 1895 ini gagal karena keburu terbongkar oleh matamata penguasa. Para pemimpinnya kabur, sementara Sun sendiri menyingkir ke Jepang - ia tiba di sana pada 12 November tahun itu juga. Sekitar waktu itu, Ch'en Shaopai, salah seorang pendiri Zing Shong Hui Honolulu dan Yokohama, bergabung ke dalam Triad Hong Kong. Serentak dengan itu, "kepala naga" (satu pangkat kesenioran dalam gerakan bawah tanah) Serikat Saudara Tua, Pi Yungnien, menggabungkan diri ke XingZhongHui di Jepang pada 1898. Pi ini yang November i899 membawa tujuh kepala naga (ketua) Serikat Saudara Tua (Ge Lao Hui) menemui Ch'en Shaopai dan para pemimpin Triad Hong Kong. Hasil pertemuan ini adalah terbentuknya organisasi baru, yaitu Xing Han Hui (Perserikatan Kejayaan Kembali Bangsa Han). Di sini Sun Yatsen dipilih sebagai presidennya. Sebuah usaha pemberontakan di Guandong, 1900 ternyata gagal pula - lantaran sekelompok orang Jepang yang bersimpati tak berhasil mewujudkan bantuannya. Kembali ke Hawaii, Sun mendapatkan bahwa orang-orang yang dulu anggota Xing Zhong Hui telah melakukan desersi dan masuk grup pend kedinastian Qing. Lantas Sun masuk ke Zhi Gong Tang, sebuah cabang lokal Triad Honolulu. Dengan demikian, tutur Fei-Ling Davis dalam bukunya itu, "Sun lantas punya jalur langsung dengan Zhi Gong Tang yang lain di Amerika. Tujuannya, merekrut anggota dalam rangka menegakkan Xing Zhong Hui." * * * Jepang mengalahkan Rusia pada 1905. Kenyataan ini menunjukkan betapa bangsa Timur berhasil menumbangkan kekuatan besar Eropa. Kaum republiken dan nasionalis Cina berpikir lebih progresif. Para mandarin (priayi) yang selama ini melecehkan usaha-usaha Sun - lantaran pemimpin kelompok intelektual ini menggalang kerja sama dengan gerombolan bawah tanah - akhirnya mau juga bergabung. Dari sini, melalui sedikit lika-liku - antara lain dengan lahirnya unsur Hua Xing Hui, masih pada -1905--Sun membentuk Tung-Meng Hui di Jepang. Tahun-tahun berikutnya, berkali-kali kaum republiken melancarkan pelbagai serangan ke pihak Manzhu - yang ternyata sering gagal. Secara resmi, mereka mencatat sebelas kali, dan hanya pada kali terakhir, Oktober 1911, di Wuchang (Cina Tengah), mereka sukses. "Dalam kenyataannya, mereka menyerang jauh lebih banyak dari yang disebutkan itu," tutur Jean Chesneaux. "Dan serangan-serangan itu hampir selalu merupakan aksi gabungan kaum revolusioner dengan gerombolan bawah tanah." Ma Fuyi, seorang ketua Triad di Provinsi Hunan, yang kemudian menjadi martir republiken, membuktikan kerja sama itu. Lahir tahun 1865 dari sebuah clan (marga) yang terpandang - antara lain memiliki bangunan peribadatan sendiri - di Distrik Siantang, Hunan, Ma Fuyi sempat mengenyam pendidikan formal, bahkan sampai mampu membuat karangan pendek. Gerombolan perjudian yang ia masuki, ketika pindah ke Kota Lookow (masih di Hunan), adalah salah satu cabang Triad. Kariernya naik terus, sehingga pada awal 1900-an ia berhasil merekrut para petani, buruh, dan pedagang kecil. Dalam waktu yang sama, sebagian orang kaya dan gentry (kelas menengah terdidik yang berfungsi antara lain menjadi penghubung antara rakyat dan penguasa) bergabung pula dengan Ma. Pada 1904, Ma bersama ribuan anggotanya berdampingan dengan Hua Xing Hui - salah satu unsur Tung Meng Hui dan dipelopori Huang Xing mengobarkan pemberontakan di seluruh Hunan. Cerita Ma dan gerombolannya itu hanya satu contoh kerja sama republiken dengan gerombolan bawah tanah. Sementara itu, PKC (Partai Komunis Cina) melakukan hal yang sama. Sepintas, perlu dilihat dulu situasi Cina menjelang tahun 1920. Tahun 1916, Yuan Shikai meninggal. Ia ini menteri sekaligus pemegang komando militer pemerintahan Manzhu menjelang tenggelamnya. Kemudian ia malah berhasil jadi presiden pertama Republic of China dengan semangat kepemimpinan monarki dan, dengan alasan kesatuan nasional mengabaikan tetek-bengek konstitusi dan demokrasi . Cina kemudian dilanda kekalutan. Terjadi anarki militer, muncul para raja perang (warlord), perang antarprovinsi, dan perbanditan pun merajalela. Nah para raja perang itu terutama menggigit di kawasan tengah dan utara. Salah satu akibat situasi begitu, pada musim semi 1925 muncul Serikat Tombak Merah di Honanfu, Honan Barat. Anggotanya tak kurang dari 100.000. Sebenarnya, sudah enam tahun sebelumnya Tombak Merah ada - sebagai perkumpulan bela diri di pedesaan, dalam rangka mempertahankan diri menghadapi gangguan bandit dan tentara yang mabuk, pada situasi yang kisruh itu. Belakangan, sebagian anggotanya berkelompok pula dengan para buruh kereta api dan para pekerja pabrik di kota-kota, yang sama-sama melarat. Ada pula yang jadi tentara dalam pasukan para warlord, untuk kemudian keluar begitu saja dan - banyak pula yang - jadi bandit. Pada 1926, laporan kegiatan Serikat Tombak Merah masuk ke Moskow. Desember tahun itu, Komite Eksekutif Komintern menyurati Komite Sentral PKC. "Tombak Merah memang dipengaruhi kaum reaksioner, tapi secara obyektif mereka memiliki sifat dasar massa yang revolusioner," demikian sepotong isi surat tersebut, yang dikutip Jean Chesneaux dalam bukunya. Li Dazhao, penabur benih-benih pertama dan pemimpin PKC, setelah melakukan analisa secara marxistis terhadap Serikat Tombak Merah, mengajak rekan-rekannya separtai untuk merangkul mereka, supaya mereka tidak ketinggalan zaman - dengan main jimat misalnya. Maka, mereka perlu dimodernisasikan agar bisa bekerja sama sebagai kekuatan revolusi Cina, begitu argumentasi dikemukakan. Juni 1927, kongsi antara Chiang Kaishek (Nasionalis) dan Gongchandang (PKC) patah, setelah, mulai 1924, mereka bersatu dalam menggasak para warlord, sisa-sisa Yuan Shikai. Ketika itu, Guomindang Kiri - yang didukung Gongchandang - masih tegak di Wuhan, Cina Tengah, sebagai suatu pemerintahan. Dalam berkala politik yang diterbitkan setiap minggu, pemerintahan ini mengimbau Tombak Merah untuk bergabung dalam kesatuan kekuatan revolusi. Sepanjang 1937--1945 adalah masa perang melawan Jepang - yang pasukannya menjarah Cina dengan tak semena-mena - Guomindang beserta pasukannya mundur ke Chungking, di barat daya. Berbeda dengan kekuatan Gongchandang yang tidak mundur aktif bergerilya dan bersama pasukan tani berhasil menusuk garis belakang musuh. Menjelang meletusnya perang anti-Jepang itu, Mao Zedong mengeluarkan imbauan terbuka kepada Ge Lao Hui (gerombolan bromocorah tradisional). Sepotong kutipan dari imbauan itu: "Dahulu, mengikuti prinsip'Bangun kembali Han dan singkirkan Qing' dan 'sikat yang kaya, bantu si miskin', Ge Lao Hui telah aktif berpartisipasi dalam revolusi anti- Manzhu 1911. Kamerad semacam Hsieh Tzuch'ang atau Liu Chihtan tidak hanya pemimpin-pemimpin Tentara Merah, tapi juga sebagai anggota Ge Lao Hui yang layak dicontoh. Semangat revolusioner dan prestasi yang gemilang itu mesti ditampilkan kembali dengan lebih gagah, demi perjuangan kepahlawanan pada hari-hari ini untuk menyelamatkan negara dan kita sendiri .... Kami mengharap dan mengimbau para pemimpin dari berbagai markas di seantero negeri supaya mengirimkan wakil-wakilnya kepada kami untuk mendiskusikan langkah-langkah penyelamatan negeri . Tunjukkanlah semangat revolusioner yang menjadi watak Ge Lao Hui pada masa lalu. Marilah bergabung dengan seluruh rakyat Cina menjadi kekuatan tunggal untuk menghantam Jepang dan membangun kembali Cina. Di bagian bawah imbauan itu tertulis demikian: Ketua Pemerintahan Pusat Republik Soviet Rakyat Cina Mao Zedong, 15 Juli 1936. (PKC ketika itu masih dipayungi komunis Soviet). Imbauan itu tidak sia-sia. Bahkan tidak hanya Ge Lao Hui yang kemudian ikut membantu mengamankan basis-basis gerilya di pedesaan dari jarahan Jepang. Ada, misalnya, Tombak Merah, Pedang Besar, dan Asosiasi Kesatuan Desa. Zhu De, Wu Yuzhang, dan Ho Long - tiga tokoh yang di belakang hari menjadi orang-orang terhormat dalam PKC - dulu anggota Ge Lao Hui perserikatan yang berperan penting dalam persiapan Revolusi 1911. Yang terang-terangan mengaku, dan ditulis pula dalam biografinya, sebagai anggota gerombolan adalah Zhu De - terakhir panglima tertinggi Tentara Pembebasan Rakyat Cina. Dalam biografinya - The Great Road, the Life and Times of Chu Teh, yang ditulis wartawan Amerika Agnes Smedley - Zhu De mengungkapkan kemarahannya atas sangkaan orang Barat bahwa sistem sel yang dikembangkannya di PKC meniru cara kelompok Bolsyevik Rusia. "Itu hanya anggapan buruk para imperialis asing yang mengira orang Cina tidak memiliki kecerdasan," katanya. Sistem sel, katanya, "Sama tuanya dengan serikat rahasia Cina." Sistem itu dijiplak oleh Tung Meng Hui dari Ge Lao Hui dan, dalam bentuk literatur diselundupkan ke Akademi Militer Kerajaan. Nah Zhu De adalah salah seorang kadet di situ. "Waktu itu," kata Zhu De, "Dalam pertemuan-pertemuan sel, kami, para kadet lebih banyak membicarakan pemberontakan militer ketimbang politik. Kami para pengikut dewa perang." Dewa perang adalah Guan Gong, salah satu toapekong (leluhur yang disembah) di banyak kelenteng. Lantas, sebagian pendapat mengatakan, jika di suatu kelenteng Guan Gong berada di tengah, maka kelenteng tersebut merupakan pusat kegiatan gerakan bawah tanah Cina alias serikat rahasia. * * * Sepak terjangnya ikut membantu pembentukan Cina modern. Tapi pada abad ke-20, terutama beberapa dasawarsa terakhir, melulu bertindak kriminal. Apa sih sebenarnya mafia Cina, gerombolan bromocorah, atau gerakan bawah tanah Cina itu? Satu hal sudah pasti: mereka tumbuh seiring dengan perkembangan sejarah Cina. Untuk melacaknya, sebaiknya kita sepakat dulu menggunakan istilah "serikat rahasia" untuk nama mereka. Ini memang terjemahan dari secret society, sebuah istilah yang lazim dipakai para sinolog. Dalam bahasa Cina sendiri sebenarnya tidak jamak digunakan istilah bimi (rahasia) shihui (masyarakat perserikatan). Pada awal kelahirannya, mereka punya dua bentuk jiao (sekte/ajaran) dan hui (perserikatan untuk saling membantu dan melindungi dalam urusan duniawi). Yang pertama lebih banyak berkembang di Cina belahan utara, yang kedua di selatan. "Bagaimanapun, sangat mudah bagi sekte-sekte agama itu putar haluan menjadi persekutuan politik atau sebaliknya. Bergantung pada situasi," tutur Fei-Ling Davis dalam bukunya, Primitive Revolutionaries of China. Seorang anggota BaiLianJiao (SekteSerojaPutih) pernah bilang, "Pada masa yang tenang, kami dikhotbahi bahwa dengan membaca kitab suci dan menghafal bait-bait doa, seseorang bisa terhindar dari bahaya pedang dan pukulan, air dan api .... Pada masa yang bergolak, kami merencanakan suatu kegiatan usaha yang lebih megah." Serikat rahasia lahir dari sekumpulan orang yang tersisih - secara ideologis, religius, sosial ekonomis, dan politik. Mereka tercatat selalu menentang para penguasa yang gagal menjaga harmoni tian (langit), di (bumi), dan ren (manusia). Ketiga hal ini, dalam pandangan masyarakat Cina tentang alam semesta, berada dalam satu siklus yang seimbang dan saling melengkapi. Sehubungan dengan itu, Ch'en Sheng dan Wu Kuang--para penganut suatu aliran spiritualisme-pada tahun 209 SM, menggerakkan suatu pemberontakan melawan pemerintahan Qin (221-207 SM), kekaisaran pertama yang menyatukan Cina. Keduanya ketika itu tidak mempunyai nama bagi perserikatan mereka. Atas dasar hendak memperbaiki dinasti Han (206 SM--220 M), Perkumpulan Alis Merah pada tahun 16--27 (periode peralihan Han Barat ke Han Timur) menggugat pemerintah. Masih di bawah kedinastian yang sama, Chang Chueh (seorang tabib Daois) bersama 60 orang jenderal memimpin pasukan Jubah Kuning melancarkan gerakan besar-besaran. Bermula dengan menjarah delapan provinsi di Daratan Cina Utara, lalu mengarah ke barat di kawasan yang kini disebut Sichuan. Serikat rahasia mulai punya nama: Taiping Dao . Pada perkembangannya kemudian, serikat rahasia juga antidominasi asing. Penguasa "asing" pertama yang mengambil alih kedinastian di Cina adalah orang-orang Mongol, membentuk dinasti Yuan (1271-1368). Yang ini dihantam oleh pasukan Serban Merah, bekerja sama dengan Sekte Seroja Putih. Pemimpin gerakan adalah, pertama, Han Shantung, lalu Han Linerh, dan akhirnya Chu Yuanchang, seorang rahib Budha. Chu berhasil mendirikan dinasti Ming (1368-1644), dan ia kaisar pertamanya, dengan gelar Hong Wu. Nah, hong - yang berarti agung - dalam namanya ini yang kemudian dipakai oleh sebagian serikat rahasia untuk menamai gerombolannya. Misalnya saja, Hong Men dan Hong Jia. Setelah Mongol, bangsa "asing" kedua yang berhasil menguasai kekaisaran Cina adalah Manzhu, mendirikan dinasti Qing (1644--1911). Dari 209 SM sampai Revolusi Xinhai (1911) paling tidak ada 25 pemberontakan besar yang ikut merontokkan suatu pemerintahan. Dan untuk semuaitu, puluhan serikat rahasia terlibat. "Sesuai dengan pembawaan alamiahnya untuk menentang invasi asing," kata Jean Chesneaux, "beberapa serikat rahasia, yang juga memiliki hubungan erat dengan massa petani, ikut menghadang Jepang." Memang, ada juga kasus sebaliknya, yaitu serikat rahasia malah kolaborator penyerbu dari timur itu. Contohnya Yi Guan Dao (Kesatuan Jalan Utama). Karena membenci pendudukan tentara asing itu pula, sebagian dari mereka, paling tidak salah satu cabang Triad di Singapura, membantu Indonesia pada masa perang kemerdekaan. Ini informasi seorang purnawirawan ABRI yang ikut berperang. "Mereka membantu kita menyelundupkan senjata dari Singapura, untuk keperluan perjuangan," kata perwira tersebut. Kembali ke soal jiao dan hui, asal usul mereka, sekte dan perserikatan golongan masyarakat ini berhadapan dengan kekuasaan pemerintahan. Jiao adalah sekte bidaah yang mengacu kepada ajaran Daoisme (baca Taoisme) dan Budhisme. Mereka sepertinya menghadapi Konfusianisme, ajaran yang selalu dipakai para penguasa dari dinasti ke dinasti untuk mengesahkan kedudukan. Etos Konfusianisme - untuk mengatur pemerintahan, dari soal tata tertib dagang, hukum, legitimasi politik, adat istiadat, sampai dipakainya ajaran itu untuk sistem ujian pegawai negeri - diterapkan secara resmi mulai pada dinasti Tang (618-907). Ajaran ini mendukung pandangan bahwa setiap kaisar adalah pembawa mandat dari langit (tian ming) sehingga punya hak memegang kekuasaan. Ini memang sesuai dengan pandangan masyarakat Cina tradisional. Dalam hal ini dituntut kesetiaan mutlak dari rakyat terhadap raja atau kaisarnya. Sebaliknya, para raja juga harus berhati-hati dalam tugasnya memerintah negara sebagai pemegang mandat. Jika tidak, rakyat merasa berhak mencabut (ge) mandat (ming) itu, sehingga terjadilah geming yang oleh orang Barat diterjemahkan menjadi revolusi. Di sini, Daoisme dan Budhisme, lantaran dekat dengan rakyat, mendapatkan akarnya. Berkaitan dengan sistem ujian pegawai itu, misalnya. Mana mungkin mayoritas rakyat yang dicekam kemiskinan sanggup untuk itu, mengingat mereka tidak berpendidikan. Hidup sehari-hari saja susah, mereka tak mungkin punya kesempatan main akrobat jungkir balik menghafal ribuan huruf Han (Cina) dan menekuni kitab-kitab ajaran Konfusius, bahan-bahan ujian tersebut. Daoisme antara lain mengajarkan untuk hidup kembali ke akar dan tidak ngoyo (wuwei) dan lurus seperti terlambangkan dalam sebatang kayu tanpa ukiran. Lalu Budhisme, yang sebagian ajarannya menekankan usaha menahan diri, prihatin, dan puasa - keadaan yang sama dengan kenyataan keseharian rakyat banyak. Sampai saatnya, Daoisme dan Budhisme bercampur, sehingga susah atau hampir tak mungkin lagi memilah-milah ciri masing-masing. Ini terjadi ketika Budhisme makin merakyat, bergaib-gaib, dan main cenayang. Semuanya seiring dengan populernya Daoisme. Keduanya lantas menjadi candu bagi sebagian besar rakyat, paling tidak untuk melupakan kepahitan hidup sehari-hari dengan bergantung kepada bayangan kedamaian abadi. Didorong oleh pandangannya untuk beroposisi terhadap Konfusianisme dan kecenderungan mereka untuk berorganisasi, lebih dari sekadar candu, keduanya menyokong terbentuknya perkumpulanperkumpulan gelap dan kegiatan pemberontakan. Nama-nama serikat rahasia waktu itu seperti tak mau jauh-jauh dari kondisi zaman. Yang bisa disebutkan, misalnya, Sekte Lima Takar Beras, Cai Hui (Serikat Sayur, artinya antimakan daging), Bai Yun (Gerakan Putih), atau Sekte Seroja Putih. Kelakuan pemerintah waktu itu, yang sering menjarah biara-biara dengan tuduhan melakukan hasutan dan pemberontakan, justru memperkuat semangat perlawanan mereka. "Para pejabat menancapkan kekuatan mereka lewat hukum rakyat memperolehnya dari serikat rahasia," demikian pepatah Cina. Puncak ledakan terjadi pada 1368: pendeta Budha Chu Yuanchang memimpin gerakan yang menjungkirkan Yuan, kedinastian bangsa Mongol. Lantas berdirilah Ming Chu - dengan gelar Hong Wu kaisar pertamanya. Seperti sudah disinggung sebelumnya, nama depan gelar kaisar pertama Ming ini (Hong) kemudian dipakai untuk nama berbagai serikat rahasia. Liga Hong - Hong Men atau Hong Jia umpamanya - oleh orang luar dikenal sebagai Triad (San He Hui), serikat rahasia yang paling jempolan pada akhir dinasti Qing, di Cina Tengah dan Selatan. Mengikuti langkah Sekte Seroja Putih - yang diakui oleh pendiri Ming sebagai kekuatannya, dengan slogan "Hantam Yuan dan Pulihkan Sung" (960-1279) Triad memekikkan semangat perlawanan baru: "Kembalikan Ming dan Hajar Qing". "Pada zaman ini, Triad adalah serikat rahasia Cina yang paling ternama," kata Jean Chesneaux. "Pengaruhnya besar pada keturunan Cina di selatan. Sebagian mereka, untuk mencari hidup lebih layak, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, beremigrasi ke pelabuhan-pelabuhan, penambangan-penambangan, dan perkebunan di koloni-koloni Eropa di Asia Tenggara-- Hong Kong, Vietnam Selatan, Malaysia, dan Indonesia." Triad berakar pada sebuah biara Budha Shaolin, di Fukien, di masa pemerintahan Kaisar Kanxi (1994-1722). Mengingat biara Shaolin sudah tersohor dalam bidang keterampilan seni bela diri Kaisar Kangxi meminta bantuan pendekar-pendekar dari situ ketika kerajaan menghadapi serangan suku bangsa Eleuths dari sisi utara negeri. Para pendekar Shaolin berhasil . Tetapi, mereka menolak sewaktu kaisar menawari jabatan-jabatan penting di pemerintahan - sebagai penghargaan dan balas jasa atas kemenangan itu. Para rahib yang jago kungfu itu lebih memilih kehidupan tenteram di biara sendiri di hutan yang tersembunyi. Kaisar jadi bertambah kagum pada mereka. Ini yang justru menimbulkan kecemburuan para pejabat kerajaan. Ada dua orang menteri yang lantas menghasut kaisar, bahwa para pendekar Shaolin itu menolak jabatan bukan karena mau menghindari keduniawian, tapi mereka justru tenah menviaDkan Dasukan untuk berbalik menggempur kerajaan. Nah, kaisar terpengaruh. Melalui persekongkolan jahat dengan seorang rahib yang disebut Nomor Tujuh (satu pangkat dalam hirarki perkungfuan), biara Shaolin berhasil ditemukan. Tentara kerajaan membakar dan melantakkan biara itu, lalu membunuhi para penghuninya. Lima dari 108 rahib, dengan bantuan asap kuning gaib yang dikirim sang Budha - kemungkinan ini bom/tabir asap belerang yang sudah lazim dipakai dalam peperangan pada periode Tiga Kerajaan, Wei, Shu Han, dan Wu (220-280) - berhasil lolos dan menyelamatkan diri. Sebagian ahli lain punya versi berbeda tentang alasan pembakaran biara itu. Misalnya T'ao Ch'engchang. Menurut pendapatnya, Triad jauh sebelum timbul perang dengan suku Eleuths, sudah ikut memberontak terhadap kedinastian Manzhu (penguasa saat itu). Dan para rahib bersedia membantu Manzhu dengan harapan bisa melakukan penyusupan ke dalam tentara kerajaan. Maka, pembakaran biara tersebut merupakan akibatnya, karena penguasa mengetahui rencana mereka. Tapi, tentang lima orang yang selamat itu semua pihak sepakat. Kelima pendeta ini lantas mengungsi ke sebuah biara di Provinsi Guangdong. Di sini mereka berkenalan dengan lima tokoh pemberontak - dengan julukan "para penggiring kuda" atau "pedagang kuda" - yang dulunya adalah para pejabat pemerintah dinasti Ming. Dalam kesepakatan kedua pihak, lima "pedagang kuda" menjadi "Lima Datuk Kedua" (houzu), sedangkan kelima pendeta menjadi "Lima Datuk Utama" (qianzu). Kepala biara tempat mereka mondok memberi tahu, ada barisan antipemerintahan Qing (Manzhu) yang tengah disiapl an oleh orang bernama Chen Chinnan. Dengan nama organisasi Ngalau Bangau Putih. Ke pasukan inilah para pelarian tersebut di atas bergabung. Dan serentak semuanya sepakat pergi ke Kota Mu Yang (Kota Pepohonan Persik) di Provinsi Fukien (Fujian), dan membangun markas di sini. Toko-toko dan warung mereka dirikan, sebagai kamuflase tempat pendaftaran para pejuang antiManzhu. Juga sebagai tempat menginap para anggota, sampai akhirnya tiba nanti saat memberontak. Secara kecil-kecilan, barisan ini melancarkan pemberontakan, meskipun buntutnya mereka dapat ditumpas. Setelah gagal dalam suatu pemberontakan (kemungkinan besar pada 1674, di bawah panji-panji Sekte Seroja Putih), para rahib itu memisahkan diri. Lantas mendirikan lima markas besar di provinsi Fujian, Guangdong, Yunnan, Hunan, dan Chekiang (Zhejiang). Kelima tokoh yang lain, para bekas pejabat Ming yang dijuluki Lima Jenderal Macan, membangun markas cabang masing-masing di provinsi-provinsi yang bersebelahan dengan yang di atas: Guangxi, Hubei, Sichuan, Jiangxi-Henan, dan Gansu. Sudah umum dipercayai, Triad adalah "turunan" Sekte Seroja Putih. Bukan karena sama-sama bersemangat memusuhi dinasti Qing, tapi juga karena munculnya dewa-dewa Budhisme dalam ayat-ayat upacara suci Triad, seperti Guanyin (Kuan-im) bahkan juga dewa-dewa Daoisme, yang berjibun pada berbagai sekte di Cina Utara, seperti Wusheng Laomu (Ibu Abadi tanpa Asal Usul). Namun, tidak seperti sekte-sekte di utara, serikat-serikat rahasia di selatan dalam struktur organisasinya tidak dipengaruhi Budhisme dan Daoisme. Kata Fei-Ling Davis, "Para pejabat mereka, contohnya, tidak diberi nama berdasarkan nama-nama ajaran kepercayaan itu." Lebih dari itu, mereka juga tidak mendasarkan diri pada kosmologi Daoistis. * * * Periode setelah Perang Candu, paruh kedua abad ke-19, merupakan masayang memilukan bagi bangsa Cina (asli) di bawah pemerintahan dinasti Qing (bangsa Man). Sejak bercokol, pemerintah ini menjadi sasaran kebencian orang-orang Han (beserta serikat rahasia mereka). Wibawanya semakin jatuh akibat kekalahan mereka dalam menghadapi Inggris. Disusul kemudian ketidakberdayaan Qing menghadapi Prancis, lalu Rusia (atas nama Tsar). Orang-orang Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang masuk pula dengan leluasa. Maka, oleh sebab semua itu, patahlah sudah kebanggaan masa lalu bahwa Zhongguo adalah Negara Pusat yang terhormat di antara bangsabangsa lain di dunia. Bersamaan dengan itu, datang pula misi Katolik dan Protestan. Nah, berbagai serikat rahasia - baik yang utara maupun selatan - memiliki alasan tambahan untuk menggempur penguasa. Penguasa di sini berarti Qing - yang antara lain memerintahkan penduduk keturunan Cina asli wajib menguncir rambut - lalu orang-orang Barat itu, termasuk para misionarisnya. Antara 1885-1890, di kuala Sungai Yangze kawasan makmur di Provinsi Sizhuan - bangkit perlawanan anti-Kristen. Di Chungking, masih di provinsi sama, misi-misi Katolik dan Protestan pada 1886 mendapat serangan. Sebuah gereja Katolik di Lungshui dibakar. Lalu 1888 dan kembali lagi pada 1890, 30.000 orang menyerbu tempat itu. "Ada banyak kasus penyerangan atas misi Kristen yang digerakkan serikat rahasia," tutur Jean Chesneaux. Selain yang sudah disebutkan, masih ada contoh lain. Pada 1894, sebuah rumah peristirahatan milik Gereja Inggris di perbukitan Foochow diserang mendadak oleh sekumpulan orang bersenjata. Serangan ini, yang berkaitan dengan Sekte Vegetarian, merupakan cikal bakal Gerakan Boxer. Serangan lain terhadap misi Kristen juga dilakukaDj oleh Serikat Pedang Besar, kemungkinan besar bekerja sama dengan Serikat Seroja Putih, yang: bergerak di Provinsi Shandong. "Semangat permusuhan terhadap nis t, pada akhirnya merupakan manuver politik para serikat rahasia untuk memutuskan hubungan baik pemerintahan Manzhu dengan pihak arat," kata Jean Chesneaux. Dengan demikian, pemerintahan Manzhu, yang tetap menjadi musuh utama, tersudutkan. Memang, sejak tentara kulit putih berhasil membantu penumpasan Pemberontakan Taiping, pihak Manzhu makin terjerat saja dalam pitingan para penjarah dari Barat itu. Yang kemudian gagal menjaga semangat lama ("Bangkitkan Kembali Ming dan Rontokkan Manzhu") adalah Gerakan Boxer alias Yi He Quan Gerakan yang terutama didukung oleh para petani miskin di Cina Utara ini dipimpin Chang Techeng (bekas penambang) dan Ch'ao Futien (bekas tentara). Gerakan ini pada akhirnya bekerja sama dengan pemerintahan Manzhu, dan melulu menentang orang asing - tak membela para jelata. Kerja sama gerakan tersebut dengan Manzhu, yang dirintis sekitar 1898-1899, telah merusakkan hubungan mereka dengan serikat-serikat rahasia. Khususnya dengan Serikat Seroja Putih. Sebelumnya,antara keduanya, Yi He Quan (Keadilan dalam Keharmonisan Tinju) dan Serikat Seroja Putih ada hubungan tradisional yang sangat lekat. Triad satu-satunya serikat rahasia yang dicantumkan dalam undang-undang pemerintahan Qing sebagai sumber mala petaka. Bahan tentang Triad ini muncul kemudian, melalui berbagai penelitian. Orang Barat pertama yang menyelidiki masalah serikat rahasia Cina ini adalah G. Schlegel. Pokok perhatian penelitiannya hanya pada serikat rahasia. Hasilnya, buku Thian ti Hwui, the Hung League, terbit di Batavia 1866. Sampai hari ini, Triad dan petilan-petilannya ternyata tetap merajai gerakan bawah tanah di pelbagai tempat di dunia dengan bentuk agak lain. Seperti kata Jean Chesneaux, "Sesudah 1911, bagaimanapun, Triad memasuki fase baru dan aktivitasnya lebih merupakan aksi gangster." Dengan kejatuhan Man-zhu melalui Xinhai Geming, 1911, Triad seperti merasa sudan merampungkan kewajiban, lantas mengalami kevakuman. Di luar kegiatan rutinnya untuk saling membantu sesama anggota perserikatan, muncullah tantangan baru: kriminalitas. Triad, sebagai satu prototip serikat rahasia, senantiasa punya kekhasan. Di selatan, misalnya, menekankan diri pada hal-hal sekuler: ekonomi, sosial, dan politik. Sebagai Organisasi, ia tidak menggunakan sistem pemusatan (sentralisasi) pada satu kekuasaan. Namun, mengikuti tradisi, setiap markas lokal memiliki kelompok lima "markas utama" dan lima "markas cabang". Yang pertama mengingatkan lima rahib pendiri, kedua mewakili lima "penggiring kuda" yang membantu mereka. Tidak selamanya hirarki utama dan caban ini berfunsi. Setiap markas lokal otonom, mempunyai deretan perwira sendiri: shanzhu (penguasa gunung alias komandan markas), fushanzhu (wakil komandan), xiangzhu (penanggung jawab altar/pedupaan), dan xianfeng (barisan depan). Dua yang terakhir biasanya bertanggung jawab sebagai pelaksana lapangan dalam upacara-upacara pelantikan (penerimaan anggota baru). Di bawah mereka masih ada: honggun (gada merah, sebagai pemegang pembukuan), yishi (penasihat, yang terdiri 13 orang termasuk bendaharawan, penerima anggota dan wakilnya - guishi, shougui), caoxie (terompah jerami, sebagai agen atau kurir - setingkat dengan ini wandi, tieban, dan tou shang yi hua zhi, masi ngmasing berarti: saudara malam, plang besi, dan mereka yang di kepalanya ada bunga), daima (penggiring kuda, agen rekrutmen), dan sida (empat besar, para pengundang) . Serikat rahasia Cina umumnya memiliki hirarki kepengurusan yang mirip dengan itu. Ada beberapa variasi, memang, atau juga perbedaan istilah. Shanzhu atau penguasa gunung - yang lazim dipakai di Kanton (Guangzhou) dan Hong Kong (Xianggang) dalam Ge Lao Hui disebut lao dage (kakak tertua) atau longtou (kepala naga). Istilah umum keduanya adalah "presiden" . Dalam sebuah operasi gabungan antarmarkas, presiden dari markas yang lebih kuat menjadi grand master keduanya. Fungsi seorang presiden juga meliputi koordinasi pelbagai aktivitas di dalam markas (fang) atau aula/cabang lokal (tang), seperti mengetuai rapat besar - termasuk menyangkut penghukuman anggota, pelantikan, serta menentukan kebijaksanaan umum final. Keanggotaan Triad, pada prinsipnya, terbuka untuk semua orang - tidak menggubris soal jenis kelamin, umur, atau kelas sosial. Ini sesuai dengan beberapa ayat panutannya, antara lain: Di hadapan altar Kesetiaan dan Keadilan, tak ada yang besar atau kecil/ Tak perlu mempecundangi si kaya, juga orang-orang terhormat, atau yang miskin. Ada ayat lain yang lebih menegaskan hal itu: Dalam Pavilyun Buna Merah (ruang inisiasi) semua sama tinggi dan sama rendahnya. "Begitu masuk dalam serikat Triad," kata Fei-Ling Da is, "Perbedaan-perbedaan, yang selama ini memilah-milah ikatan sosial berdasarkan kelas, tidak relevan lagi." Dengan demikian, bisa saja seorang mucikari beriring jalan dengan cendekiawan, seorang pembunuh dengan polisi--ingat, anggota mereka juga para pejabat dan anggota keamanan pemerintah. Tujuannya memang menjungkirbalikkan tatanan masyarakat lama yang disahkan oleh Konfusianisme, yang ajarannya antara lain kesetiaan kepada asal usul keluarga. Sebuah ayat, secara jelas, menyuratkan penjungkirbalikan itu: Seseorang yang memasuki pintu-pintu Hong tak punya lagi sanak famili, tak memiliki sejarah yang tidak berkenan diharamkan masuk. Seseorang yang hendak mendaftar jadi anggota selalu harus atas rekomendasi anggota lama - akan ditanya oleh bagian rekrutmen: "Siapakah engkau?" Jawaban yang tepat, seperti yang diungkapkan dalam buku Fei-Ling Davis, harus demikian: "Saya tidak berasal dari masa lalu. Saya yatim di dunia ini, tak punya orangtua, kakak, atau adik. Maka, saya mohon Anda bersedia menjadi saudara saya." Jelas sudah, menjadi anggota serikat rahasia berarti suatu tahap baru dalam kehidupan seseorang. Triad sendiri, dalam bahasa rahasia mereka, menyebutnya sebagai lahir (kembali). Para anggota diikat dalam satu persaudaraan. Untuk resmi menjadi anggota, seseorang harus mengikuti upacara inisiasi - biasanya dibarengkan dengan calon lain sampai berjumlah 50 - yang berlangsung selama tiga hari atau lebih. Termasuk dalam proses itu adalah "katekisasi", mempelajari bahasa-bahasa isyarat, menghafal syair-syair untuk sumpah, dan lain-lain. Yang semuanya menuntut ketegaran hati. Upacara inisiasi - yang terjadi pada hari-hari perayaan tertentu atau hari pasar, yang ditentukan berdasarkan penanggalan bulan - diselenggarakan di suatu bangunan bersegi empat, di candi Budha, atau rumah biasa (yang kadang-kadang didapat dengan menyewa). Bangunan itu mempunyai empat pintu, yang masing-masing menghadap ke arah mata angin. Pola arsitektur kota Cina kuno ini melambangkan Kota Mu Yang (Pepohonan Persik), lokasi berdirinya markas pertama serikat rahasia yang dirintis lima rahib dari Shaolin dulu. "Sebelum memasuki markas, semua calon anggota harus membersihkan diri," tutur Fei-Ling Davis. Semua mesti mengenakan celana dan baju belacu putih. Lengan kanan, dada, dan pundak masing-masing terbuka, dan celana sebelah kiri dilipat sampai ke lutut. Calon juga mesti mengenakan terompah jerami, melilit kepalanya dengan kain merah. "Ini barangkali untuk melambangkan bahwa Triad mempunyai hubungan dengan Serban Merah Sekte Seroja Putih),"tutur Fei-Ling Davis pula, "Yang memberontak demi kebangkitan kembali Ming." Setelah acara pendaftaran, calon anggota - dengan dibimbing xianfeng - menerobos di bawah Qiaodao (Jembatan Golok). Lalu memasuki Hongmen (Gerbang Merah) yang dijaga oleh dua orang "jenderal" dan sebagai "kuda-kuda baru". Para calon harus minta permisi masuk. Selanjutnya adalah "barisan orang-orang berbudi di gerbang kerahiman" - ini hanya dibolehkan bagi calon yang dianggap masih kukuh niatnya. Jika tidak cukup "berbudi luhur", seorang calon boleh mundur dan ia dianggap pengkhianat (disebut Nomor Tujuh, sama dengan nomor rahib pengkhianat yang memberitahukan lokasi biara Shaolin sehingga dibakar oleh tentara Kaisar Kangshi dulu). Proses berikutnya, masuk Ruang Keadilan dan Kesetiaan (Zhongyi Tang). Dari sini ke Lingkaran Langit dan Bumi (Qian Kun Yuan), dan di sinilah para "pahlawan" Hong dinyatakan lahir. Disusul kemudian - setelah melewati Terowongan Berapi, Undakan Batu, dan Jembatan Dua Pilar - para anggota baru itu bersujud di altar, disaksikan para perwira yang berbaris di kanan kiri mereka. Ada pula acara minum anggur yang dicampur dengan darah anggota, sebagai lambang persaudaraan sejati. Lalu, pesta dengan memotong - terutama - ayam jantan muda berbulu putih. Semuanya berlangsung dalam suasana teatral dan magis. Di samping pelbagai wawancara panjang dan pendek pada setiap tahap, para calon - dalam proses inisiasi, sebelum akhirnya pesta - dibaiat dengan 36 bait ayat undang-undang. Semua ayat menggariskan adanya kesetiaan mutlak kepada aturan organisasi dan tiap-tiap pelanggaran juga ada hukumannya sendiri. Satu contoh, ayat 8: "Setelah masuk dalam Liga Hong, kamu wajib menyadari bahwa ketaatan dan ketulusan adala dasarnya. Seorang 'saudara' yang bepergian mondar-mandir akan mengenakan tanda pengenal (guapai wei hao), maka jika mereka gagal mencari penginapan, kamu wajib menampungnya dan jangan berpura-pura tidak kenal. Yang melanggar aturan ini berarti mengingkari sumpahnya di Pavilyun Merah. Maka, ia tidak akan bahagia atau bisa mati tanpa meninggalkan keturunan." Dalam berkomunikasi, sesama anggota persaudaraan memakai aturan tertentu. Terutama untuk menghindari salah paham. Ini juga untuk mengetahui apakah pihak yang diha,lapi seorang anggota adalah "saudara" atau bukan, mengingat begitu banyaknya jumlah anggota dan semua menutup diri supaya tidak ketahuan orang luar. Pada saat jamuan makan, misalnya, seorang anggota persaudaraan akan menawarkan teh atau minuman keras dengan menunjuk menggunakan tiga jari. Jika yang ditawari "saudara", ia akan balik menawarkan minum dengan tiga jari juga. Contoh lain, menjelang pembicaraan bisnis antara dua pihak. Biasanya, dimulai dengan acara minum-minum. Nah, seorang anggota persaudaraan akan menjepit cawan minumnya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, lantas jari tengahnya menempel di dasar cawan. Kalau yang di hadapannya sesama "saudara", maka akan menjawab begini: "Tampang saya memang pucat, tapi hati saya menyala merah." Semacam kartu anggota juga ada bagi mereka. Gamba: Sebuah bujur sangkar, lalu di dalamnya ada dua atau tiga segi delapan (bagua). Huruf-huruf Han (Cina) menghiasi kotak-kotak di dalam segi empat, sekaligus menunjuk ke simbol-simbol sumpah kesetiaan. Di tengah, dalam dua kotak atas bawah, tertulis hongpiao (pusaran hong--maksudnya Hong, sebagai perserikatan). Kartu anggota ada yang bergambar bidang segi lima, yang di tengahnya ada bujur sangkar. Antara bujur sangkar dan garis terluar (segi lima) ada dua bagua. Kartu jenis ini - dari Tian Di Hui berisi 69 huruf Han, 62 di dalam garis dan selebihnya di luar. Empat terpenting yang di luar: zi you zhong guo (hanya ada Cina). Untuk membaca huruf-huruf di dalam kotak segi lima (dan dua bagua dan bujur sangkar), dimulai dari kelima sudutnya. Lantas, dengan mengikuti garis melingkar yang makin mengecil, akan terbacakalimat-kalimat pendek. Lima huruf pertama: du, mu, shui, jin, dan huo artinya lima unsur alam: tanah, kayu, air, logam, dan api. Berikutnya, antara lain: ying xiong hui he (perserikatan orang-orang gagah berani),. . . zhongyi (kesetiaan dan ketaatan). Pokoknya, interpretasi singkat keseluruhannya demikian: "Adalah lima unsur alam, yang mewarnai perserikatan para pahlawan. Mereka, tergabung dalam persaudaraan yang kekal. Meskipun terpisah di pelbagai tempat, semua terikat dengan bait-bait sumpah kesetiaan. Dengan semua itu, harkat diriku naik .... "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini