Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bekas Kapolri Rusdihardjo Diadili

11 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKAS Duta Besar RI untuk Malaysia, Rusdihardjo, mulai diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu pekan lalu. Kepala Kepolisian RI di era Presiden Abdurrahman Wahid ini didakwa melakukan korupsi dalam kasus penerapan tarif ganda pengurusan dokumen keimigrasian hingga merugikan negara sekitar Rp 14 miliar.

Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Moerdiono, Rusdihardjo duduk di kursi terdakwa bersama Arihken Tarigan, bekas Kepala Bidang Imigrasi KBRI di Kuala Lumpur, Malaysia. "Mereka mengambil keuntungan dari selisih tarif kepengurusan dokumen imigrasi," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Suwardji saat membacakan dakwaan.

Menurut dia, saat bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Malaysia 2004-2006, Rusdihardjo bersama Arihken menerapkan tarif tinggi atas para pemohon dokumen imigrasi dan melaporkan tarif rendah sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Rusdihardjo diduga menerima hingga Rp 2,2 miliar dan Arihken diduga menerima Rp 13,5 miliar dari dana pungli keimigrasian tersebut. Atas dakwaan itu, keduanya diancam hukuman empat hingga 20 tahun penjara.

Dakwaan jaksa itu ditanggapi dingin oleh pengacara Rusdihardjo, Junimart Girsang. Seharusnya, kata dia, kliennya tidak dapat disalahkan karena hanya menjalankan kebijakan pejabat Duta Besar Malaysia sebelumnya. "Kami akan menolak dakwaan jaksa yang akan dipaparkan dalam eksepsi (keberatan)," kata Junimart.

DCA Indonesia-Singapura Batal

PERJANJIAN kerja sama pertahanan (defence cooperation agreement, DCA) Indonesia-Singapura batal sudah. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, perjanjian yang ditandatangani di Bali itu gugur bersamaan dengan anggapan pihak Singapura bahwa ekstradisi yang dituntut RI tak masuk akal. Padahal, menurut Juwono, Senin pekan lalu, "Keduanya terkait."

Sikap penolakan Singapura terlihat ketika Menteri Mentor Singapura Lee Kuan Yew datang ke Jakarta, Juli tahun lalu. "Mereka sudah drop DCA saat Lee datang," katanya. Saat itu, menurut Juwono, Lee menyatakan ekstradisi tak masuk akal. Pernyataan Lee diterjemahkan Indonesia bahwa perjanjian dibatalkan. Dalam istilah diplomatik, kata dia, DCA dan ekstradisi tersingkirkan.

Sejak ditandatangani pada akhir Februari tahun lalu, kerja sama pertahanan kedua negara yang dipertukarkan dengan ekstradisi ini memang ditolak keras oleh hampir semua fraksi di Komisi Pertahanan DPR. Dewan menilai perjanjian itu banyak merugikan Indonesia dan, sebaliknya, menguntungkan Negeri Singa. Akhir tahun lalu, Juwono mengatakan akan merumuskan kembali perjanjian DCA pada 2008 apabila DCA dipisahkan dari ekstradisi. Namun, karena kedua hal terkait erat, perumusan ulang mustahil dilakukan.

Widjanarko Divonis 10 Tahun

MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum bekas Direktur Utama Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo, 10 tahun penjara. "Terdakwa secara sah telah menerima hadiah yang terkait dengan jabatannya," kata ketua majelis hakim Artha Theresia, Senin pekan lalu. Hakim juga mewajibkan terdakwa membayar denda Rp 500 juta subsider kurungan enam bulan dan uang pengganti sebesar Rp 78,3 miliar.

Menurut Artha, ada aliran dana dari Steven alias Chong Karm Chuen ke rekening PT Arden Bridge Investment Limited (ABIL), yang diteruskan ke rekening terdakwa. Di ABIL, adik terdakwa, Widjokongko Puspoyo, duduk sebagai direktur investasi. Secara tidak langsung, kata hakim, terdakwa menerima hadiah melalui perantara adiknya. Widjokongko sudah divonis empat tahun penjara.

Selain dinyatakan bersalah dalam kasus hadiah, terdakwa juga dinyatakan bersalah dalam kasus ekspor beras ke Afrika pada 2005. Sebab, ekspor tersebut tidak termasuk dalam rencana kerja anggaran perusahaan dan skema pendanaan Bulog. Ekspor itu dinilai merugikan negara Rp 78,3 miliar. Mendengar keputusan ini, Widjanarko memastikan dirinya akan naik banding.

Panser Tenggelam, Tujuh Marinir Tewas

SEBUAH panser amfibi milik kesatuan Marinir TNI Angkatan Laut tenggelam sekitar 1.700 meter dari pantai Banongan, Situbondo, Jawa Timur, Sabtu dini hari dua pekan lalu. Dalam peristiwa itu, enam marinir tewas, satu hilang dan delapan selamat. Namun Senin pekan lalu, satu orang marinir yang hilang akhirnya ditemukan tewas.

Menurut Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama Iskandar Sitompul, tragedi itu terjadi ketika satu panser amfibi BTR-50P dari Brigif II/Marinir Surabaya yang dikomandani Sertu Mujirin meluncur dari KRI Teluk KAU-504 untuk pendaratan. Sekitar 400 meter dari bibir pantai, tiba-tiba panser tergulung ombak. Komandan panser segera memerintahkan anak buahnya menyelamatkan diri. Sembilan orang keluar, tetapi satu orang tersangkut di pintu. Akibatnya, enam orang lagi tak bisa keluar dari panser yang tenggelam hingga kedalaman 25 meter.

Kepala Dinas Penerangan Korps Marinir Letnan Kolonel Novarin Gunawan menduga, tenggelamnya alat transportasi buatan Rusia tahun 1963 ini lantaran usia alat angkut pasukan tersebut yang sudah uzur. "Bisa jadi karena alatnya sudah tua," kata Letnan Kolonel Novarin Gunawan. Setelah kejadian ini, Presiden Yudhoyono memerintahkan kepada semua petinggi TNI agar tak lagi mengoperasikan peralatan tempur yang sudah kelewat uzur.

Pilot Marwoto Tetap Ditahan

UPAYA mantan pilot Garuda Indonesia Airways, Marwoto Komar, untuk meminta penangguhan penahanan dari Polda Metro Jaya akhirnya gagal. Polisi tetap menahan pilot pesawat Garuda GA 200 yang terbakar saat mendarat di Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta pada 7 Maret 2007 pagi itu. Saat itu, 20 penumpang tewas.

Sejak Senin pekan lalu, Marwoto ditahan setelah diperiksa selama sekitar 10 jam. Ia dijerat Pasal 359, 360, 361, dan 479 ayat g KUHAP. Pasal ini mengatur hal kelalaian seseorang yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Namun, pengacaranya, Mohammad Assegaf, menganggap tindakan penahanan ini sebagai kriminalisasi pilot.

Rekan-rekan Marwoto yang tergabung dalam Federasi Pilot Indonesia juga membela. Sehari setelah penahanan, mereka mencoba meminta dukungan dari Komisi Perhubungan DPR agar penahanan ditangguhkan. Kapolri Jenderal Polisi Sutanto cuma berujar bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. "Kan tidak beda juga dengan sopir bus yang di jalan-apa bedanya?" kata dia.

Suporter Persija Tewas

SEUSAI pertandingan sepak bola antara Persija Jakarta dan Sriwijaya FC, terjadi kericuhan di luar Gelora Bung Karno pada Rabu malam pekan lalu. Seorang suporter berseragam Persija ditemukan tewas di depan pintu I. Berdasarkan pantauan Traffic Management Centre (TMC) Polda Metro Jaya, kondisi di luar stadion rusuh. Dua kendaraan Metromini dan Kopaja juga dirusak massa.

"Dua orang luka-luka," kata Aiptu Tasno, petugas TMC. Pertandingan itu dimenangkan FC Sriwijaya dengan skor 1-0. Awalnya, petugas melarikan tubuh lelaki yang tidak membawa identitas itu ke RS AL Mintoharjo. Namun, setelah dipastikan korban sudah meninggal, jenazahnya dibawa ke RS Cipto Mangunkusumo.

Sebelumnya, pada Senin pekan lalu, Komisi Banding Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengeluarkan sanksi final: melarang pertandingan Arema Malang ditonton selama dua tahun ke depan. Ini terjadi setelah pendukung kesebelasan itu membakar gawang karena timnya kalah.

Baku Tembak TNI-Polri di Maluku

BENTROK anggota kepolisian dan TNI kembali terulang. Sabtu dini hari dua pekan lalu, Batalyon 731 Kabaressi menyerang dan membakar kantor Polisi Resor Maluku Tengah, termasuk asrama tempat tinggal keluarga para polisi. Akibatnya, dua orang polisi dan seorang tentara tewas tertembak.

Siangnya, Panglima Komando Daerah Militer XVI Pattimura, Maluku, Mayor Jenderal Rasyid Qurnuen Aquary, Kapolda Maluku Brigjen Guntur Aryadi, dan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu langsung turun ke tempat kejadian. Mereka melakukan pertemuan tertutup di Markas Batalyon 731 Kabaressi di Waipo, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah. Tercapai kesepakatan, penyelesaian kasus ini dilakukan lewat jalur hukum.

Pangdam juga langsung memerintahkan pengumpulan senjata para tentara. Pada Senin pekan lalu, kedua satuan aparat bersenjata ini lantas berdamai. Selain meminta maaf dan menyerahkan bantuan tunai Rp 20 juta, para tentara juga berjanji membangun kembali bangunan yang hancur terbakar. Konflik ini sendiri dipicu isu penculikan polisi oleh tentara. "Saya berharap, peristiwa ini tidak terulang lagi di masa datang," kata Guntur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus