Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awan hitam bergelayut ketika kampanye dimulai tengah hari, Senin pekan lalu, di lapangan Blok S, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekitar 5.000 orang berkerumun dengan pakaian, bendera, serta atribut lain serba hijau. Ketua Majelis Syura Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, berpidato disambut riuh pendukungnya.
Beberapa menit setelah Yusril berpidato, hujan turun lebat dikawal angin kencang. Massa kocar-kacir, berhamburan mencari perlindungan. Kampanye partai nomor 27 itu praktis bubar walaupun masih punya jatah waktu hampir sejam. Alih-alih menggerutu, pimpinan partai malah bersyukur. "Ini tanda berkah dari Allah," kata Sekretaris Jenderal PBB, Sahar L. Hasan, kepada Tempo.
PBB memang harus berharap banyak dari "berkah". Selama ini, partai itu berjalan terseok-seok. Dalam dua pemilihan umum terdahulu (1999 dan 2004), perolehan suaranya tak sampai 5 persen. Kalaupun mampu bertahan, itu karena setelah Pemilu 2004 partai ini berkoalisi dengan Partai Demokrat, sehingga bisa menyetor dua kader di Kabinet Indonesia Bersatu. Yusril menjadi Menteri-Sekretaris Negara dan Malem Sambat Kaban menjadi Menteri Kehutanan.
Sahar mengatakan, dalam pemilu April ini, PBB berharap bisa meraih suara 10 persen, mengandalkan basis massa yang cukup kuat di Bangka-Belitung, Nusa Tenggara, dan Kabupaten Bandung. "Target kami tidak muluk-muluk," katanya.
PBB lahir pada 17 Juli 1998 di Kramat Raya 45, Jakarta. Musyawarah partai memilih Yusril Ihza Mahendra sebagai ketua umum pada 26 Juli 1998. Partai ini sangat getol memperjuangkan Piagam Jakarta, yaitu rumusan Pancasila yang memasukkan penegakan syariat Islam pada sila pertama. "Sampai sekarang pun kami tetap konsisten memperjuangkan Piagam Jakarta," kata Sahar, merujuk perjuangan Partai Masjumi di masa lalu.
Upaya "membonceng" kejayaan partai lama juga menjadi agenda Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI). Cikal bakal partai ini adalah Partai Nahdlatul Umat (PNU), yang muncul pada Pemilu 1999. Waktu itu PNU dipimpin Syukron Makmun, kiai asal Sampang, Madura. "Kamilah yang melaksanakan politik NU secara formal," kata ketua umumnya, Yusuf Humaidi.
Dalam Pemilu 1999, PNU meraih hampir 700 ribu suara dan menempatkan lima wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat. Modal suara di bawah satu persen itu belum cukup sebagai syarat 2,5 persen suara untuk menjadi peserta pemilu. Maka partai ini berganti baju menjadi Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia dalam Pemilu 2004. Lambangnya tetap tulisan Arab dengan bintang sembilan, seperti Partai Nahdlatul Ulama dalam Pemilu 1955. Namun PPNUI malah jeblok, gagal meraih kursi.
Kendala modal suara itu muncul lagi dalam Pemilu 2009 ini. PPNUI kena sensor electoral threshold. Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan 34 partai peserta pemilu, Juli lalu. Sedangkan PPNUI masih berjibaku di pengadilan bersama Partai Buruh, Partai Sarikat Indonesia, dan Partai Merdeka. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memenangkan gugatan empat partai itu sehingga mereka bisa mengikuti Pemilu 2009.
Setelah lolos, PPNUI menghadapi persoalan baru. Partai ini kehilangan sejumlah pentolannya, yang merapat ke Partai Persatuan Pembangunan, seperti Syukron Makmun. PPNUI kini dipimpin Yusuf Humaidi, calon anggota legislatif tunggal dari Sumatera Selatan daerah pemilihan Kota Palembang. "Kami hanya menargetkan 3 persen suara untuk tingkat nasional," katanya.
Lumbung suara partai ini diharapkan di beberapa daerah di Sumatera Selatan dan Jawa Timur. PPNUI hanya mengajukan 92 calon melalui 76 daerah pemilihan di seluruh Indonesia. "Semuanya muslim," kata Yusuf.
Dalam pemilu kali ini, partai Islam masih terpecah lebih dari lima partai. PPNUI harus berebut kue dengan partai Islam lain, termasuk PBB. Padahal partai Islam belum pernah menjadi kekuatan mayoritas, meski hampir 90 persen pemilih beragama Islam. Dalam Pemilu 1955, gabungan partai Masyumi, NU, Perti, dan PSII hanya meraih 43 persen suara. Dalam Pemilu 1999 dan 2004, kekuatan seluruh partai Islam hanya 38 persen.
Lembaga Survei Indonesia mengatakan, partai Islam masih tetap paceklik suara dibandingkan partai umum dalam pemilu tahun ini. Keduanya tidak akan mencapai suara lebih dari dua persen. Lembaga ini merekomendasikan agar partai lebih membuka diri dan tak hanya menguatkan sentimen keagamaan. Kalau tidak, bisa bubar seperti massa kampanye terbuka yang diguyur hujan di Blok S itu.
Partai Bulan Bintang
Nomor Urut: 27
Berdiri: 17 Juli 1998
Pendiri: Organisasi Islam yang tergabung dalam Badan Koordinasi Ummat Islam
Ketua Umum: Malem Sambat Kaban
Sekretaris Jenderal: Sahar Hassan
Asas: Islam
Proyeksi perolehan suara
Proyeksi perolehan suara partai: 10 persen
Hasil Pemilu 2004: 2.970.487 suara atau 2,62 Persen (11 kursi)
Hasil Pemilu 1999: 2.049.708 suara atau 1,9 persen (13 kursi)
Basis Massa: Bangka dan Belitung; Nusa Tenggara Barat
Karakter caleg
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
Nomor Urut: 42
Berdiri: 2004
Pendiri: Aktivis Ittihadul Mubalighin seperti Idham Chalid, Muhibbudin Waly, A. Mudhor, Usman Abidin, Muhammad Thohir, Achmad Sjatari, dan Syukron Ma'mun.
Ketua Umum: M. Yusuf Humaidi
Sekretaris Jenderal: Saeful Rizal
Asas: Pancasila dan berakidah Islam
Proyeksi perolehan suara
Hasil Pemilu 2004: 890.980 suara atau 0,79 persen (0 kursi)
Hasil Pemilu 1999: 679.179 suara atau 0,61 persen (5 kursi)
Basis massa: dalam Pemilu 2004, suara terbesar PNUI ada di Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, dan Probolinggo
Karakter caleg
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo