Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tersebab Selisih Data Kematian

Data angka kematian Covid-19 melonjak karena adanya perbedaan data yang dilaporkan dengan kondisi riil di lapangan. 

13 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Petugas mengangkat peti jenazah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dari ambulans untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Rorotan, Jakarta, 12 Agustus 2021. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Petugas mengangkat peti jenazah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dari ambulans untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Rorotan, Jakarta, 12 Agustus 2021. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.

  • Kalau jumlah pasien masuk rumah sakit tinggi, ya, kematian tinggi.

  • Kementerian Kesehatan saat ini tengah memperbaiki data agar pencatatan bisa dilakukan secara real time.

JAKARTA – Kurva kematian pasien Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) masih fluktuatif dalam dua pekan terakhir. Tak seperti catatan jumlah kasus harian positif yang menunjukkan tren menurun, data angka kematian Covid-19 masih naik-turun. Meski begitu, jumlahnya masih konsisten tinggi di atas seribu jiwa per hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, mengatakan ada gap data yang dilaporkan dengan kondisi riil di lapangan. Menurut dia, celah itu diketahui saat pemerintah pusat mensinkronkan dengan data daerah. Dia mengatakan ditemukan beberapa kasus by individual yang sebelumnya tidak dilaporkan. “Mungkin meninggal 2 atau 3 bulan lalu, tapi baru diketahui, lalu dimasukkan sebagai data sekarang. Jadi, terkesan data kematian tinggi, padahal meninggalnya sudah beberapa pekan lalu," kata Dewi, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dewi lalu memaparkan tren kematian sejak awal Juli lalu. Pada pekan pertama Juli, total kematian mencapai 4.417 kasus dan terus meroket. Puncaknya terjadi pada akhir Juli hingga 4 Agustus dengan total kematian 11.977. Pada pekan terakhir ini, jumlah angka kematian menurun meski tak signifikan, yakni 11.562 kasus atau turun sebanyak 8,2 persen dibanding pada pekan sebelumnya. Jumlah kematian terbanyak disumbangkan Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Lampung. "Kami berharap pekan depan angkanya turun lagi," ujar Dewi.

Dewi mengatakan Kementerian Kesehatan saat ini tengah memperbaiki data agar pencatatan bisa dilakukan secara realtime. Tak hanya kasus kematian akibat Covid-19, tapi juga kasus pasien sembuh dan kasus aktif. "Kasus aktif itu jumlah total kasus dikurangi yang sembuh dan meninggal. Bisa jadi kasus aktif ternyata jauh lebih kecil dibanding sekarang karena angka kesembuhan belum diperbarui," katanya.

Dalam sepekan terakhir, Indonesia mengalami lonjakan angka kematian tertinggi di antara seluruh negara yang terkena dampak Covid-19. Indonesia menduduki peringkat pertama angka kematian, yang mencapai 11.562 kasus, disusul Brasil (6.298 kasus) dan Rusia (5.526 kasus).

Sebelumnya, Dewi menuturkan banyaknya pasien isolasi mandiri yang tak terpantau merupakan salah satu penyebab jumlah kematian di Indonesia lebih tinggi dibanding negara lain. Dewi menduga banyak masyarakat yang belum memahami kapan waktu menjalani pemeriksaan di rumah sakit. "Di luar negeri itu, sama-sama jumlah kasus meningkat, kenapa angka kematian di Indonesia lebih tinggi? Isolasi mandiri perlu dipantau, tidak bisa hanya isolasi mandiri sendiri," katanya.

Petugas membawa peti jenazah korban Covid-19 di permakaman khusus Covid-19 di Bandung, 1 Agustus 2021. TEMPO/Prima Mulia

Selain isolasi mandiri yang tak terpantau, Dewi menjelaskan, cakupan vaksinasi menjadi faktor tingginya angka kematian. Hingga kemarin, di Indonesia, vaksinasi dosis pertama baru menyasar 25 persen dari target. Adapun vaksinasi dosis kedua baru mencapai 12,36 persen. "Di beberapa negara, cakupan vaksinasinya sudah sangat tinggi. Jadi, ketika terinfeksi Covid-19, masyarakat di sana cenderung memiliki gejala yang ringan bahkan tidak bergejala sama sekali," kata dia.

Berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya. NAR merupakan sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan Covid-19 yang dikelola Kementerian Kesehatan.

Laporan kasus Covid-19 pada 10 Agustus 2021, misalnya, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut, melainkan data seminggu sebelumnya. Bahkan, kata dia, sebanyak 10,7 persen di antaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari, tapi baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal.

Contoh keterlambatan pencatatan data terjadi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Pada 10 Agustus lalu, dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen di antaranya merupakan rapelan angka kematian dari Juli sebanyak 57 persen dan Juni sebanyak 37 persen. "Lalu 6 persen sisanya merupakan rekapitulasi kematian pada minggu pertama Agustus," kata Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan, Panji Fortuna Hadisoemarto.

Contoh lain adalah Kalimantan Tengah. Sebanyak 61 persen dari 70 angka kematian yang dilaporkan kemarin merupakan kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari, tapi baru diperbarui statusnya. Panji menuturkan lebih dari 50 ribu kasus aktif yang ada saat ini merupakan kasus yang sudah lebih dari 21 hari tercatat, tapi belum diperbarui.

"Kami saat ini sedang mengkonfirmasi status lebih dari 50 ribu kasus aktif. Jadi, beberapa hari ke depan akan ada lonjakan angka kematian dan kesembuhan yang bersifat anomali dalam pelaporan perkembangan kasus Covid-19. Tapi ini justru akan menjadikan pelaporan kita lebih akurat lagi,” tutur Panji.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Widyawati, mengakui adanya keterlambatan dalam pembaruan pelaporan dari daerah akibat keterbatasan jumlah tenaga kesehatan dalam meng-input data. Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan ini, kata dia, disebabkan oleh tingginya angka kasus di daerah mereka beberapa minggu lalu. "Tingginya angka kasus di beberapa minggu sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem NAR," ucap dia.

Widyawati menuturkan Kementerian Kesehatan akan memantau lonjakan-lonjakan anomali angka kematian selama dua pekan ke depan. Ia berharap pemerintah daerah memperbarui data sesegera mungkin. "Tentunya ini tidak mengurangi semangat kita untuk terus berpacu menyampaikan data yang transparan dan realtime kepada publik," katanya.

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan satu-satunya data milik pemerintah daerah yang bagus adalah DKI Jakarta. Itu pun, kata dia, masih ada kasus-kasus yang belum dilaporkan. Pandu menuturkan, tingginya angka kematian di Tanah Air saat ini harus dilihat kevalidan datanya. "Yang bisa dipercaya itu hanya Jakarta. Meski (pendataan di Jakarta) baik, masih ada yang under reported," ujar Pandu.

Dia mengatakan, untuk melihat angka kematian yang sebenarnya, harus melihat tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR). "Kalau yang masuk rumah sakit tinggi, ya, kematian tinggi," ujar Pandu. Jika benar angka kematian saat ini memang tinggi, Pandu menuturkan, ada kemungkinan cakupan vaksinasi yang masih rendah mempengaruhi tingkat kematian yang tinggi. "Mereka yang mati itu sudah divaksin belum? Kalau belum, artinya sesuai dengan teori hampir semua negara. Mutasi delta ini banyak berdampak buruk pada orang-orang yang belum divaksin lengkap," ucap Pandu.

MAYA AYU PUSPITASARI


Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus