Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kawin Paksa Badan Riset

Peleburan lembaga riset milik pemerintah ke Badan Riset dan Inovasi Nasional memanaskan tensi di kalangan ilmuwan. Mereka menganggap BRIN melenceng.

15 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah institusi menolak peleburan lembaga riset ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

  • Gagasan peleburan disebut-sebut datang dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.

  • Huru-hara di BRIN muncul sejak lembaga itu berdiri pada pemerintahan kedua Joko Widodo.

BERTARIKH 23 November 2021, surat yang diteken Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Isinya: keberatan atas peleburan Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Warkat lima lembar itu juga ditembuskan kepada Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam suratnya, Komnas HAM menjelaskan bahwa fungsi pengkajian dan penelitian melekat pada lembaga itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. “Kami berpendapat pengalihan ini tak sesuai,” ujar komisioner Komnas HAM Bidang Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga, kepada Tempo, Selasa, 11 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sandra merujuk pada pasal 1 ayat 7 aturan itu yang menyebutkan Komnas HAM sebagai lembaga mandiri berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Posisi Komnas HAM berbeda dengan BRIN yang berada di rumpun eksekutif dan bertanggung jawab kepada presiden.

Ruang pengaduan Komnas HAM untuk menerima audiensi pelapor di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Juli 2020/Tempo/Muhammad Hidayat

Jika fungsi penelitian dan pengkajian dilebur ke BRIN, kata Sandra, Komnas HAM bakal mengalami kesulitan menjalankan tugasnya. Ia khawatir peneliti di BRIN tak bisa independen dan kritis terhadap pemerintah, pihak yang sering dikritik oleh Komnas HAM.

Badan Riset dan Inovasi Nasional memulai peleburan lembaga penelitian milik pemerintah dan institusi negara pada September 2021. Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 14 Januari lalu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyatakan lembaganya menerima pengalihan program, anggaran, sumber daya manusia, dan aset. “Akhir Januari ditargetkan selesai,” ucapnya.

Sandrayati bercerita, Ketua Tim Transisi BRIN Prakoso Bhairawa Putera menyambangi Komnas HAM pada 14 Oktober 2021. Pelaksana tugas Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan BRIN itu memaparkan bahwa proses mutasi peneliti ke BRIN ditargetkan rampung awal 2022.

Lima hari kemudian, Sandra menemui Laksana Tri Handoko dan menegaskan posisi Komnas HAM sebagai lembaga independen. Dengan begitu, para penelitinya tak boleh ditarik ke BRIN. Menurut Sandra, Handoko menyatakan independensi itu hanya mengikat komisioner Komnas HAM. Sedangkan staf yang merupakan pegawai negeri harus mengikuti aturan pemerintah.

Membenarkan adanya pertemuan itu, Handoko mengatakan peneliti di lembaga seperti Komnas HAM berada di bawah sekretariat jenderal. “Sekretariat jenderal itu lembaga pemerintah,” katanya. Handoko mempersilakan keberatan tersebut dinegosiasikan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandriyati Moniaga di Jakarta, 28 Desember 2021. TEMPO/ Dwi Nur A. Y

Bukan hanya Komnas HAM, sejumlah lembaga juga keberatan atas penarikan para penelitinya ke BRIN. Dewan Perwakilan Rakyat, misalnya, hanya melepas 8 dari sekitar 80 peneliti untuk hijrah. “Selebihnya ingin tetap berkarier di DPR,” tutur Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar kepada Tempo, Rabu, 12 Januari lalu.

Indra pun menyurati Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo. Ia mengusulkan perubahan nomenklatur jabatan fungsional agar para pegawai yang tak mau pindah ke BRIN bisa tetap bekerja di DPR. Setelah beberapa kali diskusi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menyetujui para peneliti DPR menjadi analis legislatif.

DPR pun sukses menahan anggaran penelitian mereka agar tak berpindah ke BRIN. Indra menyatakan aktivitas riset sangat penting untuk menunjang kinerja anggota Dewan. Parlemen di beberapa negara bahkan memiliki badan riset sendiri, seperti Congressional Research Service di Amerika Serikat dan National Assembly Research Service di Korea Selatan.

Para peneliti di Mahkamah Konstitusi juga belum bergabung dengan BRIN. Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengatakan lembaganya masih berdiskusi dengan BRIN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara soal nasib para pegawai di Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara MK. “Saat ini belum ada kebijakan final,” kata Fajar kepada Tempo, Sabtu, 15 Januari lalu.

Kegiatan peneliti selama penanganan Covid-19 di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, 2021/covid19.eijkman.go.id

Kisruh peleburan BRIN menuai sorotan setelah pembubaran Lembaga Biologi Molekuler Eijkman per 31 Desember 2021. Lembaga riset yang berdiri pada 1888 itu menyatakan undur diri dari kegiatan penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019. Aktivitas deteksi Covid-19 yang dilakukan Eijkman akan diambil alih Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN.

Mantan Wakil Kepala Eijkman, Herawati Sudoyo, mengatakan lembaga itu merupakan bagian penting sejarah kedokteran Indonesia. Herawati adalah rekrutan pertama saat Eijkman kembali didirikan pada 1992 oleh Bacharuddin Jusuf Habibie, ketika itu Menteri Riset dan Teknologi. “Yang kami bangun selama 30 tahun kini hilang,” ujar Herawati.

Anggota Dewan Pengarah BRIN, Tri Mumpuni, mengatakan berbagai polemik peleburan tersebut dibicarakan dalam rapat dewan pengarah dan eksekutif pada Selasa, 11 Januari lalu. “Semua isu yang lagi ramai dibahas, tapi bukan untuk konsumsi publik,” kata Puni—begitu Tri Mumpuni biasa disapa—pada Kamis, 13 Januari lalu.


•••

HURU-HARA di Badan Riset dan Inovasi Nasional terjadi sejak lembaga yang awalnya melekat pada Kementerian Riset dan Teknologi itu berdiri pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo. Konflik muncul setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ngotot membuat BRIN menjadi otonom dan memiliki dewan pengarah.

Menteri Riset dan Teknologi saat itu, Bambang Brodjonegoro, disebut-sebut menolak posisi dewan pengarah. Upaya Bambang membenahi struktur organisasi BRIN kandas. Penyebabnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly tak kunjung mengundangkan peraturan presiden tentang pembentukan BRIN meski sudah diteken Jokowi.

Begitu pula Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo tak segera memutuskan kelembagaan BRIN. Yasonna dan Tjahjo adalah politikus PDI Perjuangan.

Presiden Joko Widodo memberi selamat kepada Megawati Soekarnoputri usai pengambilan sumpah jabatan Dewan Pengarah BRIN, di Istana Negara, Jakarta, 13 Oktober 2021/BPMI Setpres/Kris

Kepada Tempo pada awal April 2021, politikus PDIP, Bambang Wuryanto, mengaku telah bertemu dengan Presiden Jokowi dan meminta BRIN menjadi lembaga otonom. “Saya sampaikan langsung kepada Presiden,” ujar Bambang, yang saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi Riset Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden Jokowi memutuskan BRIN bercerai dari Kementerian Riset pada April 2020. Adapun Kementerian Riset dan Teknologi dilebur ke Kementerian Pendidikan. Keputusan itu membuat Bambang Brodjonegoro terpental dari posisinya.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia saat itu, Laksana Tri Handoko, didapuk memimpin BRIN. Keterpilihan Handoko, menurut sejumlah sumber, ditengarai karena kedekatannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Saya dekat dengan siapa saja,” kata Handoko dalam wawancara dengan Tempo, Jumat, 14 Januari lalu.

Pada Oktober 2021, Jokowi melantik Dewan Pengarah BRIN, dengan Megawati menjabat ketua. Berdasarkan Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pengarah BRIN, ketua dewan pengarah dirangkap oleh unsur dewan pengarah yang mengurus pembinaan ideologi Pancasila. Megawati adalah Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Menurut Handoko, Megawati dipilih sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN agar lembaganya mendapat dukungan politik yang kuat. Ia berujar, dukungan politik salah satunya diperlukan saat pembahasan anggaran bersama DPR. “Secara politik, Bu Mega kuat,” tutur Handoko.

Di parlemen, PDI Perjuangan menjadi motor pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Aturan itu menjadi payung hukum yang melatari lahirnya BRIN. Saat berpidato dalam Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN pada Januari 2020, Megawati mengaku ikut membongkar RUU tersebut.

Tiga peneliti senior mengatakan ada dimensi simbolis di balik dukungan PDI Perjuangan terhadap BRIN. Menurut mereka, partai banteng ingin menghidupkan kembali peran Sukarno—presiden pertama yang juga ayah Megawati—di bidang riset dan inovasi. Sukarno pernah mendirikan Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Mantan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional, Djarot Sulistio Wisnusubroto, mengaku mendengar kabar tersebut. “Saya pernah mendengar cerita memang Bu Mega ingin menghidupkan lagi spirit Bung Karno,” kata Djarot pada Rabu, 12 Januari lalu.

Djarot bercerita, pada 2016, ia menemui Megawati di rumahnya di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Ia mendampingi Bupati Buleleng ketika itu, Putu Agus Suradnyana, yang hendak meminta dukungan Megawati soal rencana pendirian instalasi pengawetan makanan di Bali dengan teknologi nuklir.

Menurut Djarot, Megawati menyoroti inefisiensi akibat tumpang-tindih penelitian di sejumlah kementerian dan lembaga. “Semestinya kan bisa dijadikan satu,” ucap Djarot, menceritakan pernyataan Megawati.

Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto tak menjawab tegas soal keinginan partainya menegakkan kiprah Sukarno lewat BRIN. Namun ia tak membantah jika gagasan Megawati ihwal riset dan inovasi terinspirasi dari Sukarno. “Ibu Mega ingin riset diperkuat,” ujar Bambang pada Jumat, 14 Januari lalu.

Menjabat Ketua Dewan Pengarah BRIN, Megawati tak sepenuhnya aktif. Seorang petinggi BRIN bercerita, dari enam kali rapat dewan pengarah, Megawati hanya datang pada pertemuan pertama dan kedua. Namun ia selalu mengirim anggota stafnya untuk mengikuti rapat.

•••

SETELAH dilantik menjadi Kepala BRIN pada akhir April 2021, Laksana Tri Handoko langsung memulai proses peleburan berbagai lembaga riset. Seluruh sumber daya manusia, infrastruktur, dan anggaran penelitian dari kementerian dan lembaga bakal diambil alih oleh BRIN.

Handoko berdalih peleburan ini merupakan amanat dari Peraturan Presiden tentang BRIN. Ia merujuk pada Pasal 65 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa tugas, fungsi, dan kewenangan pada unit kerja yang melaksanakan riset di kementerian dan lembaga dialihkan ke BRIN. “Perintahnya kan begitu,” kata Handoko.

Pada September 2021, Handoko menyurati Presiden dan meminta pengalihan anggaran riset dari kementerian dan lembaga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022. Ia menyertakan lampiran dana Rp 10,5 triliun yang terkumpul dari 64 institusi negara, meliputi kementerian, lembaga, dan badan.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko melakukan peninjauan lokasi calon bandar antariksa di Biak, Papua,Oktober 2021/brin.go.id/Diky Erfan Priliandi

Tahun ini BRIN mendapat anggaran Rp 6,09 triliun. Handoko mengatakan anggaran ini akan lebih banyak dipakai untuk membangun infrastruktur riset lebih dulu. “Karena itu yang penting dan mahal,” tuturnya.

Tiga peneliti senior yang dihubungi Tempo menyebutkan gagasan melebur lembaga riset datang dari Handoko. Menurut mereka, Handoko tak pernah menanggapi masukan dari para pakar tentang salah tafsir integrasi lembaga riset ke BRIN.

Dari berbagai penjuru, kritik mengarah kepada Handoko. Para akademikus dan ilmuwan ramai-ramai menandatangani petisi di situs Change.org. Mereka meminta Presiden mengembalikan lembaga riset yang dilebur ke BRIN seperti semula.

Ketua Akademisi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan BRIN semestinya hanya berperan sebagai koordinator, bukan mengontrol semua lembaga riset. “BRIN menjadi lembaga superbody, padahal di dalam undang-undang tidak seperti itu,” ujar Satryo.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Herlambang P. Wiratraman, mengatakan peleburan semua lembaga riset ke bawah BRIN menabrak prinsip pemisahan kekuasaan. Adapun penasihat Centre for Innovation Policy and Governance, Yanuar Nugroho, menyatakan kehadiran BRIN menunjukkan terjadinya sentralisasi riset oleh negara.

Menurut Yanuar, pembuatan kebijakan, aktivitas riset, serta evaluasinya hanya dilakukan oleh BRIN. Sentralisasi riset itu, kata dia, bisa membuat riset dan inovasi dipakai oleh penguasa. “Ini watak sentralisasi,” tutur Yanuar.

Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Wuryanto mengatakan BRIN seharusnya berfokus mengurus lembaga riset eksekutif. Sekretaris Fraksi PDIP itu menilai institusi penelitian di lembaga seperti Komnas HAM tak perlu dilebur. “BRIN itu untuk lembaga eksekutif saja,” ucapnya.

Namun Handoko ngotot melanjutkan peleburan lembaga riset. Ia menyatakan langkahnya didukung oleh Presiden Joko Widodo dan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. Fisikawan kelahiran Malang, Jawa Timur, 7 Mei 1968, ini mengaku rutin melaporkan progres peleburan itu kepada Jokowi dan Megawati.

Ia bercerita, Jokowi sudah menanyakan polemik yang muncul setelah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dibubarkan. “Ditanya, itu gimana, kok rame-rame?” ujar Handoko. Menurut dia, Presiden menginginkan BRIN dapat segera berjalan. Sedangkan Megawati berpesan agar proses peleburan lembaga riset berjalan sesuai dengan aturan.

Handoko mengklaim sejauh ini proses peleburan lembaga riset berjalan lancar. Hanya tersisa dua kementerian yang belum bergabung dengan BRIN. “Sudah saya sampaikan kepada Presiden, prosesnya selesai akhir Januari ini,” kata Handoko.

DINI PRAMITA, FRISKI RIANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus